[caption caption="Sumber Gambar : KATADATA"][/caption]Siang yang terik di Pantai Kalbut, Situbondo tak menyurutkan langkah kami untuk menaiki kapal tunda yang disewa pihak Pertamina untuk mengantar kami menuju kapal tanker milik Pertamina Gas (Pertagas) yang stay di tengah laut . Dua Kapal tanker gas terbesar didunia ini dibeli pihak Pertamina dari perusahaan Korea selatan sebagai kapal penyimpan gas untuk kebutuhan wilayah Indonesia timur. Dua kapal tanker kembar ini mendapat pasokan dari kapal pengisi dari Timur tengah dan kilang LNG Bontang . Kapal Tanker ini kembali memasok ke kapal carrier untuk di distribusikan ke pulau pulau di wilayah Indonesia timur. Pemilihan kapal Tangker super besar jauh lebih efektif ketimbang membangun kilang penampungan didarat.
Itu pengalaman saya melihat langsung upaya Pertamina menjadi perusahaan yang menjaga keamanan energi nasional. Peran menjaga pasokan minyak dan gas mulai dari proses hulu hingga hilir menjadi salah satu tanggung jawab Pertamina. Selaku perusahaan BUMN dibidang energi peran Pertamina sangatlah penting. Apalagi saat ini Indonesia mengalami defisit minyak bumi dan sejak tahun 2003 menjadi net importir minyak . Kebutuhan konsumsi minyak secara nasional mencapai 1,5 juta barrel per hari (bph) sedang produksi dalam negeri hanya menembus angka 825.000 bph . Selisihnya tentu di impor dari negara penghasil minyak yang lain.
Potret Migas Indonesia Saat ini
Era kejayaan minyak Indonesia telah berakhir. Ladang ladang minyak yang dulu menghasilkan hingga 1,5 Juta barel per hari pada era tahun tujuh puluhan kini sudah jauh menurun . Cadangan minyak terbukti Indonesia per Desember 2013 berada pada kisaran 3,46 milyar barel. Dengan cadangan sebesar itu Indonesia berada pada posisi ke-28 diantara negara penghasil minyak dunia.Sebagai pembanding , Venezuela memiliki cadangan sebesar 298,3 milyar barel sedang Arab Saudi memiliki cadangan sebesar 265,9 Milyar barel . Tingkat konsumsi dua negara tersebut sangat jauh dari konsumsi Indonesia. Itu berari tingkat pengurasan minyak Indonesia jauh lebih besar. Dengan cadangan yang begitu melimpah Venezuela memproduksi minyak sebesar 2,73 juta barel perhari sedang Arab saudi memproduksi minyak hingga 11,53 juta barel per hari.
Dari negara pengekspor minyak dunia menjadi pengimpor minyak . Tentu hal ini menjadi kerugian sekaligus tantangan untuk dihadapi. Pemerintah berusaha menambah ladang minyak baru atau memaksimalkan ladang minyak lawas yang masih berproduksi. Walau belum nampak hasilnya, usaha kearah tersebut terus dilakukan. Melalui Pertamina , harapan itu dibentangkan
Pertamina sebagai perusahaan BUMN merasa terpanggil untuk mengatasi masalah energi nasional. Ada empat hal yang menjadi issue utama di bidang energi di Indoensia :
1. Defisit antara produksi dan konsumsi minyak nasional.
2. Distribusi dan ketersedian BBM di seluruh pelosok wilayah Indonesia.
3. Pengelolaan blok migas dilapangan yang telah habis kontrak kerjasama.
4. Pencarian ladang minyak baru yang potensial dan bernilai ekonomis.
Empat hal ini menjadi masalah yang tidak mudah untuk segera diatasi. Investasi di bidang migas dikenal padat modal dan juga padat teknologi . Artinya investasi di bidang migas memerlukan dana yang sangat besar dan membutuhkan teknologi tingkat tinggi yang belum seluruhnya dimiliki anak bangsa.Terutama teknologi eksplorasi laut dalam.
Melebarkan Sayap Ke Luar Negeri untuk Memenuhi Pasokan dalam Negeri
Untuk mengatasi defisit migas yang terjadi Pertamina melakukan ekspansi investasi di lapangan migas di luar negeri . Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) membuka peluang berinvestasi di luar wilayah Indonesia.
Saat ini PIEP telah melakukan tiga investasi di tiga negara berbeda. Melebarkan sayap usaha ke luar negeri adalah salah satu upaya untuk menembus target 2025 mencapai angka 500 ribu barrel per hari. Di tengah menurunnya produduksi migas dalam negeri . Hal yang menjadi salah satu pilihan adalah melakukan ekspansi dengan investasi ke luar negeri.