Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Wayang, Raden Yuyutsu-Kurawa Pencil (5)

26 Maret 2019   15:20 Diperbarui: 26 Maret 2019   23:48 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini Begawan Abiyasa hanya tinggal berhadapan dengan dua putranya.

"Kulub Drestarasta, kau sudah mendengar sendiri kesanggupan Nini Sugala. Kau tidak boleh menyiakannya, hormatilah ia sebagai penolongmu, sayangilah ia kelak sebagai istrimu. Begitu pula anakmu yang kelak lahir dari rahimnya."

"Kasinggihan rama begawan, " jawab pangeran Drestarasta.

"Dan untuk kamu Widuraa.. ada tugas yang tidak kalah penting."

"Hamba rama begawan."

"Bantulah kangmasmu Drestarasta sebab bagaimanapun juga keadaanmu lebih baik daripadanya. Siapa lagi kalau bukan saudaranya yang harus menolong, sedangkan kangmasmu Pandu telah disibukkan oleh tugas-tugasnya. Kau sanggup Widura?"

"Tentu rama, putranda tidak berkeberatan. "

"Bagus ngger, semoga budi baikmu membawa kebaikan pula bagi kehidupanmu kelak, "kata sang resi, "kalau firasat rama ini benar maka Nini Sugala akan dikaruniai seorang anak. Menjelang kelahirannya kelak boyonglah ia ke Panggombakan, rawatlah ia dan bayinya seperti halnya keluargamu sendiri. Rama yakin kau dan istrimu mampu melakukannya dengan ikhlas Widuraa..!"

Terkesiap hati Widura mendengar wejangan serta kepercayaan dari ramandanya yang tak lain adalah seorang resi linuwih dari pertapaan Retawu. 

Hatinya merasa terharu oleh kelembutan sikap sang rama, maka Raden Widura si anak bungsu itu segera merangkul kaki dan ambyuk menangis di bawah belaian tangan yang kurus kering.

Lebih-lebih Pangeran Drestarasta yang merasa dirinya menjadi beban. Mendengar tangisan adiknya Widura maka iapun ingin ikut larut dalam keharuan. Tangannya segera meraba-raba mencari tempat di mana keduanya berada. Maka di dalam bilik yang agak tersembunyi itu, di saat lewat tengah malam, tiga orang lelaki satu keluarga menangis bersama dibuai oleh perasaan haru yang tak terhingga. Suara tangisan mereka terdengar pelan agak tertahan bagaikan melengkapi nyanyian jengkrik dan belalang di belakang istana kerajaan Astina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun