Mohon tunggu...
RUSTAM HADI
RUSTAM HADI Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang ingin Selalu Belajar dan Belajar Selalu

Hobi Menulis, ada 6 buku dan beberapa artikel yang dimuat di jurnal ilmiah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Overview Satu Dasa Warsa Undang-undang Desa: Menu Empuk Kampanye Capres-cawapres

4 Januari 2024   05:35 Diperbarui: 4 Januari 2024   05:35 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Namun di balik kemajuan dan spirit yang romantis pada UU Desa, tetap ada kegalauan dan pandangan kritis. Desa bisa maju tetapi tidak kuat. Para pihak kerap menyampaikan frasa "desa maju, mandiri, dan sejehtara" tetapi selalu mengabaikan frasa "desa kuat", kecuali Ibu Megawati Soekarnoputri yang sudah dua kali menyerukan "desa kuat, Indonesia berdaulat".

Kealfaan pada frasa "desa kuat" beriringan dengan reduksi dan distorsi pelaksanaan UU Desa. Reduksi dan distorsi paling utama adalah program dana desa yang diformalkan dengan PP No. 60/2014, padahal UU Desa tidak memberi delegasi pengaturan dana desa secara khusus dengan Peraturan Pemerintah.

Akibatnya, orang berbicara desa hanya berbicara dana desa, ketika orang berbicara dana desa maka hanya berbicara tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Program dana desa kehilangan roh UU Desa, yang digantikan dengan prioritas menteri, aturan, dan perangkat teknokratik, yang justru mengebiri kewenangan desa.

Desa harus melaksanakan program-program titipan dari atas ketimbang menghadirkan kepentingan masyarakat setempat (sosial, budaya, ekologi, agraria, dan ekonomi) sebagai basis kehidupan-penghidupan orang banyak.

Presiden Joko Widodo telah berulang kali menyerukan betapa pentingnya pengurangan laju urbanisasi, ruralisasi dan daya ungkit ekonomi desa. Tetapi tiga kata kunci seruan Presiden tidak menjadi kebijakan, wacana, dan gerakan yang bermakna, karena tenggelam oleh belanja dana desa beserta SDGs Desa.

Angka-angka statistik "desa mandiri" yang dipertunjukkan memang berguna untuk membentuk kesan pertama, tetapi ingat bahwa angka tidak mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya.

Demikian juga, banyak kritik ditujukan terhadap pendamping desa yang sudah keluar dari spirit awal, yang bukan melayani desa secara seksama dan bermakna, kecuali hanya bekerja menghimpun data statistik.

Kegalauan dan sikap kritis itulah yang menggerakkan para kepala desa dan asosiasi desa menggelar unjuk rasa di Senayan 17 Januari 2023.

Di balik tendangan politik masa jabatan sembilan tahun untuk kepala desa, mereka menyerukan "kembalikan kedaulatan desa untuk kesejahteraan rakyat".

Melanjutkan gerakan 17 Januari, tiga asosiasi (Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia, Pesatuan Perangkat Desa Indonesia, Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional) telah menggelar simposium desa 2023 pada 19 Februari 2023, sekaligus merayakan sembilan tahun UU Desa pada 19 Maret 2023.

Dengan spirit dan tagline "Desa Bersatu Membangun Indonesia", gerakan dan pertemuan agung pada hari itu hendak menjaga momentum agar selalu hangat bertenaga, memanggil kembali spirit UU desa yang telah hilang, sekaligus menyerukan bahwa desa bukanlah batu loncatan dan batu sandungan bagi negara, melainkan desa sebagai batu landasan dan batu penjuru bagi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun