Bisa jadi tidak atau belum berhasil, maka perlu menakar kembali kebijakan tersebut dengan beberapa strategi:
Distribusi
Kebijakan pemerintah melalui Kementrian Perdagangan memberlakukan harga minyak goreng Rp 14.000, produk minyak goreng sepanjang masa baru pertama kali diberlakukan dengan satu harga. Di mana, produk ini secara jelas terlihat bahwa berbeda distribusinya dengan minyak bumi yang produsennya hanya satu, yakni Pertamina.
Sedangkan, minyak goreng dimiliki oleh 9 perusahaan besar yakni:
(1) Wilmar (Fortune dan Sania), (2) Musim Mas (Sunco, Amago, dan Voila), (3) PT Salim Ivomas Pratama Tbk/SIMP (Bimoli, Bimoli special, demia dan Happy), (4) Sinar Mas/ SMART Tbk. (Filma, Mitra, Kunci Mas, Palmvita), (5) Asian Agri dan Apical (Camar dan Harumas), (6) Wingsfood (Sedap, Sabrina, Neo), (7) Bina Karya Prima (Tropical, Hemart, Fraiswell, dan Fitri), (8) Tunas Baru Lampung (Rosebrand dan Tawon), dan (9) Damai Sentosa(Dunia, Damai, batik, mamayo, dan Selfie).
Distribusi minyak Goreng dari perusahaan yang memproduksi/produsen sampai ke pelanggan (end user) masih melalui beberapa rantai pasokan distribusi.
Jalur tercepat atau terpendek sampai ke pelanggan minimal melalui 4 tahapan, yakni produsen --> distributor --> retail --> pelanggan. Bandingkan dengan BBM yang hanya tiga tahapan, Kilang --> SPBU --> Pelanggan.
Sehingga, salah satu indikasi bahwa fluktuasi harga minyak goreng saat ini disebabkan perbedaan biaya distribusi, meskipun dari pemerintah sudah ditetapkan harga Rp 14.000.
Perbedaan tersebut akan menimbulkan selisih. Yang mana harus ditutup dan akan diberikan dengan adanya dukungan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 7,6 triliun, berdasarkan laporan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Kompas,18/1/2022).
Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan secara rutin, minimal 1 bulan sekali, terkait dengan implementasi kebijakan ini, dimana kebijakan minyak goreng satu harga diberikan dalam jangka waktu 6 bulan (kurang lebih sampai 18 Juli 2022).
Monitoring yang dilakukan untuk selisih harga ini tidak hanya diberikan untuk minyak goreng kemasan 1 liter saja, tetapi juga diberikan untuk minyak goreng dalam kemasan 2 liter, 5 liter, dan 25 liter.
Akan tetapi kondisi di lapangan justru berbeda karena adanya pembelian dengan pembatasan maksimal 2 liter dengan parsediaan terbatas, maupun pada beberapa retail yang memiliki stok melimpah.