Â
Bantul (MTsN 1 Bantul) -- Sebagai slah satu upaya mewujudkan madrasah adiwiyata dengan lingkungan yang hijau dan bersih dari sampah, MTsN 1 Bantul meluncurkan program pembuatan pupuk kompos dalam pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan. Profil Pelajar Rahmatan lil Alamin (P5 PPRA) di semester genap Tahun Pelajaran 2024/2025. Demi kelacaran pembelajaran nantinya MTsN 1 Bantul mengadakan Pelatihan pembuatan kompos yang melibatkan seluruh fasilitator P5 PPRA yang terdiri dari para guru dan wali kelas. Pelatihan tersebut dilaksanakan pada Jumat (03/01/24) di kebun barat madrasah setempat.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan fasilitator dalam membimbing para siswa, dan menerapkan lingkungan yang ramah sampah dan mengoptimalkan pemanfaatannya.
Pembuatan pupuk kompos ini memanfaatkan limbah organik dedaunan kering dan basah dari pemangkasan tanaman sekitar madrasah yang di musim penghujan ini merimbun. Disamping itu juga digunakan sisa-sisa makanan dan minuman. Limbah organik tersebut kemudian ditempatkan di tempat pengomposan yang telah disediakan di lingkungan madrasah. Dalam prosesnya, para fasilitator diajarkan dan disuruh mempraktekkan cara mengelola tumpukan kompos dengan benar, mulai dari menjaga kelembaban, mengaduk kompos secara berkala, hingga mengatur kadar air yang seimbang.
Ditemui di tempat kegiatan, Niken Rizky Amalia Nuraini, S.Pd. yang menjadi nara sumber kegiatan tersebut menyampaikan beberapa cara pembuatan kompos, baik kompos kering, basah, maupun kompos yang menghasilkan air lindi pupuk organik cair.
"Untuk membuat kompos berkualitas baik, membutuhkan beberapa elemen kunci, yakni nitrogen, karbon, oksigen, dan kelembaban. Semua unsur-unsur ini dapat ditemukann dalam sampah organik rumah tangga maupun kebun dan biasanya diklasifikasikan menjadi sampah hijau dan coklat." ujar Niken
"Sampah hijau berfungsi menambahkan unsur nitrogen ke kompos. Sampah hijau ini misalnya kulit sayuran, buah, jamur, teh, ampas kopi, daun hijau, bunga tua, dan potongan rumput, dan sejenisnya. Sampah-sampah tersebut mudah terurai. Sedangkan sampah coklat menyediakan unsur karbon untuk kompos, misalnya daun kering, kardus, kertas, ranting, dan serpihan kayu, dan sebagainya."Â
"Bapak ibu kami harapkan nanti dalam membimbing siswanya tidak ragu-ragu atau setengah-setengah, bahkan merasa jijik dalam memberikan contoh pembuatan pupuk ini sehingga siswanya juga tidak canggung dalam melaksanakannya," urai Niken lebih lanjut. (nrr) Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H