Di tahun 1970an, berbarengan dengan populernya nama Andy Warhol dan orang orang yang menjadikan film The Rocky Horror Picture Show sebagai acuan hidup ideal, ada nama Stanley Kubrick yang melejit melalui film film bergenre tidak biasa. Kubrick melejit berkat film Lolita (dari buku populer milik Vladimir Nabokov) menyusul Spacetime Odyssey yang di tahun segitu efek yang digunakan untuk perjalanan luar angkasa bisa dibilang bolehlaah. Kemudian menyusul The Shining dan Dr. Strangelove yang membuat nama beliau ada di jajaran teratas sutradara paling keren sedunia.
Yang saya tidak tau, novel yang baru saja saya habiskan di akhir pekan silam ini ternyata sudah ada filmnya. Film ini disutradari oleh Kubrick dan sebagai penganut paham Apapun Yang Disutradari Kubrick Pastilah Keren dan Patut dibaca versi Bukunya, saya mendapati bahwa meskipun dibutuhkan sedikit waktu untuk beradaptasi dengan gaya bahasa yang digunakan Anthony Burgess (ada campuran bahasa slang Rusia, gaya bahasa selatan Amerika dan beberapa susunan kalimat yang terasa ganjil), buku ini layak saya rawat baik baik untuk generasi selanjutnya.
Kemunculan tokoh Alex yang menggemari violence sepintas mengingatkan saya pada film Pulp Fiction, meski film ini muncul dua dekade selanjutnya, gaya bercerita tokoh Alex DeLarge seolah mengadaptasi duo Vincent Vega dan Jules Winfield.
Di bawah pengaruh minuman ajaib tersebut, keempatnya melakukan kegiatan kriminal mulai dari memukuli gelandangan hingga memperkosa istri orang. Hal hal seperti ini memang terasa seperti "Wah ini filmnya Kubrick banget nih". Semula saya kira buku ini akan berhenti saat Alex masuk penjara dan perlahan bertobat dan menyesali perbuatannya. Namun melihat buku yang baru mencapai separuh, saya harus siap dengan skenario Jatuh Bangun Seorang Kriminal Tobat Kembali ke Masyarakat.
Namun ternyata justru hal hal bombastis baru dimulai dari sini. Alex kemudian ditawari untuk memperpendek masa tahanannya dengan syarat ia harus ikut eksperimen untuk merubah karakter manusia. Tidak, eksperimen ini tidak melibatkan ustadz yang bisa mengeluarkan jin kriminil dari ubun ubun seseorang.
Ia berupa serangkaian tes psikologi dan 'siksaan' mental berupa nonstop menyaksikan tayangan kekerasan. Ditambah dengan dosis obat yang meningkatkan emosi, Alex harus berhadapan dengan mimpi buruk itu hingga akhirnya pada final tes, ia lolos dan dinyatakan aman untuk kembali ke masyarakat.
Sepintas saya teringat pada novel A Most Dangerous Method, tentang Sabina, pesakit jiwa yang kemudian menjalani tes psikologi yang dipimpin oleh Sigmund Freud dan Carl Jung melalu metoda dihadapkan dengan mimpi buruk si pesakit jiwa. Dalam A Clockwork Orange Alex adalah kriminal kelas teri yang bertobat dan telah melunturkan dorongan kekerasan yang harus ditekan sedemikian rupa terhadap tayangan kekerasan.
Eksperimen bernama Ludovico Technique oleh Dr. Brodsky ini bukan satu satunya perihal bombastis di novel A Clockwork Orange. Hal bombastis lainnya adalah Alex menjadi alat perlawanan seorang oposisi negara yang istrinya telah diperkosa Alex di awal cerita!
Dengan menggunakan Alex sebagai contoh gagal dari Ludovico Technique yang digunakan negara untuk menurunkan angka kejahatan namun penuh dengan indikasi pelanggaran hak asasi manusia, F. Alexander penulis buku A Clockwork Orange di dalam novel ini ingin menunjukkan bahwa negara tidak bisa melanjutkan eksperimen tersebut sekaligus membunuh Alex yang telah memperkosa istrinya hingga meninggal.
Sampai di halaman ini saya sampe mangap mangap saking bombastisnya.