Mohon tunggu...
Rusman Hakim
Rusman Hakim Mohon Tunggu... -

Entrepreneurship Consultant

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mesin Manusia Versus Mesin Tuhan

17 September 2014   21:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:25 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mekanisme Kerja Mesin Alam Semesta

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Mekanisme Kerja Mesin Alam Semesta"][/caption] Saat ini jutaan orang di seluruh dunia sedang bekerja keras siang malam, guna berlomba-lomba mengejar kesuksesan pribadi, utamanya dalam bidang finansial. Namun, dari jutaan orang yang berlomba itu, ternyata hanya sebagian kecil saja yang benar-benar sukses. Beberapa orang lainnya justru menjadi korban kerja kerasnya sendiri. Ada yang sakit parah karena kelelahan (exhausted), ada yang menderita stres dan depresi, bahkan ada pula sampai meninggal dunia atau bunuh diri.

Pada umumnya, mayoritas dari peserta lomba tersebut hanya mampu meraih hasil kerja yang minim. Tidak sepadan dengan pengorbanan yang telah mereka dedikasikan sejauh ini. Yang berdagang, memperoleh laba sekitar 10 persenan saja, itu pun dengan susah payah. Yang bekerja di perusahaan, cuma memperoleh kenaikan gaji sebesar 10 persenan juga setiap tahunnya. Padahal mereka merasa telah mempersembahkan nyaris 24 jam dari waktu dan energi yang mereka miliki. Kenapa bisa demikian?

Sebabnya adalah, kebanyakan orang bekerja dengan mengandal pada kepiawaian diri sendiri saja. Mereka merasa mampu karena memiliki kompetensi yang memadai, punya motivasi menyala-nyala serta didukung oleh teknologi tinggi pula. Namun lupa bahwa mereka bekerja di ruang semesta yang mempunyai hukum-hukumnya sendiri, dan itu harus diperhatikan. Biar bagaimana pun, daya upaya yang hanya mengandal pada kemampuan diri sebagai manusia, secara tipikal hanya akan menghasilkan “rate” sebesar 10 persenan tadi. Itulah yang namanya “Mesin Produktivitas Manusia”, atau cukup disebut sebagai “Mesin Manusia”.

Untuk memperoleh Mega Sukses, orang harus bekerja selaras dengan hukum-hukum alam yang berlaku universal. Dengan demikian, “Mesin Manusia” yang aktif akan mengaktifkan juga “Mesin Penggandaan Alam Semesta” (Mesin Tuhan), sehingga hasil yang dicapai nanti akan melambung mencapai ribuan atau jutaan persen, bahkan nyaris mencapai rate tak terhingga. Nah, lalu bagaimana pula cara menyelaraskan mekanisme kerja sehingga “Mesin Manusia” bisa mengaktifkan “Mesin Tuhan”? Perhatikan gambar.

Keharusan manusia untuk bekerja, adalah sebuah keniscayaan. Logika kita yang paling simpel pun mengerti bahwa tanpa kerja, tidak akan ada hasil apa-apa yang dapat kita pergunakan untuk memperoleh nafkah. Kitab-kitab suci memperkuat keharusan ini. Tapi kitab-kitab suci berbagai agama, serta kearifan metafisik yang sudah diketahui manusia, juga mengisyaratkan bahwa harus ada keterlibatan alam semesta (Universe, Tuhan) guna memungkinkan kita memperoleh kesuksesan yang benar-benar signifikan.

Diperlukan sekitar 9 (sembilan) persyaratan pendukung agar supaya aktivitas kerja kita mendapat respons positif dari alam semesta tersebut. Namun di atas itu semua, ada satu persyaratan dasar yang menjadi “infrastruktur wajib” yang harus dipenuhi. Jika persyaratan dasar ini tidak ada, maka kesembilan persyaratan pendukung pun akan sia-sia belaka dan tidak menghasilkan apa-apa. Persyaratan dasar dimaksud adalah sebuah kata sederhana yang sudah begitu sering kita dengar, yaitu “keikhlasan”.

Keikhlasan dalam bekerja sudah menjadi komoditas jualannya para motivator, sehingga nyaris terdengar klise. Akan tetapi, saya berani pastikan bahwa para motivator itu tidak salah. Sebabnya, keikhlasan itu sendiri merupakan sebuah substansi non-material yang amat misterius. Siapa yang bisa menjamin bahwa kita sudah benar-benar ikhlas dalam bekerja? Apa tolok ukurnya? Berapa intensitas keikhlasan yang mampu kita berikan pada pekerjaan kita?

“Bagaimana kurang ikhlas? Bayar zakat, udah. Sedekah, udah. Nyumbang masjid, udah. Nyantunin orang miskin? Kasih makan anak yatim? Udah semua. Bahkan, ada pengemis di jalanan aja, gue lemparin duit.. Apalagi yang kurang ikhlas? Tapi buktinya mana? Usaha gue, karir gue, gini-gini aja tuh.. Jalan di tempat..!” Jika kita mendengar seseorang mengeluh seperti ini, maka itulah saatnya kita mengucapkan puji Tuhan. Karena kata-kata seperti itu menunjukkan bahwa orang itu tidak ikhlas! Dia bukan melakukan banyak hal atas dasar keikhlasan tanpa pamrih, melainkan hanya berusaha “berbisnis” dengan Alam Semesta. Dan alam semesta tidak akan menanggapi ajakan siapa pun untuk berbisnis!

Menjadi pribadi yang ikhlas tidaklah segampang membicarakannya. Diperlukan upaya yang serius dan konsisten. Oleh karena itu, sebelum beranjak lebih jauh, mari periksa lagi, sudah sampai manakah tingkat keikhlasan kita saat ini. Caranya mudah, sebab apabila kita telah benar-benar ikhlas, maka seluruh perilaku, cara berpikir, suasana hati serta sikap dan karakter kita akan berubah pula secara drastis. Hidup menjadi nyaman dengan sendirinya, meski belum ada perubahan fisik-material apa pun. Pada kesempatan mendatang akan kita bahas soal ini agak lebih dalam.(rh)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun