Ibu Rosiha (70), hanyalah sosok ibu kebanyakan. Cucu-cucunya memanggilnya dengan sebutan Nenek Ros. Begitu pula para tetangga memanggilnya dengan Ibu Ros. Dari rahimya telah lahir 7 orang anak, yang sekarang semuanya sudah berkeluarga.
Kesehariannya duduk di atas kursi roda. Setelah satu tahun lalu mengalami patah tulang kaki setelah terjatuh. Tapi ia masih cukup kuat berdiri, sedikit melangkah ke kamar mandi hingga memasak di dapur. Setiap hari ada anak dan menantu yang tak jauh dari rumah, mengantarkan makanan dan melihat kondisinya. Rosiha memutuskan sendiri untuk tinggal sendiri dengan alasan tidak ingin merepotkan anak - anaknya.
Rosiha sudah hampir 10 tahun lalu ditinggalkan suaminya yang meninggal dunia. Tanpa ada pensiun yang ditinggalkan suami yang dulu karyawan sebuah BUMN. Ia hanya mengharapkan pemberian dari anak-anaknya yang juga hidupnya rata-rata sederhana.
"Mereka saja tidak cukup untuk menghidupi keluarganya," kata Rosiha mengomentari kondisi anak-anaknya yang tujuh orang.
Melihat kondisinya yang tinggal sendirian di rumah warisan peninggalan mendiang suami, Rosiha sudah selayaknya mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah seperti beras keluarga sejahtera (rastra) yang dulu bernama raskin, Bantuan Langsung Tunai ( BLT) berbagai jenis bansos lainnya khusus bagi lansia. Tapi nyatanya Rosiha tidak menikmati bantuan itu satupun dari pemerintah. Termasuk listrik gratis yang pernah ia dapatkan informasi dari petugas pencatat KWH sebelum diterapkan pembayaran pra bayar dengan menggunakan token.
"Saya dulu pernah dapat raskin dan BLT, tapi dihapus oleh orang kantor desa katanya dialihkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan," ujar Rosiha.
Rosiha yang tercatat warga desa Air Ruai, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka ini mengungkapkan kesedihannya karena ternyata ada diskriminasi dalam pemberian bansos. Ia bicara blak-blakan tentang isu aparat desa yang lebih mengutamakan keluarga dalam mendata sebagai penerima bantuan bansos. Warga desa yang lebih gagah, bisa melakukan aktivitas, bisa bekerja tapi mendapatkan bansos dari beras, bantuan tunai hingga BPJS pun dibayar pemerintah.
Ia bertambah kecewa seorang temannya yang juga janda yang sudah usia lanjut akhirnya bisa menerima bansos tahun ini, yang sebelum ini tidak pernah menerima hanya karena anak dari temannya itu baru diangkat menjadi ketua RT semakin menambah kecurigaan Rosiha. Ia hanya bisa pasrah. Masih ada rezeki yang lain yang diberikaan Allah SWT melalui anak-anaknya, ada yang membayar listrik, BPJS, mengantar makanan dan lain-lain.
" Harusnya pemerintah adil, tidak pilih - pilih memberikan bantuan kok saya yang miskin ini tidak mendapat bantuan," ujarnya lirih.
Rosiha benar-benar telah di lupakan. Ia mendapat kabar bila ada para lansia mendapat bingkisan, dari organisasi kemasyarakatan yang dulu kelompok organisasi dipimpin suaminyanya.Â
Para istri tokoh organsasi ini mendapatkan santunan, kembali Rosihan tak mendapatkan. Ibu Rosihan benar-benar telah dilupakan. Ketua RT yang ada di sekitarnya juga tak peduli dengan warganya, termasuk terhadap Ibu Rosiha lengkaplah kesedihan yang dirasakan nenek dari 16 cucu ini.