Pada masa itu di awal abad ke-12, Prabu Mahesa Tandreman atau dikenal pula dengan nama Kuda Lalean dari kerajaan Jenggala terpaksa harus mengungsi ke barat guna menghindari serangan saudaranya.Â
Nafsu dan ambisi memang tak akan pernah berkompromi dengan yang dianggapnya sebagai perintang, meski itu kepada "saudara sendiri".Â
Dan Raden Jayanegara atau Sri Samarawijaya yang berkedudukan di Panjalu (Kediri) adalah manusia biasa yang tentu memiliki rasa cemburu jika ia merasakan ketidakadilan kepada dirinya.
Konon potensi pertikaian sudah bisa dirasakan sejak awal, yaitu sejak pembagian wilayah yang oleh para pembesar Kediri dirasakan sebagai berat sebelah (botseh = abot siseh).Â
Hal itu nampak jelas, adiknya yaitu Raden Jayengrana (Mapanji Garasakan) memperoleh Kahuripan sebagai ibu kotanya, ialah ibukota lama dengan segala fasilitas yang sejak semula ada.Â
Sedangkan Panjalu harus membangun kota baru yaitu Daha yang tentu saja segala sarananya harus memulai dari titik nol.
Di samping itu Kerajaan Jenggala memiliki kekuasaan yang meliputi daerah Malang ke utara sampai Surabaya dan sepanjang pantai utara Jawa.Â
Di wilayah ini banyak sekali pusat-pusat ekonomi seperti beberapa pelabuhan antar pulau seperti Canggu serta pelabuhan antar Negara misalnya Kambang Putih.Â
Ditambah lagi dengan keadaan geografisnya yang landai memungkinkan wilayah ini menjadi lumbung padi terutama di sepanjang aliran sungai brantas.
Berbeda sama sekali dengan Jenggala, Kerajaan Panjalu atau Kediri hanya memiliki pelabuhan sungai kecil-kecil yang potensi ekonominya tidak memadai.Â
Bersambung