Komunikasi digital adalah cara baru yang semakin populer bagi masyarakat untuk berkomunikasi antara satu sama lain. Komunikasi digital telah menjadi bagian dari kehidupan yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain. Media komunikasi digital meliputi penggunaan internet, media sosial, dan teknologi lainnya untuk mengirim dan menerima informasi.
Peningkatan terhadap jumlah dan intensitas komunikasi digital di Indonesia menyebabkan perlu adanya regulasi media digital. Regulasi digital mengacu pada peraturan yang dibentuk untuk dapat menumbuhkan norma serta memberikan sanksi bagi para pelanggar dari pengguna ruang digital. Regulasi digital dibentuk sebagai upaya dalam memberikan perlindungan hukum bagi pengguna ruang digital dari bahaya tinjak kejahatan digital. Salah satu regulasi digital yang ada di Indonesia adalah UU ITE.
Dewasa ini, ruang media digital Indonesia kerap kali dipenuhi dengan pembahasan mengenai kasus-kasus yang berhubungan dengan UU ITE. Banyak selebriti, tokoh masyarakat, maupun masyarakat awam pada umumnya yang terjerat sanksi akibat dinilai tidak bijak dalam menggunakan sosial media berdasarkan pengaturan yang ada dalam UU ITE. Publik telah berulang kali melakukan pembahasan dan diskusi umum mengenai urgensi dilakukannya revisi terhadap UU ITE. Hal ini dikarenakan, beberapa pasal dalam regulasi ini dianggap memiliki sifat multitafsir, sehingga dalam penerjemahannya dapat dilakukan secara luas dan liar. Akibatnya, masyarakat kerap kali menjuluki UU ITE sebagai produk hukum berpasal karet.
Namun demikian, nyatanya beragam kontroversi yang ada di ruang media digital menaikkan pamor regulasi komunikasi digital di Indonesia. Berdasarkan artikel laporan riset pengamatan yang dilakukan oleh Rusidah Rihadatul Aisy mengenai "Pemahaman Regulasi Komunikasi Digital Pada Orang Dewasa Muda Umur 18-22 Tahun", ditemukan bahwa kelompok dewasa muda cenderung telah teredukasi UU ITE. Pandangan dari para responden sendiri cukup beragam mengenai keberadaan regulasi ini. Sebagian memahami adanya manfaat dan urgensi dari pengaturan dan regulasi mengenai ruang digital di Indonesia yang dilakukan UU ITE. Namun, akibat dari kontroversi yang disebabkan oleh pasal-pasal dalam UU ITE ini, menyebabkan adanya harapan dari masyarakat bagi oknum yang kerap melakukan kriminalisasi dengan berlandaskan pasal karet pada UU ini untuk berhenti.
Permasalahan lain timbul dengan banyaknya pelanggaran terhadap UU ITE yang dilakukan oleh masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran UU ITE tersebut seperti adanya kejahatan hacking, hingga penyebaran video pribadi tanpa persetujuan. Tentu saja hal-hal ini dapat terjadi akibat dari kurangnya kesadaran hukum di tengah masyarakat serta belum tegasnya UU ITE dalam memberikan efek jera bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum digital.
Menanggapi fenomena ini, sebagai civitas akademik dan kelompok terpelajar, perguruan tinggi di Indonesia baik Mahasiswa maupun tenaga pengajar seperti dosen tentunya dapat mengambil langkah untuk berkontribusi terhadap permasalahan ini. Pengkajian ilmu pengetahuan dengan melakukan studi banding terhadap negara-negara lain melalui penelitian yang komprehensif dan mendalam dapat dilakukan dalam melahirkan suatu konsep regulasi ruang digital yang optimal bagi Indonesia.
Selain itu, dalam menanggapi fenomena maraknya pelanggaran terhadap UU ITE di Indonesia, mahasiswa sebagai agent of change dapat melakukan sosialisasi dan kampanye secara lebih lanjut di tengah masyarakat mengenai pentingnya kepatuhan terhadap UU ITE. Mahasiswa juga dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat mengenai cara-cara berkomunikasi digital yang baik dan aman khususnya di tengah dunia Internet yang penuh dengan kejahatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H