Tangisan memang memiliki beragam makna. Menangis bagi laki-laki tidak menunjukkan bahwa dia lemah, cengeng, manja. Â Apalagi yang menagis adalah seorang wakil walikota Palu dihadapan wartawan ketika menghadiri rapat dengar pendapat dengan anggota DPRD Palu.
Kalau kita mengikuti perkembangan bencana gempa bumi di Palu dan Donggala  sebagai pejabat daerah yang bertanggung jawab langsung ke 400.000 jiwa di Kota palu, tugas Pasha sebagai wakil walikota terbilang tidak mudah.
Ia bersama wali kota Palu pasti menjadi sasaran pertama dalam hal penangan korba bencana. Mulai dari pendistribusian bahan makan, pakaian dan obat-obatan sampai harus mengecek langsung di lapangan kondisi masyarakat yang membutuhkan bantuan. Belum lagi secara pribadi Pasha juga turut menjadi "korban" bencana alam tersebut.
Tidak pernah terbayangkan sebelum dilantik menjadi wakil walikota akan terjadi bencana sebesar ini melanda. Bencana yang memporakporandakan semua inprastruktur termasuk korban manusia ribuan jiwa.
Siapa pun yang memimpin dalam kondisi seperti ini akan mengalami shock yang sama stress tingkat tinggi. Menghadapi kondisi kelaparan, penjarahan, evakuasi mayat, tangisan anak-anak, ketakutan, sarana kominkasi dan listris yang belum jalan. Semuanya kacau balau. sangat berbanding terbalik ketika masih menjalani profesinya seorang celebriti.
Sehingga ketika masih dituding becus melayani masyarakatnya tentu akan ada gejolak batin yang diekpresikan dalam bentuk tangisan. Menangis memang perilaku  yang alami, saat kita mengalami trauma  emosional tertentu, ketegangan akan menumpuk di dalam tubuh. Tubuh merespon untuk melepaskan tegangan tersebut dalam bentuk menagis. Bila kita berusaha menolak air mata maka tubuh akan menerima pukulan berat penyumbat emosi.
Hal ini dapat merusak keseimbangan kelenjar, mengakibatkan perubahan kimia dalam tubuh, membuat gamang syaraf. Akhirnya membuat tubuh menjadi sakit. Budaya menangi bagi laki-laki banyak masih menggap bahwa di lemah, sehingga sering kita didoktrin "laki-laki kok menagis" pada hal sejatinya mengis itu untuk menumpahkan luapan emosional yang tidak tertahankan.
Tangisan Pasha Ungu sebenarnya memberikan arti bahwa Beliau sangat peduli dengan warganya. Namun belum bisa memaksimalkan melayani warganya karena keterbatasan saran dan prasarana.
Kita menghargai tangisannya sebagai bentuk kecintaan kepada masyarakatnya. Apa dengan menagis akan menjatuhkan harga diri atau kehormatannya ? ternyata tidak sama sekali. Belajar dari pemimpin-pemimpin dunia ternyata banyak diantara mereka mengekspresikan perasaanya dengan menangis dihadapan publik.
Bahkan dengan menangis bisa meyakinkan rakyatnya akan keseriusannya menjalankan pemerintahan. Sejarah bahkan mencatat, Presiden Amerika Serikat yang fenomenal Abraham Lincoln sering menangis untuk mempertegas isi pidatonya. Bahkan presiden SBY juga pernah menagis ketika mengunjungi pengungsi korban bencana di Aceh.Â
Tangisan Pasha Ungu juga menjadi sesuatu yang istimewa dan mahal dikalangan pejabat-pejabat yang tidak meiliki hati. Lihatlah mereka para pejabat-pejabat yang menjadi tersangka korupsi. Bukannya mereka menangis menyesali perbuatan mereka memperkaya diri sendiri ditengah kesulitan masyarakatnya akibat harga-harga semakin naik. Justeru mereka dengan tanpa merasa berdosa memperlihatkan senyum bahagia walau mereka menggunakan rompi tahanan KPK. Ini jelas kehinaan yang nyata.