Tulisan ini tadinya untuk menanggapi karya Mas Ibn Ghifarie, "Menodai Hijriah" tapi kok kayanya panjang banget, sehingga ku putuskan untuk menulis hal yang terpisah. Tulisan ini jauh dari sempurna dan benar, perlu renungan tambahan. Namun ku ingin tidak ruet dan panjang. Cape aku membacanya. Semoga ini merupakan awal perenungan berikutnya.
Akal: karunia Allah yang diberikan kepada manusia. Tak tahu aku apakah akal itu ada sejak dilahirkan atau sudah ada sejak di dalam kandungan atau kapan. Tak tahu aku apakah mutu akal yang diberikan sama bagi setiap orang. Namun yang ku tahu akal itu ada sedang mutunya, terserah beliau memberikan kepada yang beliau suka. (maaf: ada insan yang terkebelakang). Namun percayalah bahwa niat beliau adalah baik untuknya, walaupun tampak buruk di mata kita saat itu.
Akal: berkembang sesuai banyak dan ragam informasi yang diserap melalui apa yang dibaca, dilihat, dirasa, yang menggelitik perenungan. Informasi bisa positif bercampur negatif atau negatif bercampur positif, sehingga perenungan seseorang terhadap informasi atau kejadian menjadi berbeda. Belum lagi unsur kondisi dan lingkungan tempat ia berada ikut membentuk pandangan dan sikapnya bertindak.
Akal: saringan atau pedoman seseorang untuk bertingkah laku. Pupuk membentuk akal banyak berada di ayat-ayat kitab suci, yang membedakan benar dan salah, hak dan kewajiban.
Akal: tidak selalu konsisten dengan tindakan. Akal mengatakan jangan, tetapi tangan melempar batu ke fasilitas peribadatan. Salam untuk Mas Ibn Ghifarie dan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H