Hari Jumat tanggal 8 Juni 2012 pertemuan terakhir kegiatan belajar-mengajar di kelas VII-3. Minggu depan, mereka sudah akan mengikuti ujian akhir semester. Pertemuan ini kami akhiri dengan acara nobar (nonton bareng) selama satu jam pelajaran. Satu jam sebelumnya diisi dengan ujian lisan -- tidak seperti ujian sebelumnya. Pertanyaan tidak selalu seputar pertanyaan materi pelajaran fisika, tetapi juga tentang pertanyaan terbuka dan terkesan sederhana, seperti, “sukakah kamu belajar Fisika?”; “Bagaimanakah pengalaman kamu tentang Fisika?”; “Bermanfaatkah Fisika itu dengan kehidupan kita?”, dan lain-lain.
Saya bahkan menantang siswa untuk menceritakan pengalamannya selama belajar fisika. Satu orang siswa yang bahkan bukan siswa yang begitu aktif di kelas, menerima tantangan saya. Kalau disarikan, kira-kira seperti ini ceritanya: Fisika itu penting. Tetapi sering membingungkan. Siswa ini mengaku selama belajar Fisika kurang bersungguh-sungguh dan tidak begitu serius mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR). Jadi wajar saja kalau nilainya rendah-rendah. Siswa ini memberikan pengakuan yang jujur.
Film yang kami nikmati bersama adalah Gifted Hands yang bercerita tentang seorang dokter legendaries, Dr. Benjamin Carson, yang difilmkan berdasarkan buku Gifted Hands: The Ben Carson Story. Sebelum nobar, terlebih dahulu saya berikan pengantar berupa ringkasan dari film ini. Kira-kira seperti ini:
Seorang dokter yang melakukan operasi kembar Siam pertama dengan sukses. Masa kecil sang dokter tidak begitu bagus. Ibunya seorang baby sitter dan pembantu di rumah seorang professor dan buta huruf. Bennie dikenal sebagai siswa yang bodoh dulunya. Teman-temannya sering mengejek dia si “Dungu”.
Supaya semakin membangkitkan keingintahuan siswa, pengantar tadi saya akhiri dengan pertanyaan, “bagaimana Bennie yang tadinya bodoh bisa menjadi seorang dokter?”. “Mari kita ikuti ceritanya!”
Asyiknya Nonton Bareng
Film ini memiliki alur campuran. Dimulai ketika dokter Carson sedang melakukan operasi; rencana Carson operasi memisahkan bayi kembar Siam, Johann dan Stefan -- anak pasangan Peter dan Augusta Rausch dari Jerman Barat. Kemudian, cerita berlanjut ketika Carson duduk di 8th grade. (Kebetulan filmnya tidak memiliki subtitle Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris saja. Jadinya saya berperan sebagai pemandu ketika mereka menonton).
Mereka tertawa lepas bersama ketika saya menerjemahkan bagian Bennie yang salah semua dalam menjawab tugas. Guru mereka, Miss Williamson, bertanya pada Bennie, berapa yang benar.
“none”, Bennie menjawab dengan murung.
“nine?”, Ibu guru senang mendengarnya. “Wow, Benjamin, that's wonderful. I'm so proud of you”. Ternyata ibu guru salah dengar. Antara ‘naIn’dengan “nΛn”.
“Not nine, Miss Williamson. He got, none.” Kathy, teman sekelas Bennie, kemudian membetulkan. (Para guru perlu belajar dari Miss Williamson. Kemajuan betapapun sedikitnya, tetap dipuji).
Dari tiga puluh soal, tak satu pun yang benar.
Segera siswa saya ini tampak sedih ketika Bennie diolok-olok dan diejek temannya. Kemudian terperanjat ketika Bennie memukul salah seorang temannya. Mereka juga tertawa lepas ketika nilai rapor Bennie didominasi nilai F. Tak lupa saya mengingatkan supaya meneladani Ibu Bennie, Nyonya Carson. Kelak, ketika mereka menjadi Bapak-bapak dan ibu-ibu, selalu memotivasi anaknya.
Ketika melihat adegan Benni dan abangnya, Curties, direpeti Ibunya karena kebanyakan nonton, siswa saya ini hampir semuanya senyam-senyum. Barangkali serupa dengan kebiasaan buruk mereka. Kebanyakan nonton daripada belajar.
Alangkah lepasnya ketawa siswa ini ketika menyaksikan dan mendengarkan sedikit penjelasan saya di bagian Nyonya Carson berbohong. Bennie kesulitan membaca suatu kata. Kemudian bertanya kepada bundanya. Bundanya yang jelas-jelas tidak bisa baca ini berkelit dengan mengatakan dia butuh kaca mata baru supaya bisa membaca.
Motivasi, Inspirasi dan Perubahan
Kami menyaksikan betapa Nyonya Carson menjadi motivator yang baik buat Bennie. Ibu yang buta huruf ini selalu setia mendampingi kedua anaknya ketika belajar di malam hari. Saya yakin, dengan mendampingi, tak usah pun mengajari, akan membawa dampak yang signifikan dalam prestasi belajar siswa. Apalagilah kalau orang tua sungguh-sungguh memberikan perhatian, sebisa mungkin mengajar dan mendidik siswa.
Adegan lucu berikut, ketika Benjamin berteriak Yess padahal hanya dapat nilai D saja. Biasanya selalu mendapat nilai F. Kami juga tertawa lepas bersama.
Saya terkesan ketika menyaksikan bahwa ternyata kotbah dapat begitu menginspirasi siswa. Bennie Bercita-cita menjadi dokter missionaries ketika mendengar kotbah yang bercerita tentang dokter yang juga missionaries yang dikepung oleh bandit, tapi diselamatkan oleh Tuhan melalui kehadiran blue mouse. Anak ini langsung mengkhayalkan, bahwa dia sendiri dokter-missionaris itu. Sejak saat itu, Bennie lebih giat belajar. Dan akhirnya bisa mendapat nilai A.
Ketika Ibu Bennie mulai bekerja di rumah seorang professor, inilah menjadi ‘revolusi’ cara belajar bagi Bennie dan Curtis. Tepatnya ketika Nyonya Carson membersihkan perpustakaan pribadi professor. Perpustakaan itu demikian banyak buku. Dan Professor itu sendiri sudah membaca hampir semua buku itu. Nyonya Carson tercerahkan. Pulang bekerja, Nyonya Carson memberikan ‘instruksi’ buat kedua anaknya. Mereka dibatasi lagi nonton TV, dan yang paling penting, mereka disuruh mengunjungi perpustakaan. Meminjam dua buku dan menulis laporannya dan memberikan resensinya setiap akhir minggu. Walau tadinya keberatan, Bennie dan Curtis ternyata menikmati buku-buku mereka. Sekarang mereka sudah rajin membaca. Di kamar mandi sambil ngebom,Bennie bahkan membaca. Kedua bersaudara itu kini berbelok. Tak lagi menikmati sinetron, tetapi terjun bersama, larut dengan acara Kuis yang justru makin mendorong mereka untuk lebih giat membaca dan belajar. Bennie si dungu akhirnya ‘mati’, dan lahirlah Benie si Cerdas. Bennie bahkan akan menjadi juara dan mendapat sertifikat seandainya guru yang rasial keberatan, karena Bennie kulit hitam.
Refleksi
Kami bahkan tidak sampai menikmati separuh dari film ini ketika lonceng berbunyi. Ketika lonceng berbunyi, para siswa terkesan ‘kecewa’, barangkali seperti rasa tidak senang kita mendengar lagu yang tiba-tiba mati ketika akan refrain. Segera saya majukan ke bagian akhir film. Bagian operasi kembar Siam sebagai lanjutan dari cerita di awal durasi. Siswa-siswa saya sangat terkesan, tampak ngeri, dengan scene dan aktivitas operasi.
Kemudian, segera saya tampilkan kesuksesan-kesuksen Dokter Carson sebagai tenaga medis. Film ini sebenarnya demikian kaya dengan nilai-nilai dan kebajikan. Dan sangat cocok dijadikan sebagai film motivator dan inspirator untuk siswa maupun orang tua. Hanya dengan tak sampai setengah jalan cerita saja, film ini sudah membuat penontonnya takjub!
Saya yakin, acara nonton bareng serupa ini akan menjadi variasi media dalam mendidik siswa. Semua siswa memandang positif dengan acara ini. Bahkan mereka terbawa arus dinamika emosi tokoh utama. Tampak dimuka mereka wajah-wajah senang, puas dan tergugah ketika menyaksikan film, – walaupun tak sampai separuh jalan cerita --, terjemahan dialog dan penjelasan dari saya di akhir nobar.
Semoga industri perfilman semakin memikirkan, dan lebih sungguh dalam menghadirkan film-film berkualitas, khususnya yang bertemakan pendidikan, dan para guru (semakin) memikirkan dan menikmati kebersamaan dengan siswa. Semoga!
Salam Pendidikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H