“Book were my pass to personal freedom , I learned to read at age three and there discovered was a whole world to conquer that went beyond our farm in Mississippi “
Oprah Winfrey
Bagi saya buku bagai harta berharga. Sejak kecil, buku menjadi barang yang selalu lekat dalam hidup saya. Walau karena keterbatasan hidup. Saya hanya mendapatkan pinjaman buku dari perpustakaan sekolah Ayah saya. Saat itu ayah adalah guru disebuah sekolah dasar di Jakarta pusat.
Setiap hari, Ayah selalu membawakan 2-3 buku bacaan untuk saya. Jenisnya rata rata buku pengetahuan umum. Saat itu saya sangat menikmati. Minat membaca saya tumbuh dengan baik. Walau tak ada yang membujuk saya untuk menyukai buku. Dirumah hanya saya satu satunya yang suka membaca, adik adik saya tak mengikuti kebiasaan saya.
Kegemaran saya terhadap buku sebenarnya “given” . Pemberian Tuhan , yang masuk ke dalam perilaku saya. Begitu saya bisa membaca huruf, seluruh bentuk tulisan habis saya baca. Saya masih ingat , ketika naik bajaj bersama ayah dan ibu saya dari rumah ke pertokoan senen , seluruh tulisan yang ada di sepanjang jalan seluruhnya saya baca.
Sayang, kebiasaan membaca yang saya miliki tak menurun kepada anak anak saya. Walau saya sudah memberikan stimulus dengan membelikan buku buku bacaan anak anak. Mengajak ke perpustakaan hingga mengunjungi pameran buku. Rasanya tak mempan.
Anak anak saya lebih suka menonton TV, bermain game atau menggunakan gadget. Walau begitu saya tak menyerah berusaha agar anak saya menyukai buku. Dirumah, saya membangun satu perpustakaan pribadi dengan koleksi lebih dari 1000 judul buku. Hal ini saya lakukan sebagai balas dendam ketika saya kecil. Dimana saya sulit sekali memiliki buku.
Rabu, (15/3/2017) saya mendapat kesempatan untuk mengikuti acara Kafe BCA V. Mengambil tema : Membaca dari Generasi ke Generasi #BelajarLebihBaik. Dari email undangan eksklusif yang saya terima sehari sebelumnya, saya bisa menduga bentuk acara yang akan saya hadiri .
Tapi begitu sampai ditempat acara di Menara BCA lantai 22 saya melihat hal yang cukup surpraise. Tampilan Kafe BCA dihiasi berbagai ornamen buku. Mulai dari, langit langit yang dipenuhi hiasan buku artifisial. Dinding yang juga digambari rak rak buku yang juga artifisial. Bahkan panggung tempat talkshow juga dibuat seperti buku raksasa yang sedang terbuka.
Dalam rundown acara, disebutkan para narasumber yang akan hadir.Semuanya orang orang yang kompeten dibidangnya masing masing. Seperti Syarif Bando kepala Perpustakaan Nasional, Prof Dr Dadang Sunendar M,Hum ,kepala badan pengembagan bahasa, Tjut Rifameutia Umar Ali , Dekan Fakultas Psikologi UI , Lucia Ratih Kusumadewi , dosen fakultas sosiologi UI dan Andy F Noya , Duta Baca Indonesia dan Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja juga hadir selaku tuan rumah.
Tentu saja saya saya tertarik. Didalam keresahan saya melihat minat baca masyarakat Indonesia yang rendah, fasilitas perpustakaan yang belum merata, hingga jarangnya toko buku . Apalagi buku masih dianggap barang yang tidak menjadi prioritas untuk dibeli, kecuali buku teks sekolah . Atau sebaliknya, ada orang yang sangat menyukai buku tapi tak mampu untuk membeli karena mahal. Atau sulitnya akses ke perpustakaan yang cuma ada di ibukota kabupaten.