Masih segar dalam ingatan kita di tahun 2018 bagaimana ikan Paus Sperma di kepulauan Wakatobi ditemukan mati terdampar dan setelah dibedah ternyata dalam perutnya terdapat sampah plastik 5,9 Kg atau juga pernah viral di media sosial ditemukan kantong produk mie instan yang sudah 19 tahun bertahan dan belum terurai dan masih banyak hal yang sangat miris kita temukan dalam kehidupan sehari berkaitan dengan masalah sampah plastik.
Sebenarnya  masalah  sampah sudah menjadi polemik dari tahun ketahun bukan hanya di Indonesia tapi juga diseluruh dunia. Khusus di negara kita status sampah sudah masuk ketahap "darurat" situasi sudah gawat dan butuh penanganan secara serius.Â
Data dari Indonesia Solid Waste Association (InSWA) produk sampah Indonesia mencapai 5,4 Juta ton per tahun. Lebih parahnya lagi  sampah juga sudah mencemari lautan, menurut penelitian sekitar 1,29 juta ton sampah  plastik yang dihasilkan mengalir dan mencemari lautan, 75% diantaranya terkategori  sudah sangat tercemar.
Belum cukup sampai disitu Indonesia juga semakin menambah beban sampah plastik dengan mengimpor plastik dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Australia, Prancis, Jerman dan China. Meski dengan alasan menjadi bahan baku kertas ternyata selama ini juga sampah yang diimpor bercampur dengan sampah plastik sebesar 35 % menurut lembaga Ecological Observation and Wet Conservation (Ecoton).
Maka dampaknya sudah sangat terasa sekarang dari masalah ekologi sampai ke mikroskopik, tengoklah lingkungan tempat kita tinggal akan banyak didapati sampah plastik berserakan dimana-mana, aroma tak sedap, asap dari pembakaran plastik yang berbahaya setiap hari kita hirup, lingkungan jadi tercemar, perairan juga tercemar sehingga hewan air yang yang dikonsumsi juga ikut tercemar semuanya berdampak pada kesehatan.
Penanganan masalah sampah plastik memang membutuhkan solusi yang komprehensip mulai dari penegakan aturan yang ketat dari pemerintah, produsen plastik serta konsumen yang memakai setiap hari. Semuanya seperti lingkaran yang tak berputus harus mencari solusi penyelesainnya sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Jujur saja, untuk berlepas sepenuhnya dari plastik sangat sulit bahkan hampir mustahil, tapi ada yang bisa dilakukan agar penanganan masalah sampah plastik bisa dikurangi agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Semunya bisa dimulai dari mindset membuang sampah. Mindset yang tertanam pada umumnya di masyarakat membuang sampah bisa dimana saja. Lihatlah di jalanan akan banyak kita temukan banyak masyarakat yang dengan seenaknya membuang sampahnya dari dalam mobil pribadinya, seolah-olah jalan itu adalah area bebas buang sampah, juga di tempat-tempat umum meski sudah sangat jelas dipasang pengumuman "dilarang buang sampah di sini".Â
Bukan cuman di darat di laut juga demikian, banyak penumpang kita bisa temukan dengan seenaknya membuang sampah mereka kelautan tanpa merasa bersalah sedikit pun. Sekali lagi ini masalah mindset buang sampah.Â
Untuk mengubahnya butuh waktu, perlu keteladanan, dan saling mengingatkan agar bisa merubah kebiasaan lama dan itu harus bermula dari diri sendiri. Â Termasuk menggunakan tempat belanjaan sendiri untuk berbelanja di pasar agar tidak menambah sampah plastik yang dipakai dari membungkus belanjaan.
Selain penanaman mindset yang tidak kalah pentingnya adalah penegasan dan penegakan hukum dari instansi pemerintah. Kalau kita membaca, sudah berapa banyak aturan yang dikeluarkan tentang larang membuang sampah bahkan dengan konsekwensi hukuman tertentu namun itu tidak berjalan efektif. Persoalannya pada penerapan aturan yang mandul sehingga diabaikan begitu saja.