Saat ini kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan di Sumatera Utara masih mencekam. Tercatat hingga saat ini sudah 9 vihara atau kelenteng habis dibakar massa yg marah. Kerusuhan ini awalnya dipicu oleh seorang wanita keturunan Tionghoa yg menegur masjid di seberang rumahnya di Jln. Karya, Tg. Balai. Wanita ini merasa terganggu dengan suara azan dari mesjid yg dinilai terlalu keras. Sontak saja jemaah mesjid langsung mendatangi rumah wanita tersebut untuk melakukan mediasi agar sang wanita meminta maaf, dan mediasi ini berlanjut dengan pelemparan batu hingga perusakan rumah wanita Tionghoa ini. Kejadian yg terjadi jam 8 semalam itu terus berkembang begitu cepat hingga pembakaran vihara dan beberapa rumah serta mobil milik masyarakat setempat.
Aparat keamanan baik dari Polri maupun TNI terlihat berjaga di seluruh penjuru kota yg berjarak 180 km dari Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara. Mediasi antara pemuka agama juga sedang dilakukan untuk menenangkan massa yg marah. Bagaimanapun juga.. kerusuhan ini sangat disayangkan banyak pihak. Massa dinilai terlalu sensitif untuk menanggapi keluhan seorang wanita etnis Tionghoa hingga harus merembet dan menyebabkan kerusakan yg begitu parah. Kalangan etnis Tionghoa sendiri juga menyayangkan sikap wanita itu dan menilai apa yg telah dilakukannya untuk menegur suara azan adalah hal yg tidak perlu dilakukan, sehingga kesempatan ini dipergunakan orang yg tidak bertanggung jawab sebagai pemicu kerusuhan.
Saat ini sangat diharapkan agar massa di Tg. Balai dapat kembali tenang dan membiarkan pemuka agama untuk melakukan mediasi. Kekerasan yg berujung kerusuhan bukanlah jalan keluar yg terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Selain itu masyarakat Tg. Balai dan juga Sumatera Utara dihimbau untuk tidak meneruskan pesan-pesan yg tidak terbukti kebenarannya, baik melalui media sosial ataupun pesan berantai.
Kota Tg. Balai memang terkenal sebagai kota pelabuhan yg terkenal sebagai basis penyelundupan. Konon bisnis haram ini dikuasai mafia dari kalangan etnis Tionghoa yg di-backing aparat dan preman, sehingga membuat masyarakat setempat geram dan menjadi api dalam sekam untuk masalah SARA. Tg. Balai pernah diguncang kerusuhan bersifat SARA pada bulan Mei 1998 silam, yg kemudian merembes ke Jakarta sebagai sejarah kelam yg tidak terlupakan hingga sekarang. Â Meskipun tidak tercatat korban jiwa, kerusuhan tetap merupakan hal yg sangat disayangkan karena harus menimbulkan kerugian material dan juga rasa trauma untuk para korban yg tidak bersalah.
Semoga kejadian di Tg. Balai ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk tidak terlalu cepat terpancing emosi karena kesalahan satu orang saja. Emosi sesaat yg tersulut akan menyebabkan kerugian bagi diri kita sendiri karena telah menghancurkan rasa aman dalam kota bahkan negara yg kita cintai ini. Menang Jadi Arang Kalah Jadi Abu.
Salam Damai..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H