Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada, Pil Pahit Yang Harus Ditelan

10 September 2014   00:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:10 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RUU Pilkada menuai pro kontra. Pilkada yang sudah berjalan selama 9 tahun ini hasilnya memang tak semuanya sesuai dengan harapan rakyat. Walau ada beberapa kepala daerah yang tampil cemerlang. Salah satu produk pilkada langsung itu kini sudah terpilih sebagai presiden RI ketujuh, Jokowi adalah produk pilkada langsung. Faktanya yang terjadi  lebih banyak kepala daerah yang tidak becus bekerja, malas dan memakan uang negara alias korupsi. Pilkada langsung tak serta merta menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan membawa kesejahteraan di daerahnya. Macam macam tingkah kepala daerah. Dari kelakuan asusila hingga korupsi uang negara. Dari Dinasti keluarga hingga pecah kongsi dengan pasangannya.

Kini menyeruak ide pilkada via DPRD. Alias pilkada tak langsung. Pilkada jenis ini walau terlihat sangat minimalis dari sisi biaya dan menekan potensi konflik horizontal tapi tetap saja berpotensi untuk terjadinya 'perselingkuhan' antara legislatif dan eksekutif. Bila ini benar terjadi, maka akan ada korupsi dan penyalahgunaan wewenang secara masif dan terkoordinasi. Akhirnya rakyat kembali yang akan kena imbasnya.

Para anggota DPRD akan sangat jumawa, mereka bisa membuat kepala daerah grogi karena hak melengserkan ada pada DPRD. Walau bila dilhat dari sudut lain, pengawasan terhadap kinerja kepala daerah jauh lebih menggigit. DPRD mempunyai peran yang lebih kuat dan lebih penting .

Mana yang lebih Baik ?

RUU Pilkada sedang dalam pembahasan komisi II , penetapannya tanggal 25 September pada sidang paripurna. Mana yang lebih baik sebenarnya antara pilkada langsung vs pilkada tak langsung. Bila dilihat kepala daerah dipilih dan bekerja untuk rakyat maka rakyatlah yang menjadi stake holder, jadi rakyatlah yang harus menentukan sendiri. Walau hantu suap dan beli suara begitu marak dan masif. Money politic masih menjadi cela yang melekat pada pilkada langsung. Pun bila pilkada tak langsung via DPRD, money politic juga tetap akan merebak . Korupsi juga tetap eksis.

Nampaknya buntut pilpres 9 Juli kemarin menjadi alasan RUU Pilkada menuai pro kontra. Pembahasan menjadi seru dan menjadi polemik tersendiri. Koalisi Merah Putih (KMP) memilih opsi pilkada tak langsung, ini seperti mengingatkan publik tentang kekuatan KMP yang menguasai parlementer. Kita berharap dan berprasangka baik bila KMP tidak berniat untuk balas dendam. Pertempuran di parlemen tentu menambah warna berbeda di republik ini. Pertempuran di parlemen pasti akan berimbas pada pemerintahan mendatang.

Bisakah kepala daerah dipilih dengan Panitia Seleksi Mandiri

Ini ide yang mungkin diluar konteks UU Pemilu. namun melihat kinerja kepala daerah yang selama ini melempem dan banyak tersangkut korupsi . Maka ide  kepala daerah dipilih oleh sebuah tim yang profesional dan mandiri. Tim seleksi ini dibentuk untuk menyeleksi kemampuan manajerial, leadership dan kemampuan teknis dalam mengelola sebuah daerah dan segala pengembangan potensinya.

Kepala daerah tidak dipandang sebagai jabatan politik, namun dipandang sebagai jabatan profesional. Sama seperti menteri pembantu utama presiden. Bila ia tak mampu memegang jabatan ia harus segera dilengserkan dan diganti dengan pejabat baru yang lebih kompeten.

Ini memang cuma khayalan saja. Karena UU kita nampaknya tak memungkinkan hal tersebut. Mengangkat kepala daerah yang profesional dan mampu bekerja untuk rakyat. Tidak mengumbar janji palsu. Tidak bekerja asal asalan. Ia digaji besar dan diberikan fasilitas yang cukup. Rasanya Indonesia akan segera makmur dan sejahtera. Siapa mau mendaftar ?

Salam kompasiana,

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun