[caption caption="Perpustakaan Keliling sebagai solusi mencintai buku | Foto : Rushan Novaly"][/caption]Buku bagi saya adalah teman setia. Kemanapun saya pergi, buku selalu tersedia didalam tas. Sejak kanak kanak buku adalah sahabat terbaik yang saya miliki. Sejak kapan saya mencintai buku dan siapa yang mengajarkan saya menyenangi aktifitas membaca memang tak terjawab dengan pasti. Kesukaan saya terhadap buku seperti ‘Given’ sebuah anugrah yang langsung diberikan Tuhan kepada saya.
Tak ada proses eksternal yang membuat saya jatuh hati kepada buku. Hanya saja, Ayahlah yang menangkap kegemaran saya membaca lalu mentransformasikan dengan mendatangkan dua buku setiap hari , hasil pinjaman di perpustakaan sekolahnya.
Lalu hari demi hari saya habiskan dengan membaca buku. Apasaja tema buku akan saya lahap sampai  habis.Membaca menjadi aktifitas yang menyenangkan. Terbalik, bagi sebagian orang yang tersiksa ketika harus membaca buku. Saya bisa berjam jam didepan buku. Menamatkannya lalu mencari buku lain untuk kembali saya baca.
Ketika masih duduk di bangku SD, saya harus rela berjalan kaki dari rumah saya di Kemayoran menuju Jalan Wahidin Sudiro Husodo di bilangan lapangan Banteng . Jaraknya sekitar 3-4 KM. Saya mengambil jalan pintas melalui gang gang sempit dengan satu tujuan : Perpustakaan Balai Pustaka (BP) –saat ini Perpustakaan BP pindah di Jalan Pasar Senen-.
Perpustakaan BP inilah yang menjadi surga saya membaca. Terletak persis dibelakang Kementrian Keuangan. Berada dilantai dua, perpustakaan ini memiliki koleksi buku yang lumayan lengkap. Perburuan buku di perpustakaan ini menjadi semakin sempurna karena ruang bacanya sangat menyenangkan. Â Dari pagi hingga perpustakaan tutup , saya baru pulang.
Biasanya saya juga meminjam buku, Â sebagai oleh oleh bacaan dirumah. Namun saking kepinginnya membaca, buku hasil pinjaman saya baca dalam perjalanan pulang. Sambil berjalan kaki saya masih saja membaca buku. Entah apa yang merasuki saya ketika itu.
Sayangnya, karena ekonomi keluarga yang pas pasan saya tak mampu membeli buku. Saya tak memiliki uang untuk membeli buku baru yang harganya bagi saya ketika itu termasuk dalam kategori : barang mewah.
Namun saya tak lantas patah semangat. Berburu  buku bekas menjadi solusinya. Kawasan terminal senen dan kawasan buku di sekitar kwitang menjadi tempat saya berburu. Harganya tentu jauh lebih murah. Dengan uang Rp 3000 saya bisa memperoleh tiga buah buku bekas. Temanya macam macam, tapi karena saya menyukai sejarah. Maka pilihan saya adalah buku yang punya tema sejarah, khususnya biografi para tokoh nasional maupun internasional.
Memulai Koleksi Buku
Mengoleksi buku sudah saya lakukan sejak saya duduk dibangku SD. Ya, tentu buku bekas. Tapi saya punya cerita menarik tentang seorang kawan sekelas yang punya hobi mentraktir. Uangnya banyak sekali.
Saya selalu diajak kawan ini, tujuannya ke kawasan Senen untuk main Ding Dong, game zaman itu. Ketika itu , mesin mesin game sudah menjadi magnet penarik siswa siswa sekolah. Masih berseragam sekolah tempat Ding Dong menjadi kelas yang lebih menarik minat siswa.