Mohon tunggu...
Ruslan .
Ruslan . Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Memanusiakan Penderita Kegilaan

19 Desember 2014   06:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:59 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pemberitaan koran online ‘www.rri.co.id’ beberapa hari yang lalu terkait dengan “Program “Jember Bebas Pasungan 2015”. Usaha itu saya rasa cukup solusi yang sangat mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan. Khususnya bagi mereka yang mengalami abnormlitas, istilah lain yang sering dilontarkan bagi mereka adalah penderita kegilaan. Cukup miris hati kecil saya, tatkala orang yang dikatagorikan gila malah dipasung, diasingkan dengan keluarga, makan, minum dan BAB ditempat yang sama. Itu yang sering saya temukan dalam realitas masyarakat yang terbilang ‘gila’. Lebih ironi lagi, apabila orang tersebut di rantai sepertihalnya hewan buas. Akankah itu manusiawi? tentu tidak.

Bila anda menginginkan rasa kemanusiawian bagi mereka yang menderita abnormal secara psikologis, seyogianya penderita direhabilitasi. Persoalan yang sering kali disodorkan adalah masih minimnya badan rehabilitasi yang bersedia menampung masyarakat yang menderita kegilaan. Bayangkan saja, di Jawa Timur hanya terdapat dua Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yakni RSJ-Menur yang terdapat di Surabaya dan RSJ-Lawang di Malang.

Apabila badan rehabilitasi masih minim, berarti untuk menghapus budaya pasungan bisa dikatagorikan cukup sulit. Memanusiakan manusia memang melalui menyerahan penderita sakit jiwa di RSJ, di rumah pribadi juga bisa. Asalkan saja, dilayani sebagaimana mestinya dan tidak mendiskreditkan posisi mereka sebagai manusia.

Merawat mereka yang mengalami kegilaan tidak seperti mereka yang tidak mengalaminya. Kesabaran dari keluarga dalam merawat harus senantiasa dicurahkan bagi si penderita. Tidak semena-mena menyikapi mereka adalah langkah bijaksana dalam mengangkat harkat kemanusiaan dan tidak pula menelantarkannya.

Kerap kali saya temukan di persimpangan jalan, di tepi-tepi pertokoan besar, di tengah perkotaan atau bahkan pedesaan sekalipun perihal orang gila yang berkeliaran ke sana ke mari dengan keadaan telanjang. Meskipun mereka tidak mempunyai rasa malu, tetapi setidaknya dari keluarga mencarinya dan merawatnya dengan baik di rumah. Akan tetapi, pasti tidak sedikit, yang masih terlantar entah alasannya cukup beragam.

Maka dari itu, dalam tulisan ini saya ingin mengungkapkan keinginan saya, bila di rumah sakit terdapat rumah sakit keliling, maka untuk RSJ seyogianya terdapat RSJ keliling pula. Penyembuhan atau treatment diberikan ditempat ia menemukan pasien. Setelah ditreatmen bisa dimasukkan ke mobil RSJ keliling guna mendapatkan perawatan selanjutnya di rumah sakit jiwa setempat.

Memang sudah saatnya, pemerintah memerhatikan persoalan kegilaan ini, tidak semena-mena, dari golongan kayalah yang hanya bisa masuk dan merasakan perawatan kejiwaan di rumah sakit jiwa. Dari kalangan miskinpun saya rasa juga berhak untuk mendapatkan perawatan seperti demikian, atas dasar kemanusiaan.

Melepas arogansi grade perekonomian bagi penderita kegilaan sebagian langkah taktis untuk meminimalisir ketelantaran para penderita gangguan jiwa. Akan, tetapi perlu diingat hal itu tidak akan terealisasi apabila RSJ yang ada masih sangat minim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun