Mohon tunggu...
Ruslan .
Ruslan . Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bayu dan Si Nenek Kayu

9 Desember 2014   06:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:44 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan rintik-rintik disertai angin dan petir yang saling bersautan dihari itu. Sedangkan jam telah menunjukkan jam 13.00 wib, waktu masuk sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI). Sebelum tahun 2006, peserta didik di lingkungan Bayu senantiasa berkesempatan mengenyam dua pendidikan dasar sekaligus. Sekolah dasar (SD) diselenggarakan setiap jam 07.00 sampai jam 11.00 sedangkan mulai jam 13.00 sampai jam 17.00 waktunya masuk MI. Melihat fenomena tersebut, nampak jelas waktu yang dimiliki anak untuk belajar kian lama. Tapi, padatnya pendidikan itu tidak membuat Bayu cepat puas dan males-malesan melainkan tambah rajin dan giat dalam menjalani kedua pendidikan saban hari.

Bayu menjalani kehidupan sama halnya dengan anak seusianya. Hidup dikalangan yang sangat sederhana, ayah Bayu seorang petani, begitupula dengan ibunya. Kemandirian Bayu mulai nampak tatkala ia menempuh jenjang pendidikan dasar. Bentuk kemandirian yang begitu riil ada pada Bayu adalah ketika berangkat sekolah tidak usah diantar oleh orang tua. Bayu berangkat ke SD dengan teman-teman sekelas.

Teman kelas Bayu yang berangkat ke SD dengan jalan yang sama memang tak sedikit, tetapi beda bila berangkat ke MI. Setelah salah satu teman akrabnya memilih untuk pindah ke MI yang lain yang lebih dekat, Bayu tidak punya teman untuk diajak berangkat bareng ke MI. Akan tetapi, komitmennya untuk mengenyam pendidikan di MI yang telah ia mulai dari TK (taman kanak-kanak) di yayasan MI tersebut.

Ketika musim hujan, Bayu tidak berani berangkat ke sekolah sendirian, itu terjadi karena ia pernah mengalami trauma. Trauma yang dialaminya tidak lain, karena ketika ia hendak berangkat ke sekolah dan pada musim hujan, secara tiba-tiba guntur menggelegar dan menyambar antena TV punya tetangganya. Tidak hanya itu, karena kejadian tersebut, aliran listrik di rumahnya juga dikena imbas, sehingga matilah semua aliran listrik di rumahnya selama tiga hari tiga malam. Bersamaan dengan sambaran petir, ia melangkahkan kaki dan payung yang ditangannya, ia berniat untuk berangkat ke sekolah. Semangat dan kerajinannya untuk menimba ilmu sangat besar ia tidak menghiraukan hujan yang jatuh dari langit saat itu bukan hujan air tapi melainkan hujan api yang berasal dari arus pendek aliran listrik yang tersambar petir.

Trauma pada kejadian itu, membuat Bayu tidak berani berangkat ke sekolah sendirian, akhirnya ia-pun meminta bantuan neneknya, untuk mengantarkannya. Maklum, neneknya saat itu tidak terlalu tua, sehingga sangat kuat untuk jalan sesana-kemari. Semangat nenek yang sudi mengantarkan cucunya ke sekolah makin memacu semangat cucunya untuk belajar.

Medan yang ditempuh oleh Bayu untuk sampai ke sekolah cukup menguji adrenalin. Pasalnya, jarak yang dilalui tidak kurang dari 2 Km, jalan setapak disertai jurang yang curam, berlumpur (tak jarang terjadi banjir kala hujan), hutan yang lebat dan pemakaman yang terkesan angker dan tak sedikit orang yang takut untuk melewatinya ketika malam.

Dengan cinta kasih, sang nenek mengantarkan cucunya tersebut ke sekolah, tetapi dalam mengantarkan cucunya sang nenek tidak mau sia-sia. Sekali dayung dua pulau terlampaui, begitulah pepatah yang cocok diberikan kepada nenek. Selain mengantarkan cucu, sang nenek juga mengumpulkan ranting-ranting atau dahan kayu yang jatuh dari pohonnya untuk dibawa pulang dan sebagai perlengkapan masak. Maklum, kala itu pemerintah masih belum mengalokasikan bantuan LPJ dan kompor gas.

Begitu yang terjadi dalam setiap harinya, dengan tulus mengantarkan cucunya ke sekolah dan mendapatkan dahan. Kejadian tersebut berlangsung hingga Bayu menginjak dibangku kelas lima. Karena perasaan malu pada teman yang lain, akhirnya Bayu memutuskan untuk membawa sepeda BMX ke sekolah. Jadi, sejak itu ia tidak tergantung pada si nenek dan begitu pula seterusnya hingga ia lulus.

Setelah Bayu lulus, si nenek masih tetap segar disertai dengan senyuman-senyuman mengumbar semangat Bayu. Tak lupa pula, si nenek kadang memberikan sepatah dua patah kata untuk membakar semangat Bayu dalam belajar. Selain itu pula, ia sering kali bercerita bagaimana kehidupan zaman dulu mulai perang antara Belanda, Jepang dan Indonesia, kerja paksa (rodi & rumosa) hingga pada kisruh yang disebabkan oleh PKI. Cerita-cerita itu yang senantiasa membangkitkan semangat Bayu untuk bangkit, menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Semangat Bayu yang tulus, ia buktikan dengan melanjutkan pendidikan ke bangku MTs (setara SMP) di sebuah pondok pesantren. Pondok yang ditempatinya untuk belajar ilmu agama tersebut bisa dibilang cukup jauh yakni sekitaran 12 Km. Jalanan desa yang pencil atau seukuran untuk mobil dan tak sedikit yang telah berlubang karena tidak ada perbaikan jalan, menjadikan perjalanan ke posisi pondok dirasa cukup jauh. Bertahun-tahun telah berlalu, akhirnya sampailah pendidikan di MA (setara SMA).

Tepat di suatu siang yang tak begitu cerah (mendung), terdengar informasi di kuping Bayu bahwa neneknya terjatuh pingsan di ladang. Mendengar informasi demikian, Bayu langsung bergegas pamitan dari pondok untuk sesegera mungkin memastikan kondisi yang dialami neneknya. Setelah memastikan neneknya siuman, meski posisinya masih terbaring lesu di atas ranjang. Pelbagai dokter didatangkan guna memulihkan kondisi si nenek. Tetapi meskipun berbagai usaha telah dilakukan, kondisi nenek dinyatakan lumpuh karena stroke.

Stroke menurut kesehatan merupakan serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan penyebabnya adalah karena adanya penyumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah menuju otak sehingga pasokan darah dan oksigen ke otak berkurang dan menimbulkan serangkaian reaksi biokimia yang akan merusak atau mematikan sel-sel saraf yang terdapat dalam otak. Adapun yang melatar belakangi penyebab tersebut diantaranya karena masalah depresi, stress, tensi darah, konsomsi alkohol, dan lain sebagainya.

Karena stroke itu, Bayu tidak bisa melihat neneknya berjalan normal. Sekarang kondisi neneknya berada dikursi roda, sedangkan untuk jalan hanya menggunakan satu kaki dibantu dengan tongkat sebagai penyanggah kaki yang lumpuh. Memang tidak bisa dipungkiri, stroke dapat melumpuhkan separuh tubuh bagian kanan, hal itu disebabkan telah terjadi penyumbatan dan atau penyempitan saraf otak sebelah kiri.

Bayu masih berhadap dapat bercanda gurau dan bercerita kembali dengan neneknya yang telah lumpuh tersebut. tentunya, si nenek dapat berbuat seperti itu apabila telah sehat dan bebas dari kelumpuhannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun