Masyarakat Riau merasakan angin segar ketika mendapat kabar ketika salah satu perusahaan pelaku pembakaran hutan di Riau harus mendapat hukuman denda Rp 1 triliun. Pelaku pembakaran hutan berupa perusahaan dengan nama NSP (inisial saja) harus divonis PN Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan (LHK) yg sudah berlangsung sejak tahun lalu. NSP harus menyusul perusahaan lainnya yang harus menerima vonis akibat pembakaran hutan yang mengakibatkan bencana kabut asap di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Publik Indonesia tidak akan lupa bagaimana penderitaan warga Sumatera (Riau, Jambi dan Sumsel) serta Kalimantan (Kalsel, Kaltim & Kalteng) yang mendera sebulan lebih sehingga mengakibatkan penyakit paru dan infeksi pernafasan. Kasus yang boleh dikatakan berlangsung setiap tahun akibat ketidaktegasan pemerintah sebelumnya tersebut mencapai puncak ketika asap merebak bukan hanya ke Singapura dan Malaysia, tetapi bahkan berimbas hingga Thailand dan Filipina.
Pulau Sumatera (Riau, Jambi & Sumsel) dan Kalimantan (Kalsel, Kalteng & Kaltim) memang terkenal sebagai daerah penghasil sawit terbesar. Tidak heran apabila setiap tahun menjelang kemarau daerah tersebut harus mengalami kabut asap akibat pembakaran hutan. Hal ini dilakukan perusahaan sawit dengan cara membakar hutan yang telah menjadi lahan milik mereka untuk menghemat biaya pembukaan lahan secara manual. Sudah menjadi rahasia umum bagi warga sekitar ketika asap datang setiap tahunnya ketika kemarau dan hanya menunggu musim hujan di akhir tahun untuk memadamkan asap secara alami.
Lahan gambut yang dijadikan lahan perkebunan sawit teramat sulit dipadamkan. Ribuan pasukan TNI dan relawan pemadam kebakaran hutan hanya sanggup meminimalisasi kebakaran hutan dengan menyemprot air di bagian atas. Lahan gambut yang terdiri dari pembusukan daun-daun selama ratusan tahun tetap menyimpan bara api sedalam 10 meter di bawahnya dan hanya kekuatan alam atau hujan yang sanggup memadamkan bara tersebut hingga tuntas.
Saya tidak akan lupa ketika tahun lalu saya membawa 2 anak saya yang masih balita akibat ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) akibat asap di Pekanbaru, dengan data asuransi dan obat-obatan yang masih tersimpan hingga saat ini. Saya juga menyaksikan puluhan anak-anak pada saat itu mengidap penyakit yang sama. Bahkan beberapa di antaranya harus mengidap TBC akibat asap yang berkepanjangan. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat miris perasaan saya saat itu di rumah sakit.
Kabut asap adalah sebuah bencana, namun kabut asap berbeda dengan bencana lainnya, seperti gempa, tsunami, dll, yang membunuh manusia secara langsung tanpa peringatan. Kabut asap membunuh manusia secara perlahan dengan mengendapkan begitu banyak penyakit saluran pernafasan di tubuh manusia yang akan diketahui beberapa tahun kemudian.Â
Dengan adanya vonis untuk perusahaan pelaku pembakaran hutan, kita masih menunggu vonis yang lebih berat untuk pelaku lainnya sesuai dengan undang-undang yg berlaku. Setidaknya langkah tegas ini bisa menjadi efek jera bagi perusahaan atau pelaku perseorangan pemilik perkebunan untuk tidak membuka lahan sawit dengan cara membakar, yang akan mengakibatkan asap untuk membunuh manusia secara perlahan.
Salam damai..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H