Mohon tunggu...
Rusta Adijaya
Rusta Adijaya Mohon Tunggu... -

Economy | Politics | History | Science | Fiction | Reading Geek, Noob Writer, Coffee Drinker, and QWER user | "The darkest place in hell are reserved for those who maintain neutrality in times of moral crisis." - Dante Alighieri, in Dan Brown's Inferno

Selanjutnya

Tutup

Money

(Opini) Energi Nuklir di Tengah Krisis Energi: Siapkah? Bag 1

5 November 2014   16:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:34 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Mungkin sudah banyak sekali yang membahas tentang energi nuklir dalam beberapa tahun terakhir, terutama didalam forum-forum diskusi maupun tulisan-tulisan melalui blog dan salah satunya media Kompasiana. Ini merupakan tulisan pertama saya di Kompasiana yang akan membahas  "Energi Nuklir di Tengah Krisis Energi: Siapkah?" yang merupakan opini saya yang mana berdasarkan data-data serta riset yang saya baca sehingga tidak menyimpang terlalu jauh dari data yang ada.

Saya ingin membahas ini dikarenakan kemarin, tanggal 3 November 2014, saya iseng-iseng membaca twitter dan kemudian saya melihat bang Poltak Hotradero (@hotradero) membahas tentang pertumbuhan energi di Asia. Pertumbuhan energi yang dimaksud adalah pertumbuhan penggunaan minyak, gas, serta listrik di beberapa negara di Asia. Dikarenakan pertumbuhan energi akan berjalan beriringan dengan pertumbuhan ouput ekonomi, maka tidak heran jika penggunaan energi akan menjadi lebih besar sehingga mau tidak mau kita akan menggunakan energi alternatif untuk mengganti energi yang akan habis ini.

Kita ambil contoh energi adalah energi listrik. Kita ambil data pada tahun 2012-2013. Menurut Detik Finance, komsumsi listrik di Indonesia pada tahun 2013 melonjak hampir 10% dari tahun 2012. Pada tahun 2012, konsumsi listrik di Indonesia sekitar 14,61 Twh dan pada tahun 2013 sebesar 16,07 TWh. Ini menunjukan pertumbuhan ekonomi yang bergairah, terutama dari sektor industri. Namun belakangan ini (menurut pengamatan saya selama menyelam di linimasa) , banyak komplain-komplain yang saya baca di linimasa karena listrik padam terus menerus di beberapa daerah. Apa sebenarnya penyebab padam listrik tersebut?

Mungkin saya akan memulai dari beberapa pertanyaan semisal : "Berapa Mega atau Tera Watt yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh pasok listrik di Indonesia?" , "Berapa banyak Pembangkit Listrik yang sudah dibangun?" , "Berapa konsumsi rata-rata listrik di Indonesia?". Beberapa pertanyaan itu mungkin adalah acuan bagi kita untuk lebih mengerti "Kenapa listrik sering padam?". Penyebabnya, secara teori, dikarenakan konsumsi listrik di Indonesia melebihi jumlah pasokan listrik yang ada di Indonesia. Pasokan listrik di Indonesia didapat dari Pembangkit Listrik yang dibangun di Indonesia, seperti PLTU, PLTA, PLTG, PLTGU, PLTD, PLTP, PLTMG, dan PLTS. Ada banyak pembangkit listrik yang kita miliki, tetapi energi yang kita gunakan, terutama gas dan minyak, pasti akan habis, sehingga kita perlu memikirkan energi alternatif untuk mengganti penggunaan minyak dan gas.

Salah satu opsi yang selalu dibicarakan adalah penggunaan energi nuklir atau PLTN. Opsi ini sangat banyak sekali menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi saya tidak setuju dan menentang pembangunan PLTN dan satu sisi saya juga ingin agar PLTN dibangun di Indonesia. Agaknya, sedikit masih labil dalam menentukan pilihan. Tetapi saya coba memahami untuk saat ini Indonesia belum siap menggunakan energi nuklir. Menurut Prof. Ir. Rinaldy Dalimi, M.Sc. Ph.D yang merupakan anggota Dewan Energi Nasional dan Guru Besar Universitas Indonesia ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan membangun PLTN seperti potensi energi, kondisi geografis Indonesia, keekonomian PLTN, penguasaan teknologi, kebijakan energi nasional, keamanan masyarakat/negara dan lingkungan strategis.

Ada banyak faktor dimana Indonesia belum siap memakai energi nuklir. Selanjutnya kita akan melihat penjelasan faktor-faktor tersebut pada bagian ke 2. Selamat membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun