Mohon tunggu...
Ruslan Hakim
Ruslan Hakim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tantangan Adalah Motivasi Untuk Masa Depan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masa Depan di Kedua Tangan Palsu

4 Maret 2014   17:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:16 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap manusia pastinya ingin dilahirkan sempurna, memiliki wajah cantik atau tampan, tinggi badan ideal layaknya artis idola yang sering muncul di layar kaca itulah keinginan manusia, siapa yang tidak mau, kalapun punya rejeki berlebih bisa operasi plastik dan sebagainya untuk mendapatkan kecantikan yang diinginkan, lalu bagaimana jika kita tak seberuntung itu?. Jangankan tak memiliki salah satu organ tubuh ada yang tidak berfungsi saja sungguh membuat kita menderita, sariawan, sakit gigi atau terluka karena sesuatu rasanya dari ujung kepala hingga ujung kaki menderita. Seringkali kita juga melihat orang-orang yang tidak dilahirkan sempurna dari lahir, kehilangan kaki, tangan, mata dan lainnya. Coba kita bayangkan sesaat apabila mata kita tak bisa berfungsi untuk melihat, gelap tidak tahu apa yang ada disekitar, meraba-raba, bisa mendengar tetapi tak bisa melihat sungguh pastinya kita tidak menginginkannya, oleh karenanya mata disebut sebagai jendela dunia alat bagi kita melihat yang ada diseluruh dunia dan melihat seluruh ciptaan Tuhan. Patut bagi kita mensyukuri apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita apapun itu.

Rini (21 tahun), begitu akrab disapa teman-temannya, peserta diklat Rumah Gemilang Indonesia Al-Azhar Sentra Primer angkatan ke 3 ini tampak seperti biasa memasuki ruang kelas Tekhnik Komputer. Tak lama instruktur mulai memerintahkan untuk menghidupkan komputer seluruh siswa setelah aktifitas pagi kajian dan dhuha bersama selesai dilaksanakan tiba pelajaran komputer dimulai. Rini mulai kesulitan jarinya seakan tak terbiasa dan terasa sulit dikendalikan, ini pertama kali baginya belajar komputer bukan karena ia tidak pernah menyentuh perangkat-perangkat canggih itu, tapi jari-jari tangan Rini tak seperti jari-jari manusia normal lainnya, jari-jari itu tak selincah yang kita miliki. Ternyata Rini kehilangan kedua tanggannya, jari-jari hingga pergelangan tangannya adalah palsu bukan yang asli.

Kisah ini terjadi setahun lalu tepat Januari 2013, setelah dua tahun bekerja di sebuah Perusahaan ternama di daerah Cakung Jakarta Timur, Rini bekerja sebagai tenaga packing/pengepakan. Hari itu mungkin bukan hari yang diimpikan oleh Rini bahkan tidak pernah datang dimimpinya, semua berjalan seperti biasa pekerjaan yang sudah dua tahun ia geluti berjalan normal, hingga ceritanya terhenti saat ia sadari jari ini bukan jari tangannya yang dulu. Kejadian itu berawal saat ia mengepakan barang ditempatnya bekerja, ia melihat ada barang yang masuk tanpa melewati proses pengepakan terlebih dahulu sontak Rini berinisiatif mengambil barang tersebut, tapi sekejap mesin press itu dengan cepat meremukkan jari-jari tangannya, niat hati tidak ingin membuat kesalahan ditempat ia bekerja tetapi naas baginya niat itu mengorbankan dua buah tangannya jari hingga pergelangan tangannya harus diamputasi oleh dokter. Rini bukan berasal dari keluarga kaya, orang tuanya bukanlah pengusaha ternama yang bisa mengupayakan pengobatan canggih baginya, orang tuanya hidup serba kekurangan ayah seorang pekerja serabutan ibu hanya ibu rumah tangga yang hidup dari hasil bekerja Rini dan kakak-kakaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Perusahaan hanya memberikan Rini dua buah tangan palsu dan biaya pengobatan selama Rini dirawat di Rumah Sakit, perusahaan menganggap ini adalah kesalahan Rini sehingga Rini dan keluarganya tidak pernah mendapatkan keadilan yang seharusnya.

“kita ini orang kecil, gak punya ilmunya buat menghadapi orang kaya” tutur sang ibu. Kini hari-hari Rini dihadapi dengan kehila

ngan tangannya, ia berjuang keras untuk menerima kenyataan meski awalnya berat bagi Rini. Hingga suatu hari ia menginjakkan kakinya di Rumah Gemilang Indonesia Masjid Raya Al-Azhar Sentra Jakarta Timur sebuah tempat keterampilan bagi generasi usia produktif untuk keluarga tidak mampu, ada semangat kuat untuk bangkit dan menghadapi kenyataan hidup yang sudah terjadi, tak ada kata untuk jatuh dan tenggelam meski ia tahu akan mengalami banyak kesulitan untuk belajar komputer, tapi baginya tidak ada yang tidak mungkin selama ia berusaha keras. Teman-teman barunya kini menjadi penyemangat baginya “saya senang punya teman dan sahabat yang mau menerima saya dan membantu saya menghadapi kesulitan yang saya alami karena kehilangan tangan saya” ucap Rini saat bercerita masuk RGI. Ia ingin menunjukkan bahwa dengan segala keterbatasannya ia bisa belajar mengoperasikan komputer sehingga ia bisa kembali membantu kedua orang tuanya, yang ia butuhkan sebuah semangat, dukungan dan kesabaran. Usaha untuk mendapatkan keadilan terus ia lakukan, menemui menteri ketenagakerjaan dan transmigrasi mungkin ada secercah harapan baginya apapun itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun