Mohon tunggu...
Rusmini Bintis
Rusmini Bintis Mohon Tunggu... -

Pecinta Kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kronologis dan Permainan Politik Banjir Jakarta

28 November 2013   14:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:34 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir- akhir ini di media sosial hangat dibicarakan tentang sengketa banjir di Jakarta. Jokowi – Ahok terlihat mulai geger akan sumber air yang menyebabkan banjir yang selalu melanda Jakarta setiap tahunnya. Perseteruan antara Jakarata- Depok bermula saat Ahokyang dengan bahasa tidak santun menyalahkan bahwa Depok adalah sumber masalah Banjir di Jakarta.

Ahok berang dan menyalahkan pemkot Depok yang tidak bisa menangani air hujan di Depok sehingga mengalir ke Jakarta. Ia pun dengan nada kesal memberitakan kepada media akan membeli tanah di Depok dan akan membuat waduk agar air tidak terus mengalir hingga ke Ibu kota.

Padahal, kita ketahui bersama bahwa penyebab air mengalir di Jakarta disebabkan daerahnya yang rendah. Sehingga saat musim hujan tiba, air mengalir dari Bogor ke Depok lalu berhenti di Jakarta.Bapak Nur Mahmudi pun menanggapi sentilan pedas Ahok dengan mengatakan bahwa hal itu sunnatullah, bahwa air mengalir dari dataran tinggi ke dataran yang paling rendah.Beliau juga menambahkan bahwa hingga saat ini kita masih membangun daerah masing- masing, apa lagi belum ada surat masuk dari pemerintah DKI Jakarta ke pemkot Depok atas sebuah kerja sama jika memang akan dibuat waduk.

Walaupun sumber utama air adalah dari Bogor, namun Bapak Nur Mahmudi tidak membelas sentilan pedas Ahok. Tidak lama berselang, Jokowi turut angkat bicara. Ia mengatakan bahwa pemkot Depok tidak selayaknya menolak penyelesaian banjir di Jakarta dengan pembangunan Waduk. Sinergitas dalam kinerja pemerintahan sangat diperlukan.Walaupun gaya Jokowi terlihat lebih santun dari pada Ahok, namun ia tetap dengan tegas mengatakan akan membeli sebidang tanah di Depok.

Gubernur JawaBarat ikut bersuara,Ahmad Heriawan yang akrab disapa Aher mengatakan tidak selayaknyapenyelesaian Banjir di Jakarta menjadi ajang saling menyalahkan. Beliau menambahkan, memang dalam hal ini sulit bagi setiap pemerintah daerah untuk dapat bekerja sama dalam pembangunanyang berkaitan dengan daerah perbatasan karena setiap daerah memiliki aturan tersendiri dalam mengatur daerahnya masing- masing. Aher juga menjelaskan bahwa pemerintah pusat perlu turun tangan untuk menyelesaikan pembangunan yang berkaitan dengan daerah perbatasan.

Sesungguhnya, Nur Mahmudi selaku wali kota Depok agak terusik dengan pemberitaan di media yang seperti menyalahkan beliau atas banjir di Jakarta. Orang yang sering disapa Pak Nur itupun kembali menegaskan kepada media bahwa hingga saat ini belum ada surat dari pemerintah DKI Jakarta atas sebuah kerjasama pembelian tanah di Depok. Beliau juga menegaskan silahkan jika Jokowi – Ahok ingin membeli tanah di Depok, tapi tanah tidak bisa dialihpungsikan untuk hal lain. Jika yang dibeli daerah pertanian, maka sampai kapanpun akan menjadi lahan pertanian, jika yang dibeli adalah daerah komersial/ bisnis akan tetap menjadi daerah bisnis dan seterusnya. Karena hal ini berkaitan dengan pembangunan tata letak kota Depok.

Analisis Budaya Politik Kita

Penulis berusaha menyampaikan apa adanya yang telah dikatakan oleh media. Kronologis pemberitaan yang saya paparkan tidak melebihkan atau mengurangkan.Jika kita cermati, ada banyak singgungan politik yang ada. Bahwa tersirat bukan masalah banjir yang utama yang menjadi sasaran penyelesaian masalah, namun ada “sesuatu” di belakangnya.

Mari kita coba pikirkan pertanyaan- pertanyaan ringan ini :

1.Mengapa Ahok dengan kek-khasan gaya bicaranya yang kasar menuding pemkot Depok yang tidak bejus mengatur daerahnya, bukan pemkot Bogor ? Bukankah Depok hanya daerah persinggahan air, bukan sumber air?

2.Mengapa Jokowi mengatakan wali kota Depok, dalam hal ini Nur Mahmudi dianggap tidak mau menerima itikad baik pemerintah DKI Jakarta yang ingin membeli tanah di Depok? Bukankah Pak Nur sudah berulangkali mengatakan kepada media bahwa tidak ada surat yang masuk terkait kerjasama, lalu bagaimana ia mengatakan “ya” atau “tidak”, bukankah sebuah kerjasama harus dalam bentuk hitam di atas putih, perlu rapat, tatap muka dan seterusnya ?

3.Jika memang niat baik Jokowi – Ahok ingin menyelesaikan Banjir, mengapa tidak kunjung mendatangi pemkot Depok atau minimal berupa surat permohonan kerjasama ? Bukan dengan menyerang Nur Mahmudi melalui media dan mengkambinghitamkan pak Nur ?

4.Mengapa Pak Nur Mahmudi tetap sopan dan mempersilahkan Jokowi- Ahok jika ingin membeli tanah Depok ? Karena beliau sosok yang tidak gentar dengan celaan dan tidak pendendam.

5.Mengapa Pak Nur Mahmudi seolah menggantung jawaban antara “ya” dengan mempersilahkan boleh beli tanah Depok, namun terkesan “tidak” untuk pembangunan waduk dengan tidak boleh adanya pengalihan fungsi tanah ? Karena telah ada aturan main pemkot Depok tentang tata ruang kota, jika ingin dirubah tentu harus ada pembahasan lebih lanjut melalui kerja sama yang dibuktikan dengan kesungguhan Jokowi – Ahok dengan permohonan kerjasama melalui hitam di atas putih, bukan dengan cercaan melalui media.

6.Ada apa denga Pak Nur ? Sehingga dipojokkan ? Penulis tidak tahu percis apa penyebabnya. Namun yang jelas, sosok Pak Nur akhir- akhir ini mencuat di media karena berhasil mengantongi sejumlah prestasi. Dinobatkan menjadi Walikota Teladan, Depok menjadi kota sehat dan kota layak anak. Bahkan digadang- dagang menjadi capres 2014 dari PKS.

Semoga kita semua menjadi pembaca yang kritis dan penuh analisis. Wallahu’alam….

Berita Terkait :  http://politik.kompasiana.com/2013/11/26/alasan-pks-memilih-nur-mahmudi-sebagai-capres-2014-613268.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun