Mohon tunggu...
Ruspeni Daesusi
Ruspeni Daesusi Mohon Tunggu... -

saya beraktivitas sebagai ibu rumah tangga dan pendidik anak, juga di kampus dan di kampung kecil pinggir kali

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Pesan Mama

19 Oktober 2013   06:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:20 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1382138818542409253

sumber gambar : mancingpro.com

PESAN MAMA

No peserta : 410

Seekor ikan baronang bernama Barcil melihat beberapa potong makanan berbentuk segi empat melayang-layang di sepanjang perairan. Perairan itu tempat Barcil biasa bermain bersama teman-temannya. Barcil lalu memberi tahu teman-temannya.

“Hoeeeee…, teman-teman…. Sepertinya ada santapan lezat. Buunya haruuum banget. Ayo kita serbu!!” seru Barcil.

Gerombolan ikan-ikan kecil serentak mengikuti arah Barcil berenang. Mereka bekejaran menangkap benda warna putih krem yang ditunjukkan Barcil. Riang gembira mereka meliuk-liukkan tubuhnya di tengah suara kecipak kecipuk air di siang yang cerah. Segarnya air laut ditempa terik mentari menjadikan suasana semakin ceria. Sepertinya ini saat tepat untuk berpesta dengan makanan baru yang kelihatannya menggiurkan.

“Barciiiiil, hati-hati Dek. Ingat pesan Mama, tidak boleh makan makanan yang tidak biasa kita makan. Bisa membahayakan…!” teriak Barni mengingatkan adiknya.

“Tenang Kak. Kita coba saja, kayaknya lebih gurih dari rumput laut,” kata Barcil meyakinkan kakaknya. “Hmmm…Kita coba yuuuk..”

“Hmmm .., iya haruuum mmmm… ” sahut ikan-ikan lain sambil menyundul-nyundulkan mulutnya pada makanan yang mereka temui.

Ikan-ikan pipih itu berenang kesana kemari. Bilur-bilur coklat pada kulit tubuh mereka yang berwarna kekuningan, tampak mengkilat oleh sinar matahari. Sesekali tubuh mereka sengaja terdiam dan terayun terbawa arus. Sesekali pula mereka berenang dengan gesit saling mendahului. Beberapa berloncatan ke atas ke bawah. Beberapa yang lain berenang beriringan dan menggerak-gerakkan ekor ke kanan kiri secara serentak. Sedangkan lainnya saling mengepak-ngepakkan sirip tajamnya seperti gerakan terkejut. Suasana yang gembira.

Sejak perairan ini mengandung minyak, rumput-rumput laut tidak banyak tumbuh. Rasa rumput laut tidak selezat dulu. Kini agak pahit dan getir. Seringkali ikan-ikan baronang menelusuri tempat yang agak jauh dari pantai untuk mencari rumput laut yang segar. Pabrik-pabrik membuang sampah yang mengandung racun ke sungai. Racun mengalir bersama aliran sungai sampai ke pantai. Tempat tinggal ikan baronangmenjadi tercemar. Banyak ikan mati keracunan. Namun, gerombolan ikan baronang kecil yang bertahan hidup, tetap semangat menjalani hari-harinya. Mereka mampu beradaptasi dengan keadaan perairan sekarang. Sambil mencari makan mereka tetap bermain, bernyanyi, berjoged, di antara riak air laut yang tidak begitu deras. Keadaan perairan tempat tinggal merekayang makin buruk tidak mengurangi rasa kebersamaan di antara ikan-ikan sesamanya. Mereka malah saling bersatu dan berbagi.

Dipimpin oleh seekor ikan remaja bernama Bary, ikan-ikan baronang kecil saling berbagi makanan. Semua tak sabar untuk segera tahu bagaimana rasa makanan asing itu. Barni semula tidak mau. Ia ingat pesan mama agar waspada dengan sesuatu yang belum pernah dikenalnya. Namun ajakan adik dan teman-teman membuat Barni tertarik menyicipi makanan itu. Ia menjadi lupa pesan mama.

Sesaat Barni mulai menyantap, namun tiba-tiba ia menjerit, “Ahhhhwww…”

Seluruh ikan yang mulai berpesta makanan, tertegun menyaksikan apa yang terjadi pada Barni.

“Ya Allah…Kakak….!!” pekik Barcil.

Tampak seuntai benda tajam tertancap ke dalam mulut kakaknya. Setetes demi setetes warna merah keluar dari mulut Barni dan mewarnaiperairan. Mulut Barni berdarah.

“Teman-teman, hentikan makan!! Itu jebakan manusia!!!” teriak Bary.

Ikan-ikan baru menyadari di dalam makanan berbentuk segiempat itu ada benda tajam.Itulah kail untuk memancing ikan. Tidak pernah disangka, kali ini Barni menjadi korban umpan manusia.

Barni tak berdaya. Ia menahan sakit akibat mata kail tajam memenuhi mulutnya. Kepala menghadap ke atas, sedangkan ekornya ke bawah. Tubuhnya bergerak-gerak lemah seolah ia ingin lepaskan rasa sakitnya. Wajahnya pucat dan mulutnya menganga. Laju napasnya kian cepat namun kekuatannya makin rendah. Semua ikan sungguh tidak tega melihat pemandangan itu.

Tiba-tiba tali kail terangkat. Pertanda manusia akan memanen hasil pancingnya. Tubuh lemah Barni ikut terangkat. Darah terus menetes dari mulut Barni. Bary dan ikan-ikan yang berukuran besar segera menggigit kuat tali kail itu bersama-sama. Barcil dan ikan-ikan berbadan kecil menggesek-gesekkan sirip pada tali dengan sekuat tenaga. Semua sibuk dan berusaha keras memutus tali pancing.

”Ayooo, sedikit lagiii…!!” Bary memberi semangat kepada yang lain. Digigit-gigitnya tali pancing lebih keras.

“Sedikit lagi!! Lebih keras lagi!!”

“Ayooo, jangan berhenti!! Kerahkan tenagamu!!”

“ Lebih keras lagi!!”

“Yaaaahhh … Alhamdulillah ...!!” teriak ikan-ikan.

Tali kail telah putus. Ikan-ikan telah berusaha keras dan melakukan kerja sama yang baik, hingga berhasil memutus tali pancing.

“Kita berhasil teman-teman…” seru si pemimpin, Bary, sambil terengah-engah telah mengerahkan energinya.

“Horeee… Yes.. yes…” teriak Barcil beserta ikan-ikan kecil lain bersahutan.

“Berhasil!! Berhasil!!”

Namun.., ternyata ini bukan masalah kecil. Bukankah kail masih berada di dalam mulut Barni? Tali kail telah putus, tapi mata kail yang tajam tak akan mudah keluar dari mulut Barni!

Semua ikan kembali panik. Mereka lihat tubuh Barni menjadi kaku. Sesekali tampak gerakan lemah dari tubuh yang tak berdaya. Kondisi Barni memburuk. Napasnya kian lemah. Kail masih di dalam mulutnya. Jika benda tajam itu dikeluarkan, maka mulut Barni robek. Gerombolan ikan baronang tak tahu apa yang harus diperbuat untuk menyelamatkan Barni. Mereka hanya berkerumun mengelilingi tubuh Barni.

“Barni kau harus kuat ya.. “ kata Bary berusaha menenangkan.

“Barni kita semua menyayangimu,” bisik Livi sahabatnya. Dikepak-kepakkan siripnya ke tubuh Barni, membelainya dengan kasih.

Barni memandang satu per satu teman-temannya dengan sorot sayu. Ia ingin katakan sesuatu. Namun apalah daya.. sedikit bergerak mulutnya, maka kail tajam akan merobek ke sisi yang lain. Perih yang ia rasakan semakin tak terkira. Saat itu hanya mama dan Barni yang ada dalam pikirannya. Ia ingin minta maaf kepada mama. Ia juga ingin berpesan kepada Barni bahwa pesan mama adalah untuk kebaikan anak-anaknya, jadi jangan sekalipun dilanggar.

Tubuh Barni kian limbung terhanyut oleh air yang mengalir perlahan. Semua ikan makin cemas. Mereka hanya ikan-ikan kecil penghuni lautan, yang tidak memiliki kekuatan dan pengetahuan untuk mengatasi masalah ini. Akhirnya Bary bergegas pergi bermaksud memanggil ikan-ikan dewasa untuk menolong Barni. Namun waktu tidak bisa ditunda.Darah kini tak lagi menetes deras. Semakin pelan dan jarang. Seakan darah hendak habis dari tubuh Barni. Betapa tajamnya kail berukuran kecil itu bagi tubuh seekor ikan mungil. Mengoyak dan mengancam nyawanya.

”Kakak...”Barcil menciumi wajah kakaknya dengan sedih. “Kakak.. maafkan aku, aku tidak memperhatikan nasehatmu, akibatnya Kakak celaka. Kakak...Kakaaak..” Barcil mulai terisak.

Mata Barni terbuka pelan. Ditatap wajah adiknya dengan lembut, menyiratkan kasih sayang yang begitu luas kepada adik kecilnya itu. Seolah hendak diucapkan kepadanya, bahwa ia bersyukur Barcil tidak mendapat celaka. Cukuplah dirinya yang menanggung akibat tidak menuruti pesan mama. Mulut mungil terkoyak itu tak mampu mengeluarkan kata-kata. Lalu mata itu tertutup lagi. Dan tertutup selamanya.

”Kakaaaaak…,” jerit pilu Barcil. Dipeluk tubuh kakaknya yang kini kaku. Tangisan dan pelukan tak mampu menghidupkan kembali tubuh kakak yang lembut dan penyayang itu.

Tubuh Barni luruh. Melayang menuju dasar laut. Penyesalan dan kesedihan begitu dalam dari Barcil, menerima kenyataan kakaknya telah tiada gara-gara sepotong makanan. Barni benar, makanan asing ternyata berbahaya. Dan itu adalah pesan mama. Pesan mama kini terbukti.

Akhirnya tubuh Barcil ikut luruh. Tanpa tenaga ia ikuti kemana arah aliran air. Ikan-ikan lain berusaha untuk menahan dan menolong Barcil yang pingsan. Ikan-ikan baronang itu merasakan penyesalan yang sama. Hari-hari selanjutnya, tak ada lagi kecipak kecipuk tubuh Barni di pantai luas tempat tinggal mereka. Pelajaran berharga hari ini membuat ikan-ikan baronang menjadi bersikap lebih hati-hati. 18.10.13

NB: Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akunFiksiana Community

Silakan bergabung di groupFB Fiksiana Community

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun