Apabila anda seorang muslim, maka tentunya sudah tahu kisah Rasulullah dalam Islam. Peranannya begitu besar dalam menyebarluaskan agama Islam. sepertihalnya agama-agama lain, agama Islam juga mempunyai kitab suci, yang dikenal dengan al-Qur’an. Menurut catatan sejarah, ayat pertama diterima Rasulullah di Gua Hiro’, gua yang terdapat di perbukitan tinggi. Setelah mendapat wahyu Nabipun menyebarkannya, mulai dari kerabat terdekat hingga pada orang-orang yang hidup disekitar Nabi.
Persoalan muncul, ketika Nabi hendak menyebarkannya ke orang-orang yang berada di wilayahnya tersebut. Tak sedikit yang tidak percaya akan agama dan wahyu yang dibawa Nabi. Malahan, orang-orang tersebut (kaum Jahiliyyah) mengira, Nabi telah ‘mengada-ngada’ terkait dengan agama baru kala itu dan juga tentang wahyu yang dia peroleh. Karena, menurut mereka, tidak akan pernah ada Nabi yang membawa agama terlahir dari golongan miskin yang profesi tiap harinya hanya sebagai pengembala kambing.
Perihal wahyu, kaum Jahiliyyah mengira apa yang dianggap ‘wahyu’ oleh Nabi dan disebarkan pada orang-orang adalah hanya karya yang dibuat oleh Nabi sendiri dan anggapan yang lainnya, Nabi telah mencontek kitab-kitab agama sebelumnya. Memang, kala itu karya yang dibuat oleh kalangan Jahili begitu banyak, sehingga kegemaran masyarakat Jahili adalah bersastra.
Terlepas dari itu, sebagaimana kita ketahui, Nabi Muhammad merupakan seorang yang tidak bisa membaca dan menulis (Ummi). Itu sebagai pengejawantahan terhadap prasangka untuk menangkis anggapan kaum Jahili tersebut. Hal ini dikuatkan dengan penafsiran yang diberikan Al-Qurthubi terkait Q.S. Al-A'raaf ayat 157, berkata: "Firman Allah pada al-ummi, berkata Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu: Nabi kalian Shalallahu 'Alaihi Wassalam adalah buta huruf tidak bisa menulis, membaca dan berhitung. Kemudian, untuk memberikan penjelasan lelih rinci Allah berfirman Q.S. Al-Ankabuut: 48 yang berbunyi: "Dan kamu (Muhammad) tidak pernah membaca satu kitab pun sebelumnya dan tidak pernah menulis satu kitab pun dengan tangan kananmu."
Dari itu, dapat diyakinkan bahwa Nabi Muhammad memang tidak pernah ‘membuat wahyu’ karena beliau adalah ummi. Apabila difahami secara tekstual, umminya nabi merupakan ketidakmampuan nabi untuk membaca, menulis dan berhitung. Lantas, bagaimana bila dianalisis dengan abnormalitas psikologi? Apakah nabi bisa dikatagorikan sebagai penyandang disabilitas belajar?.
Sebelum men-justmen nabi, maka seyogiayanya terlebih dahulu mengenai yang dimaksud dengan disabilitas belajar. Disabilitas dapat diartikan sebagai ketidakmampuan, berarti bila disabilitas belajar adalah suatu ketidakmampuan yang berkaitan dengan proses belajar. Adapun pembagian disabilitas belajar terbagi menjadi tiga, diantaranya gangguan menulis, gangguan membaca dan gangguan berhitung.
Ketiga gangguan tersebut sama dengan yang dialami nabi Muhammad saw seperti yang telah dipaparkan diatas. Tetapi, perlu diketahui disabilitas belajar biasanya terjadi pada anak dan remaja, yakni usia 7-26 tahun tapi tidak ada perkembangan yang signifikan terkait menulis, membaca dan berhitung pada anak (remaja). Hal tersebut tidak terjadi pada usia dewasa, sedangkan nabi mendapatkan wahyu diusia 40 tahun. Jadi, dapat ditegaskan persoalan yang dialami nabi bukan semata-mata kelainan atau abnormalitas disabilitas belajar. Akan tetapi merupakan pembuktian yang diberikan oleh Allah kepada nabi Muhammad berkaitan dengan anggapan miring yang dilontarkan oleh kaum Jahili. Penyandang disabilitas kerap kali dikorelasikan dengan kebodohan, tentunya, bukan disabilitas yang terdapat pada nabi, karena untuk memimpin agama membutuhkan kemampuan tentang pengetahuan yang luar biasa, bukan dari kalangan bodoh yang tidak tahu membaca, menulis dan berhitung. Semoga bermanfaat !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H