Anatomi Metawirausaha
Kamis, 11 September 2014 -- Kita sudah cukup banyak membahas soal “Moment Of God” sebagai momentum penting yang memberi jalan kesuksesan kepada Bill Gates, Conrad Hilton, atau Bob Sadino. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, bagaimana caranya orang-orang sukses itu bisa mendapatkan “Moment Of God”? Dan apakah kita juga bisa mendapatkan hal yang sama?
Untuk menjawabnya, kita perlu memahami apa itu “Moment Of God”. Bagaimana terjadinya, serta apa saja yang harus kita perbuat agar kans kita untuk memperoleh momentum seperti itu menjadi besar. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari Metawirausaha, sebuah pengetahuan baru yang merupakan pengembangan dari ilmu kewirausahaan konvensional. Memang sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, tidak ada yang bisa menjamin bahwa setiap praktisi akan bisa mencapai sukses secara optimal. Tapi dengan pendekatan-pendekatan yang benar, serta ijin Tuhan tentunya, insya Allah kita akan bisa sukses.
Bill Gates, Conrad Hilton dan Bob Sadino tentu tidak pernah tahu soal Metawirausaha. Bahkan saya sendiri beserta anak asuh saya yang sukses ketika mendapatkan Momentum Tuhan di Jakarta beberapa tahun yang lalu, juga belum ‘ngeh’ tentang wacana tersebut. Saya baru disadarkan setelah bertemu dengan sinshe saya di Jawa Timur awal tahun ini. Waktu itu beliau memberi penjelasan tentang hubungan antara peristiwa-peristiwa empiris dengan berbagai fenomena supranatural. Maka lahirlah Metawirausaha.
Ada tiga wilayah pembahasan yang membentuk anatomi Metawirausaha secara vertikal. Paling atas adalah wilayah “Religion and Theology”. Meski Metawirausaha bukan subyek keagamaan dan tidak terafiliasi dengan agama apa pun, namun dalam delivery nya, praktisi dianjurkan untuk merujuk ke ajaran kitab suci agama masing-masing. Sebagai contoh, Metawirausaha mengajarkan kita untuk bekerja secara proporsional, yaitu tidak forsir berlebihan dan tetap mementingkan istirahat. Ini selaras dengan ayat Al Quran: “Kami menjadikan malam sebagai pakaian (waktu istirahat), dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan (bekerja).” (QS. al-Naba [78]: 10-11). Ayat dimaksud adalah referensi bagi praktisi beragama Islam. Untuk pemeluk agama lainnya, juga tersedia referensi dari kitab suci masing-masing.
Apakah sepak terjang tokoh-tokoh terkemuka juga terkait dengan agama? Ya, benar. Bill Gates, Hilton, Warren Buffet dan Bob Sadino adalah orang-orang yang beragama dan menjunjung tinggi ketuhanan. Orang sukses yang atheis pun kebanyakan hormat dan tunduk pada kekusaan mutlak dari “Sesuatu Yang Agung” (ref: Dr. Murakami Kazuo).
Wilayah kedua adalah “Spiritualism and Philosophy”. Wilayah ini sangat terkait dengan hukum-hukum alam yang berlaku universal. Untuk memperoleh Momentum Tuhan, praktisi harus tunduk pada hukum-hukum alam tersebut. Kalau tidak, bukannya memperoleh “Moment Of God”, yang bersangkutan malah harus membayar tumbal pada alam semesta. Dalam fisika quantum, isi alam semesta ini terbukti hanya merupakan aliran energi yang terus menerus bergerak dan berubah. Kalau kita ingin sukses, kita harus bergerak selaras dengan aliran energi tersebut. UANG merupakan representasi dari energi alam di dunia nyata, oleh sebab itu uang harus tetap beredar secara berkesinambungan. Barang siapa menahan dan menumpuk uang karena keserakahan, pasti akan mengalami kesulitan hidup dan harus membayar mahal.
Apakah tokoh-tokoh sukses juga memperhatikan hal ini? Ya, tentu saja. Itu sebabnya Bill Gates, Warren Buffet bahkan Jackie Chan (aktor laga) berlomba-lomba menyumbangkan jutaan dolar dari hartanya untuk keperluan kemanusiaan. Pada wilayah ini kita juga akan mengerti kenapa orang-orang yang mengambil jalan pintas untuk memperoleh kekayaan dengan memuja makhluk halus misalnya, harus membayar tumbal dengan jiwanya sendiri atau jiwa salah satu keluarganya di akhir “kontrak”. Atau membayar dengan menjadikan anaknya cacat dan lain sebagainya,
Wilayah ketiga bernama “Science and Technology”. Pada wilayah inilah kita akan bertemu dengan apa yang lazim direkomendasikan dalam ilmu kewirausahaan konvensional, seperti Business Plan, SWOT Theory, Marketing Strategy dan lain sebagainya. Apa bedanya antara yang “meta” dengan yang “konvensional”? Kalau kita ingat salah satu teori bisnis konvensional menganjurkan untuk “meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya”, maka dalam Metawirausaha slogan itu berbunyi “memberi manfaat sebesar-besarnya pada masyarakat, dengan modal sekeil-kecilnya”. Bisnis berbasis syariah yang menjauhi riba adalah salah satu jenis usaha yang sangat direkomendasikan dalam Metawirausaha.
Apakah tokoh-tokoh sukses juga menerapkan slogan tersebut? Ya, betul. Akio Morita pendiri Sony Corp. sangat sedih ketika negerinya luluh lantak dibom atom oleh Amerika. Oleh sebab itu, dia berjanji pada seluruh masyarakat Jepang untuk membantu pembangunan negeri secepat mungkin melalui perusahaannya, Sony. Kim Woo Chong teriris hatinya saat menyadari betapa miskin negaranya selepas Perang Koera. Maka ia pun berkomitmen untuk memakmurkan rakyat Korea melalui Daewoo. Thayeb M. Gobel prihatin saat menyaksikan warga di Jakarta mandi, cuci dan buang hajat di kali Ciliwung yang sangat kotor. Ini indikasi kemiskinan. Maka ia pun berkontribusi membangun kesejahteraan Indonesia dengan mendirikan perusahaan National Gobel.
Pada artikel mendatang, kita akan menjabarkan lebih jauh mengenai anatomi Metawirauasha ini. Semoga bermanfaat.(rh).