Mohon tunggu...
Rustam E. Simamora
Rustam E. Simamora Mohon Tunggu... lainnya -

~=*=~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Budi Kalian tidak Sehat!

22 Mei 2012   02:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:59 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rustam memberi makan ayamnya. Butiran jagung ditabur, menghampar di hadapan ayam-ayamnya. Anak kecil itu memperhatikan rupa ayamnya dengan penuh rasa ingin tahu. Anak itu mengamati badannya. Memperhatikan jalannya. Ayam memiliki mata di samping, tetapi ayam tetap berjalan lurus. Berbeda dengan kepiting. Kepiting memiliki mata di depan, tetapi berjalan ke samping. Rustam siswa kelas lima SD itu memikirkan mata dan cara jalan diri sendiri juga. Mata tepat di wajah. Berjalan bisa maju dan mundur. Bisa ke samping kiri atau kanan. Kami manusia lebih hebat dari ayam, demikian seru Rustam kecil kepada ayam jantan kesayangannya.

Ternyata ayam itu bukan sembarang ayam. Sekonyong-konyong hewan peliharaan itu berkokok, kemudian, “Percuma saja kalian memiliki mata di depan dan memiliki akal sehat“, Jago, ayam jantan itu menggugat, “biarpun mata kalian di depan, mata kalian tidak bisa melihat ke depan dan budi kalian tidak sehat!”. Kemudian Jago berkokok lagi.

Mendengar itu, sontak Rustam kecil histeris, berlari dan merangkul leher ayahnya yang sedang duduk, asyik menulis karangan. Sekali lagi Jago berkokok lagi. Rustam kecil yang tertidur di sofa, terhenyak terbangun dari istirahatnya. Dia berjalan mendekati Ayahnya yang sedang asyik menulis.

“Ada apa, Nak?!”, tanya Pak Simamora dengan perlahan dengan konsentrasi masih melekat pada tulisan.

Rustam kecil bercerita tentang mimpi aneh yang baru saja dialami. Sang Ayah hanya menatap anaknya dengan tersenyum, kemudian mendudukkan Si bungsu di pangkuannya. Ayah mengelus-elus kepala Rustam kecil dengan lembut. Hatinya pun damai. Jiwanya merasa tentram. Rasa lelah yang menyelimuti setelah mengerjakan PR dan membaca dongeng, kebiasaannya pulang dari sekolah, kini sudah menguap. Badannya sekarang sudah segar.

Sementara itu, angan Ayah sedang melayang, terbang tinggi. Di hadapannya buku tulis yang sedang terbuka. Halaman yang nampak berisi tulisan tangan penuh dengan coretan. Tulisan itu mengutip buah pikiran John Stott, bahwa visi adalah ketidakpuasan yang mendalam tentang fakta sebagaimana adanya masa kini, yang membangkitkan pandangan yang amat tajam tentang masa depan yang seharusnya terjadi sebagai kemungkinan.

“Bagaimana kalau sekarang kita ke kebun?”, kemudian ajak Ayah.

“Ayo, pa!” Teriak Si Bungsu dengan mata berbinar. Dia tentunya senang akan berjalan mengitari kebun mereka yang terletak di belakang rumah. Dia senang melihat tanam-tanaman, berburu belalang, mengumpulkan biji markisa yang sudah matang dan berlari kecil mengumpulkan bunga-bungaan yang memikat hatinya.

Ayah pun kemudian menutup manuskrip yang belum jadi itu. Halaman pertama buku tulis bersampul merah itu tertulis, “Tema: Visi,Kepemimpinan, dan Keluhuran Budi”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun