Silahkan baca di tulisan lengkapnya di https://kbm.id/book/detail/190a155c-638f-4929-9a4e-50d991f560a5
"Dan jika mereka ber'azzam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 227)
Allah menciptakan sesuatu berpasang-pasangan sebagai bukti kebesaranNya. Ada siang ada malam, ada kebahagiaan juga ada kesedihan dan sebagainya. Semuanya silih berganti mengikuti alur kehidupan ini. Kehidupan ini adalah ujian bagi setiap manusia untuk membuktikan pengabdiannya kepada Allah. Siapa saja bisa bertahan dan melewati setiap ujian maka Allah akan mengangkat derajat disisiNya tapi barang siapa tidak bisa melewatinya dengan  baik maka dia menjadi hina baik di dunia maupun di akhirat.
Menikah langkah awal membina rumah tangga sebagai bagian dari  fitrah manusia yang siapa pun menghendaki  berjalan dengan segala keindahannya. Namun tidak semua yang diharapkan berjalan sesuai dengan keinginan atau harapan. Ada-ada saja tanjakan, tikungan, atau bahkan jurang yang menganga siapa menghadangnya dan setiap  manusia yang sudah menikah pasti sudah merasakan hal tersebut.
Kalau menikah dalam Al-quran disebut sebagai mitsaqan galizha (ikatan kuat, suci) yang mampu menyatukan dua insan yang berlainan jenis, pembeda antara hubungan halal dan haram  dan rasa bahagia kian membuncah  bahkan menikah merupakan moment hidup yang tak dilupakan, maka perpisahan (baca : perceraian) merupakan momen menyakitkan dan menyedihkan yang juga sangat berat dilupakan. Lukanya membekas seperti luka sayatan pedang yang bisa terlihat sampai mati.
Mendengar  kata "bercerai" saja sudah tidak mengenakkan apalagi mengalaminya. Beribu kisah pilu menyayat hati, menguras pikiran  membuat siapapun tidak ingin mengalaminya. Belumlah kita berbicara dampak yang dialami oleh hati, rumitnya kewaran berpikir, perasaan trauma apalagi berbicara masalah anak, harta gono gini dan masih banyak cerita buruk yang mengikutinya.
Ketika mengawali pernikahan rona bahagia terpancar sangat kuat dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Waktu berjalan terasa singkat untuk menjalani kehidupan, dunia terasa milik berdua, kalimat yang terlontar  penuh  optimisme menjalani kehidupan. Bahkan tak jarang kita menjadi "motivator pernikahan" dadakan memberikan semangat ke teman yang masih jomblo untuk mengakhiri masa lajang yang penuh dengan ketidakpastian. Maka ketika mengakhiri hubungan dengan perceraian semuanya menjadi kebahagiaan itu menjadi sirna, semangat menghadapi kehidupan hilang entah kemana. Semuanya serba suram, mendung dan berderai air mata. Rasa takut, tidak percaya diri, malu, jengkel, marah dan trauma "berikhtilat" menjadi satu. Ah..pokoknya sangat tidak mengenakkan.
Namun  percayalah  dibalik kisah pilu dua insan manusia ini, terlepas siapa yang bersalah dan benar  maka segala yang terjadi dalam kehidupan ini sarat akan hikmah yang besar jika mampu melihat secara jernih dan mendalam. Semuanya menyimpan tabir rahasia yang kadang hanya dipahami dengan nalar dan hati  yang jernih.
Seiring waktu berjalan kita dipahamkan  oleh situasi dan kondisi yang memaksa kita bisa untuk berdamai dengan keadaan. Mengambil pelajaran berharga yang membuat kita bisa bangkit dari keterpurukan diri menjadi manusia yang lebih kuat dan menatap masa depan dengan optimis. Â
Buku ini lebih memperdalam seluk beluk mengawali perceraian dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin dianggap sepele namun dapat memberi peluang percekcokan dan ketidakharmonisan yang akhirnya menyebabkan terjadinya perceraian. Bagaimana seharusnya sikap terbaik menghadapi perceraian, bisa move on dari trauma perceraian dan mengambil hikmah (pelajaran) penting yang menjadi bekal hidup menghadapi pernikahan berikutnya.