[caption caption="Karinding , alat musik khas tatar sunda | Foto : Rushan Novaly "][/caption]Pernah dengar kata karinding? bagi orang yang berasal dari Jawa barat atau sebagian Banten mungkin sudah tahu apa yang dimaksud dengan karinding.
Tapi bila belum tahu seperti saya maka ada baiknya saya perkenalkan kesenian musik yang ternyata telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu. Memang sih tidak ada yang tahu pasti sejak kapan kesenian musik karinding ditemukan. Yang pasti seni karinding adalah kesenian daerah tatar sunda yang harus dilestarikan.
Siang itu saya menemui tiga anak muda yang sedang bertugas menjaga sebuah stand di area Tangerang Youth Festival 2015. Seorang diantaranya bernama Pungki. Karena penasaran melihat beberapa bambu yang terlihat unik saya sempatkan bertanya langsung kepada Pungki tentang kesenian musik Karinding . Selain alat musik karinding terdapat pula beberapa jenis alat musik pendukung lainnya seperti Celepung, Gong Tiup dan Bambu air.
Pungki dan beberapa temannya tergabung dalam sebuah komunitas seni tradisional yang bernama BAKKAR yang punya kepanjangan Barak Karinding. Bakkar sendiri lahir dari kepedulian para seniman jalanan yang biasa membawakan alat-alat musik yang terbuat dari bambu. Lahir pada tahun 2010 dan saat ini bermarkas di kampung Pasir Jaha Desa Sentul Jaya Kecamatan Balaraja.
Pungki banyak memberikan keterangan mengenai karinding dan mencoba membunyikan alat musik karinding. Suara yang terdengar khas. Saya jadi ingat intro salah satu lagu Bon Jovi. Suaranya mirip .
Karinding adalah alat musik tiup yang terbuat dari pelepah aren atau bambu dengan ukuran 20 cm X 1 cm. Untuk bahan pembuat karinding haruslah dari bambu khusus yang telah berusia tua. Bahkan ada mitos, untuk mengambil bahan karinding harus diambil ketika suara guntur sedang menggelegar. Benar atau tidaknya mitos ini saya sendiri tidak bisa memastikan.
Karinding terbagi dari tiga bagian. Bagian untuk memegang disebut pancepengan, bagian keluarnya suara /nada yang terdapat jarum disebut cecet ucing atau ekor kucing sedang bagian ujung karinding di sebut panenggeul (pemukul). Nah bila bagian ini dipukul maka jarum akan bergetar lalu rapatkan ke rongga mulut , maka akan didapatkan bunyi yang khas. Si pemain karinding harus mampu mengalirkan udara dari hembusan napas. Improvisasi pemain sangat dibutuhkan, karena karinding harus dimainkan dengan penghayatan perasaan yang khusus.
Karinding menurut ulasan Jaap Kunts yang tertulis pada buku Music In Java adalah “ Tasik district the Jaw’s harp is called karinding only when cut from wood ; when made from bamboo. It is there called Kareng” . Walau pada kenyataannya orang lebih menyebut karinding ketimbang kareng.
Untuk lebih jelasnya saya akan kutip karinding versi ensiklopedia Sunda “ Karinding adalah alat bunyi bunyian dalam karawitan sunda yang dibuat dari pelepah aren atau bambu, dibunyikan dengan pukulan jari tengah dengan rongga mulut sebagai resonator. Dahulu dipergunakan sebagai sarana hiburan para penggembala kerbau atau kambing di kampung kampung. Di daerah Banten , karinding dipergunakan oleh remaja sebagai alat komunikasi waktu mencari kekasih. Alat ini dibunyikan di serambi rumah ketika sore hari saat bersantai setelah bekerja, para gadis yang mendengarkan biasanya mendekati para si penabuh alat ini.”
Karinding menurut peneliti Giar Gardan pada tahun 2012 dengan judul penelitian : Kelompok musik Karinding Attack di Bandung Jawa Barat. Karinding sebagai alat musik masuk dalam kategori aerophone karena karinding berbunyi menggunakan mulut sebagai resonator. Seperti apa yang tertulis dalam sebuah definisi musik berikut ini : “ It is difficult to place the jew’s harp in the system of music instrument . On the other hand it si classified as plucked idiophone , together with the musical clocks : the plucked part of the instrument sounds itself. On the other hand, the jaw’s harp belongs to the aerophones.” (www.danmoi.com)
Lahir Dari Masyarakat Agraris