Salah satu tokoh politik yang  menjadi sorotan publik dari kubu Jokowi adalah Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KSP). Tokoh politik yang sangat vocal membela segala hal yang berkaitan dengan kepentingan politik Jokowi.
Setelah menjadi corong komunikasi politik Jokowi, banyak yang menjadi antipasti dengan nada dan gaya bicaranya yang  lebay, kasar dan sedikit kasar mengomentari lawan politiknya. Itu terlihat dari banyak wawancara dan diskusi di media betapa gaya komunikasinya memang sedikit emosional. Terbukti ketika disalah satu acara di TV Swasta Neno Warisman sampai meninggalkan diskusi mungkin karena tidak ingin berdebat lebih jauh dengan Pak Ngabalin.
Nampaknya Jokowi sepertinya memilih orang yang tepat untuk menempatkan Ngabalin untuk berhadapan dengan lawan politik yang juga vocal seperti Fadli Zona dkk.
Kalau kita melihat sejarah politik pak Ngabalin yang juga mantan kader Partai Bulan Bintang (PBB) serta pernah menjadi anggota tim sukses Capres Prabowo-Hatta tahun 2014 bahkan dipercaya sebagai  juru debat tim Pemenangan Prabowo-Hatta.Â
Memang gaya bicara beliau seperti itu. Dalam menyampaikan sesuatu apa adanya, blak-blakan dan sepertinya tidak memiliki saringan halus untuk mencerna kalimat demi kalimat yang keluar dari mulutnya. Bahkan
Saya mencoba memahami bahwa karakter suara dengan nada tinggi dalam berbicara memang khas dimiliki oleh orang timur. Beliau besar dan sekolah sampai tingkat SMA di Fak-Fak sebuah kabupaten di Propinsi Papua Barat dan melanjutkan sekolahnya di Makassar. Sebagai Sesama dari timur, saya tidak heran dengan karakter nada tinggi ketika berbicara.
Namun kalimat-kalimat yang keluar dari lisannya dinilai oleh sejumlah orang kasar. Bahkan pendukung Jokowi tulen seperti Ade Armando mengatakan melihat ada potensi Ngabalin justru bisa membahayakan Jokowi di Pilpres 2019, utamanya terkait citra Jokowi sebagai pemimpin demokratis.
Ngabalin ditempatkan sebagai komonikator politik Jokowi dengan tujuan untuk menjembatani hubungan dengan ormas Islam dengan Jokowi. Namun melihat gaya komunikasi Ngabalin tentu banyak kalangan yang pesimis akan bisa merangkul sebagian ormas untuk mendukung Jokowi. Justru malah kontraproduktif dengan gayanya sperti itu.
Rupanya hal ini juga disadari oleh Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan berjanji akan mengevaluasi  hasil  masukan dari beberapa kalangan.Â
Kita masih menunggu apakah akan ada perubahan dari gaya bicara pak Ngabalin atau seperti itulah caranya berkomunikasi yang harus diterima. Semuanya ditujukan untuk kepentingan politik, bagaimana meraih hati masyarakat untuk mendukung capres di pilpres 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H