"Begitulah saat suara itu lenyap, Ki Pinunjul seperti disentakkan dari tidurnya. Setengah geragapan pemuda itu terbangun. Dari wajah serta matanya yang memerah kelihatan sekali bahwa pemuda ini masih kebingungan.
Apa arti yang sebenarnya dari mimpiku tadi, dan siapa pula sesungguhnya lelaki yang berpakaian hitam-hitam tadi. Pikirnya. Tapi karena aku juga tidak tahu ke mana melangkahkan kaki maka ada baiknya aku menuruti apa kata mimpi itu.
Begitulah, sehabis menjalankan sholat dhuhur pemuda utusan Raden Patah itu segera berjalan menuju arah utara seperti isi mimpinya. Sambil berjalan diapun selalu terngiang-ngiang ucapan lelaki yang penuh karohmah itu.
Saat sang Surya menjelang ke peraduan Ki Pinunjul sudah mulai memasuki hutan jati. Tempat yang amat indah, pikirnya. Sebuah hutan yang sebenarnya tidak begitu lebat, terletak di atas dataran yang cukup tinggi. Dari arah utara nampak gunung kapur dengan pemandangan yang sangat menawan.
Lantas yang manakah yang dimaksud dengan pohon jati kembar ngeluk telu itu. Apakah benar pohon itu ada, baru kali ini aku mendengarnya.
Cukup lama prajurit muda itu mencari. Bahkan hampir saja dia berputus asa ketika kakinya tersandung pada sebuah batu. Karena amat lelahnya dia terguling tanpa daya.
"Ya, Allah ! Berilah hambaMu petunjuk", demikian jeritan hatinya.
Dan ternyata memang benar, Tuhan selalu mendengar permintaan hambaNya yang berdo'a dengan sungguh-sungguh (Al Mu'min, a. 60).
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H