Pulau Bangka merupakan wilayah penambang timah. Kerusakan alam akibat penambangan baru benar-benar dirsakan 5 tahun terakhir ini, khususnya dampak dari kegiatan penambangan di darat.Â
Selama ini sudah ratusan tahun kegiatan penambang timah baru 5 tahun terakhir ini ini dampak kerusakan alam itu, ketika tingkat intensitas hujan tinggi memicu terjadinya banjir.
Banjir terbesar melanda wilayah pulau Bangka terjadi akhir tahun 2013. Sejumlah wilayah seperti Bangka Selatan, Bangka Barat dan kota Pangkalpinang di landa banjir. Jembatan rusak sehingga akses transportasi darat putus. Semua elemen masyarakat di daerah itu sepakat menilai, penyebabnya adalah kegiatan penambangan timah.
Penambangan berlangsung baik secara legal maupun tanpa izin (ilegal). Setelah beberapa wilayah tergenang air 5 tahun lalu, pada tahun berikutnya setiap kali intensitas hujan tinggi akan terjadi banjir di wilayah yang menjadi langganan banjir.Â
Seperti di kabupaten Bangla, ketika awal Maret 2019 ini terjadi hujan yang hanya berlangsung petang hari hingga pagi keesokan harinya beberapa wilayah yang langganan banjir kembali tergenang air, termasuk beberapa fasilitas jalan dan rumah sekolah serta rumah penduduk terendam banjir.Â
Meluapnya air sungai juga dikhawatirkan buaya yang menghuni sungai tersebut menyerang warga, seperti peristiwa banjir tahun lalu. Sempat ketika banjir pekan lalu, Dinas sosial Kabupaten Bangka mendirikan dapur umum untuk membantu warga. Namun banjir hanya berlangsung sehari saja, seiring berhentinya hujan.
Termasuk jembatan di wilayah kecamatan Riau Sikip mengalami kerusakan. Titik-titik banjir, sebagai daerah langganan banjir sudah diketahui khususnya berada di daerah aliran sungai.
Dengan adanya ramalam cuaca dari BMKG bakal terjadinya intensitas hujan tinggi hingga pertengah Maret 2019 ini, daerah yang wilayahnya mengalami kerusakan alam dan langganan banjir sudah seharus melakukan antisipasi, tidak menunggu setelah suatu wilayah tergenang banjir.Â