Mohon tunggu...
Ruslan Jusuf
Ruslan Jusuf Mohon Tunggu... -

Suka membaca, menulis, travel, dan gemar kuliner tradisional

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zaini Abdullah, Gubernur Aceh yang “Berjarak” dengan Rakyat

4 September 2014   23:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:36 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14098220991030136596

[caption id="attachment_322293" align="aligncenter" width="620" caption="Zaini Abdullah (tempo.co)"][/caption]

MEMASUKI tahun ketiga pasangan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf memimpin Aceh, belum banyak perubahan yang dirasakan oleh masyarakat Aceh. Pasangan yang akrab dengan akronim ‘Zikir’ ini lebih banyak memberikan “janji dan harapan” ketimbang realisasi janji yang berjumlah 21 butir ketika mereka berkampanye di masa pemilukada tahun 2012 silam. Kenyataan ini kian diperparah oleh nepotisme Zaini selaku Gubernur Aceh yang banyak menempatkan sanak famili beserta “orang se- daerah” dalam lingkaran pemerintahan yang ia pimpin. Nuansa etno-sentris ini dianggap bagaikan “angin lalu” tatkala ada pihak yang memberikan masukan atau pun kritikan.

Di bawah kepemimpinan Zaini, pola hubungan feodal kembali mewabah dalam berkomunikasi antara dirinya dengan bawahan dalam menjalankan roda pemerintahan maupun dengan rakyat Aceh. Ia tak malu-malu bermuka masam bila ada rakyat yang tidak memanggilnya sebagai “Abu”. Belum lagi sikap “gila hormat” yang diperlihatkan oleh Zaini. Alhasil, kabar “Asal Bapak Senang” (ABS) era orde baru harus selalu disampaikan oleh bawahannya ketika menghadap Zaini Abdullah. Walaupun fakta menunjukkan hal sebaliknya.

Pola komunikasi Zaini dengan masyarakat Aceh seperti itu tentu saja bertolak belakang dengan sikap egaliter era demokrasi yang berkembang saat ini di Indonesia. Jadi, tidak heran bila ada suara dari kalangan rakyat Aceh yang menyebutkan bahwa pemerintahan Aceh di bawah Zaini Abdullah tak ubahnya dinasti abad pertengahan. Dimana penguasa dan rakyat sangat berjarak serta kritikan terhadap penguasa oleh rakyat dianggap tabu sekaligus “berdosa”.

Semoga Zaini Abdullah mengubah pola hubungannya saat ini dengan masyarakat Aceh. Karena sudah feodal, berjarak dan eksklusif, layaknya raja di abad pertengahan. Mungkin Zaini lupa bahwa ia adalah penguasa (Gubernur) yang dipilih oleh rakyat Aceh. Bukan penguasa turun-temurun berketurunan seperti raja-raja feodal abad pertengahan.

Ruslan Jusuf

Sumber gambar: Warga Tuntut Gubernur Aceh Mundur (tempo.co)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun