Oleh: RUS RUSMAN.
Dalam pada itu, Prabu Salya yang sedang mengerahkan aji Candrabirawa masih berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.Â
"Birawa, birawa, birawaa.." tak henti-hentinya mulut si senopati tua itu berkomat-kamit.
Kemenangannya atas para Pandhawa seperti tinggal menunggu waktu.
Sementara tak jauh darinya ia menyaksikan anak-anak bajangnya itu masih bergerak liar. Mengobrak-abrik daya pertahanan Arjuna dan Bima.
Namun tak seberapa lama datanglah sebuah Kereta Kencana Kerajaan Amarta.
Seorang lelaki nampak turun dari pintu kereta yang tak lain adalah Sang Yudistira.Â
Bukan main kagetnya Prabu Salya, seketika itu terbayang dalam benaknya dua satriya kembar anak si Madrim yang tidak lain adalah para keponakan yang sangat dikasihinya.
Tergoyang oleh susana batin itu maka tangannya yang sedang bersilang itu bergetar hebat.Â
Dan orang tua itupun kini hanya bisa berdiri tanpa mampu mengendalikan anak-anak bajang di depannya.
Di pihak lain, Arjuna dan Bima yang menyaksikan kehadiran kakaknya, keduanya segera tanggap ing sasmita. Seperti sama-sama sepakat kedua ksatriya untama segera bergerak meloncat ke belakang.