Mohon tunggu...
Ruslan Jusuf
Ruslan Jusuf Mohon Tunggu... -

Suka membaca, menulis, travel, dan gemar kuliner tradisional

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hukuman Cambuk di Banda Aceh, Walikota: “Komplain Sama Allah, Bukan Pada Kami”

7 Oktober 2014   02:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:08 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_327656" align="aligncenter" width="512" caption="Hukuman cambuk yang laksanakan di Masjid Lampriek, Banda Aceh (billingsgazette.com)"][/caption]

Dalam gambar di atas, terlihat Illiza Sa'aduddin Djamal sedang memfoto terpidana maisir (judi) yang sedang dicambuk oleh eksekutor.

Illiza Sa’adudin Djamal yang juga merupakan Walikota Banda Aceh tampaknya sedang melakukan aksi “buang badan” ketika memberikan penjelasan tentang pelaksanaan hukuman cambuk yang dilaksanakan di wilayah administrasi yang ia pimpin. Sebagai “jalan pintas”, ia kemudian mencari alibi pembenar terhadap pelaksanaan hukuman cambuk di wilayahnya. Singkatnya, Tuhan pun dijadikan sebagai “dalih” pelaksanaan hukuman yang menjurus pada kekerasan terbuka dan penyiksaan psikologis di hadapan umum.


“Dalam penegakan syariat ini kita tidak bisa intervensi siapa pun, yang kita jalankan hukum Allah, kalau ada warga yang komplain, komplain sama Allah, karena yang kita lakukan menegakkan syariat Allah,” sebut Illiza.

[caption id="attachment_327657" align="aligncenter" width="640" caption="Illiza Saaduddin Djamal, yang juga Walikota Banda Aceh (wartaaceh.com)"]

141259698771034956
141259698771034956
[/caption]

Melihat gelagat Illiza ini, secara sepintas ia memang kelihatan teguh dalam memperjuangkan “hukum Tuhan” yang ia bangga-banggakan. Namun, di sisi lain, ia sepertinya ingin mengalihkan perhatian publik terhadap minimnya pembangunan kota Banda Aceh dan rendahnya kinerja pemerintahan Illiza semenjak meninggalnya almarhum Mawardi Nurdin selaku Walikota Banda Aceh sebelumnya.

***

Mengacu pada tatanan hukum yang berlaku di Republik Indonesia, alasan yang dikemukakan oleh Illiza sungguh tidak rasional. Mengingat, penerapan hukum baru dapat dilaksanakan apabila telah ada landasan hukum yang mengatur tentang suatu perbuatan yang dilarang. Alangkah anehnya bila seorang Walikota sekaliber Illiza “mencari alasan” yang lain di balik penerapan hukuman terhadap seseorang di wilayah yang ia pimpin. Perlu diketahui bahwa Republik Indonesia merupakan Negara hukum. Bukan Negara tanpa hukum yang memberikan kewenangan “aneh” kepada siapa pun yang memimpin di wilayah teritori Republik Indonesia untuk “sesuka hati” menghukum warganegara yang didasarkan pada kehendak individu maupun keinginan sekelompok orang. Apalagi menjadikan Tuhan sebagai “dalih” pembenarnya.

Sebagian masyarakat kota Banda Aceh mungkin akan terbuai bila mendengarkan setiap kata-kata yang dilontarkan oleh Illiza terkait penerapan syari’at Islam. Namun jangan lupa bahwa Illiza bukanlah orang yang punya komitmen dan konsisten dengan “kata manis” yang ia sampaikan tersebut. Cita-citanya yang ingin menjadikan kota Banda Aceh sebagai kota yang madani berlandaskan syari’at Islam perlu ditinjau ulang. Sebab, dalam foto berikut memperlihatkan bahwa Illiza tidak konsisten dengan apa yang ia sampaikan tentang syari’at Islam.

[caption id="attachment_327658" align="aligncenter" width="640" caption="Saat ikut pawai Demokrasi di Amerika Serikat (flickr.com)"]

1412597208850620695
1412597208850620695
[/caption]

Illiza ikut berpawai demokrasi dengan orang-orang yang tidak berbusana sesuai syari'at Islam. Mungkin mumpung di negeri orang, ya....boleh-boleh saja. Tapi, tidak ada kebebasan atau demokrasi bagi masyarakat Aceh, termasuk dalam menggunakan busana atau berpenampilan.

***

Penerapan “syari’at Islam” melalui beberapa qanun (perda) yang menjadi kebanggan segelintir orang di Aceh – utamanya orang-orang “berjubah” yang menganggap dirinya mewakili “seluruh” rakyat Aceh, yang menjadi landasan mereka untuk memfitnah dan menumpuk rupiah – telah banyak menimbulkan masalah yang kian hari kian kompleks. “Gara-gara” hal ini, banyak investor dari luar daerah ragu-ragu menanamkan modalnya di Aceh. Belum lagi, “syari’at Islam” dijadikan alat justifikasi untuk memfitnah orang lain, yang hanya didasarkan pada sentimen pribadi. Baik itu berkaitan dengan bisnis, asmara, dan sebagainya.

Kembali kepada Illiza selaku Walikota Banda Aceh yang dengan mudahnya menganjurkan agar komplain terhadap penerapan hukuman cambuk ditanyakan pada “Tuhan”, agar di kemudian hari merunut kembali bagaimana penerapan aturan hukum yang berlaku di Republik Indonesia dan selanjutnya memberikan alasan yang rasional untuk diterima oleh masyarakat yang paham tentang hukum yang berlaku di Republik Indonesia.

Bukan seperti alasan Illiza yang berseloroh: “komplain pada Allah, bukan kami.” Bila masyarakat menderita, kemiskinan melonjak, indeks kesehatan masyarakat memburuk, korupsi makin parah, apakah Tuhan juga yang akan disalahkan oleh Illiza?

Ruslan

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun