Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menabung, Dari Kisah Celengan Ayam Jago hingga Meja Teller yang Wangi

15 Mei 2016   11:15 Diperbarui: 15 Mei 2016   11:26 2162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang yang hangus karena terbakar (sumber:www.lps.go.id)

Ketika kanak kanak, ada satu kebiasaan yang sebenarnya tidak diajarkan secara khusus oleh orangtua saya namun jadi kebiasaan. Awalnya, saya hanya tertarik dengan bentuk celengan ayam jago yang terbuat dari tanah liat.

Penjualnya seorang lelaki yang kemana mana memikul barang dagangan menggunakan dua kerangjang besar yang terbuat dari ayaman bambu ,isinya beragam gerabah dari tanah liat. Nampak berat, berkeliling  dari satu kampung ke kampung lainnya. Saat itu awal tahun 80-an, Kemayoran  (Jakarta ) masih serupa kampung. Lahan terbuka masih ada, jalan jalan sebagian masih bebatuan. Terutama di wilayah agak kedalam.

Karena minat saya yang besar memiliki celengan ayam jago, saya merengek minta dibelikan. Ibu saya  akhirnya membelikan dua celengan. Satu untuk saya dan yang satu untuk adik saya. Agar adil dan tidak terjadi perang saudara di dalam rumah. Maklum anak anak.

Saya tentu senang sekali, celengan ayam jago yang saya miliki berwarna merah dengan ornamen emas pada sisi sisinya. Walau tak mirip benar dengan ayam jago sungguhan, saya menyimpannya diatas lemari pakaian. Saat itu saya berharap celengan ayam jago itu akan berkokok ketika pagi hari membangunkan saya.

Setelah memiliki celengan ayam jago, saya melihat ada lubang kecil yang berada tepat disamping badan celengan. Kata ibu saya, itu tempat memasukkan uang. “Nanti pas lebaran, celengannya dipecahkan, uangnya dibelikan baju lebaran”. Titah ibu saya ketika itu.

Saya langsung meradang, masa harus memecahkan celengan ayam jago. Pokoknya tidak ada yang boleh memecahkan celengan ayam jago saya. Titik. Berani memecahkan, saya akan marah.

Tapi dasar anak anak ketika itu, saya rajin menyelipkan uang logam kedalam celengan. Jujur saja saya tak mengerti kalau kegiatan menyimpan uang didalam celengan ayam jago adalah proses belajar menabung. Kalau ada uang lebih, saya langsung memanjat lemari pakaian lalu mengambil celengan. Plung....satu uang logam kumal masuk dengan sempurna.

Kegiatan menabung didalam celengan memang ‘hangat hangat tahi ayam’, awalnya sih rajin setelah berjalan beberapa minggu saya mulai lupa untuk menabung. Ketika itu , saya sedang gemar mengadu jangkrik, setiap pulang sekolah kegiatan saya mencari lawan untuk mengadu jangkrik. Jangkriknya saya beli dengan uang jajan.

Tak jarang adu jangkrik berubah menjadi adu jotos karena salah satu pihak tidak terima jangkrik kesayangannya kalah. Perkelahianpun terjadi, saya paling kesal bila harus berkelahi gara gara jangkrik. Maka saya putuskan saya tak mau lagi mengadu jangkrik. krik...krik...

Sayapun kembali mengisi celengan dengan uang jajan saya. Oh ya, saya sebenarnya agak ‘pintar’ didalam kelas,dengan ‘kepintaran’ itulah saya mencari tambahan uang dengan cara memberikan contekan kepada beberapa teman. Syaratnya , si-teman ini harus membayar bila mau dapat contekan. Maka, jadilah saya pemberi  contekan berbayar. Uangnya sebagian saya tabung , sebagian saya pakai untuk beli layangan.  Lucunya, ada saja teman yang mau saya ‘kerjai’. Saya masih ingat nama nama mereka hingga saat ini. Mohon ini tidak ditiru, ya.

Menjelang  lebaran, sesuai perintah ibu saya, celengan ayam jago harus dibuka alias dipecahkan. Kata ibu, uangnya untuk membeli baju lebaran. Saya akhirnya  memecahkan celengan tapi  dengan syarat: saya dibelikan lagi celengan serupa .

Ibu saya meng-iming imingi akan membelikan celengan yang lebih besar. Saya tentu tergiur dan terpengaruh . celengan pun  dipecahkan, prakkk....celengan pecah. Anehnya, uangnya sangat banyak, didominasi uang kertas. Seingat saya , saya tak pernah menabung dengan uang kertas, saya selalu menabung dengan uang logam .itupun dengan jumlah nominal paling kecil.

Rupanya, diam diam ibu saya ikut menabung didalam celengan ayam jago saya. Pantas saja saya dilarang keras membawa celengan saya keluar rumah. Oh, itu rupanya alasannya. Baru saya tahu, ibu ikut menabung untuk menyiapkan uang menjelang lebaran. Jadi , uang baju lebaran saya sudah disiapkan ibu jauh jauh hari.

Saat itu, kami tak mengenal bank. Bagi keluarga kami menyimpan uang  alias menabung di dalam celengan. Baik yang terbuat dari tanah liat, bambu atau kotak kayu yang didesain khusus mirip kotak amal masjid tapi dalam ukuran yang lebih kecil.

Banyak juga yang menyimpan dibawah bantal, dibawah kasur atau dibawah lipatan baju didalam lemari. Bank ketika itu memang belum terjangkau, selain jumlah kantor cabangnya yang masih terbatas. 

Mengenal Tabungan Nasional (Tabanas) di Kantor Pos

Di era pertengahan tahun 80-an, pemerintah mulai menggenjot sosialisai : Ayo Menabung. Uniknya, yang disasar ketika itu adalah pelajar. Saat itu disekolah juga mulai digalakkan untuk menabung. Yang punya gawe para guru kelas. Sebelum pelajaran dimulai siswa yang mau menabung maju kedepan kelas menyetor uang yang akan dicatatkan pada buku tabungan dan buku besar catatan si guru kelas.

 Saya pun  ikut menabung, jumlahnya tidak besar tapi diusahakan tiap hari menabung. Tujuannya hanya satu: untuk biaya diakhir tahun ajaran. Pelajaran menabung disaat itu berlanjut dengan menabung secara serius di kantor pos . Namanya sangat populer ketika itu : Tabanas.

Kenapa di kantor pos ? karena cuma kantor pos yang paling dekat. Saat itu fungsi kantor pos sangat dibutuhkan. Karena semua komunikasi masih terbatas, belum ada internet, jaringan telepon masih terbatas . aktifitas kantor pos cukup dominan. Mungkin karena itu pula menabung di lakukan di kantor pos.

Jarak rumah yang tak terlalu jauh membuat aktifitas menabung menjadi hal yang menyenangkan. Sepulang sekolah dengan bersepeda, saya membawa  buku tabungan dan uang yang jumlahnya juga tidak besar. Dulu petugasnya seorang bapak yang  cukup berumur, terlihat sabar melihat saya menabung. Saya masih ingat dengan jelas, setelah uang diterima lalu dicatat, disisi kanan buku tabungan akan dicap dengan alat stempel yang akan berbunyi keras ketika dipukulkan di buku tabungan.

Motivasi saya menabung saat itu ingin membeli  sepeda baru, tapi karena jumlahnya sedikit saya malah jadi tidak PD. Perlu bertahun tahun agar tabungan saya bisa mencapai jumlah yang cukup untuk membeli sepeda baru. Sedangkan saya, bila uang sudah cukup besar biasanya saya ambil untuk membeli burung merpati, kegemaran saya . Ya, kapan terkumpulnya. Beruntung, ketika saya kelas lima SD keinginan saya memiliki sepeda tercapai .  Ayah menambahkan uang untuk membeli sepeda bekas. Tabungan saya di kantor pos ketika dikuras habis berjumlah  Rp  2.200. Sementara harga sepeda bekas ketika itu Rp 18.000. Jadi berapa uang yang harus ayah saya tambahkan ?

Uang yang hangus karena terbakar (sumber:www.lps.go.id)
Uang yang hangus karena terbakar (sumber:www.lps.go.id)
Kebakaran yang Menghanguskan Uang Simpanan

Musibah kadang datang tiba tiba. Tak ada yang bisa menebak atau menerka datangnya musibah. Kapan dan bagaimana musibah yang akan datang memang misteri Tuhan. Manusia tak pernah tahu . Musibah kebakaran terjadi saat itu. Lokasinya  hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah saya.

Keadaanya sangat kacau. Saya ketika itu sudah duduk dibangku SMP. Semua orang panik karena api yang bergerak sangat cepat. Melahap puluhan rumah yang padat dan terbuat dari material kayu. Saya ketika itu ikut sibuk mengeluarkan barang berharga  dari rumah. Khawatir api akan bergerak kearah rumah saya. Semua surat berharga dan beberapa celengan dikumpulkan ibu saya . Pada kejadian itupula  baru saya tahu , ibu memiliki beberapa celengan uang . Mungkin tabungan untuk beberapa keperluan.

Beruntung kejadian itu tak merembet kearah rumah saya. Petugas pemadam kebakaran dibantu warga berhasil memadamkan api. Tapi , kejadian itulah menjadi tonggak bersejarah. Seorang korban kebakaran, menangis tak kunjung reda. Padahal seluruh anggota keluarganya selamat, surat berharga dan beberapa harga berharga berhasil diselamatkan. Usut punya usust , korban kebakaran ini kehilangan seluruh uang tabungan yang ia simpan di bawah lemari pakaian. Jumlahnya cukup besar, karena akan dipakai untuk ongkos naik haji.

Sejak kebakaran itupula, kebiasaan menabung didalam rumah mulai berubah. Warga ketika itu mulai melirik keberadaan bank. Termasuk keluarga saya. Ibu dan ayah saya langsung membuka sebuah rekening tabungan di sebuah bank pemerintah. Seluruh tabungan di simpan di bank pemerintah tersebut.

Kejadian kebakaran yang merupakan musibah ternyata menjadi pelajaran berharga bagaimana seharusnya menyimpan uang. Bank yang ketika itu masih terasa asing menjadi hal yang biasa. Ternyata menyimpan uang di bank, jauh lebih aman. Terbebas dari musibah dan juga orang jahil.

Krisis Ekonomi Tahun 1997-1998 yang Mengguncang

Kejadian krisis ekonomi di Indonesia terjadi pada pertengahan tahun 1997. Awalnya , hanya merosotnya nilai tukar rupiah terhadap matauang  dolar US. Krisis juga dialami beberapa negara tetangga, dikawasan Asia, Korea Selatan lebih dulu diguncang badai krisis. Lalu berlanjut, ke Thailand, Malaysia lalu Indonesia.

Pondasi ekonomi Indonesia ketika itu sangat rapuh. Beban hutang luar negeri sangatlah tinggi. Ketergantungan barang impor membuat harga barang melambung tinggi didalam negeri. Banyak barang yang tiba tiba melonjak tajam.

Begitu juga sebagian barang yang dibutuhkan seperti minyak, susu dan barang elektronik menjadi sangat mahal.

Selain mahal terjadi pula kelangkaan barang, saya masih ingat bagaimana semua produk susu habis dipasaran. Semua orang berebut ingin membeli. Walau harganya sudah meroket, karena kebutuhan tak lagi dipikirkan.

Krisis nilai tukar lalu berubah menjadi krisis moneter hingga menjalar menjadi  krisis ekonomi yang meluluhlantakan Indonesia.Gelombang PHK besar besaran terjadi karena banyak perusahaan gulung tikar.  Kesehatan keuangan di pasar uang juga terganggu. Bank sebagai institusi keuangan mengalami tekanan yang luar biasa. Ketidakpercayaan nasabah kepada bank membuat pengambilan simpanan di bank begitu massif. Terjadi Rush.

ATM diserbu dan teller bank antri hingga berpuluh puluh meter.Suku bunga bank juga meroket, masuk dalam kategori abnormal, karena berupaya menarik minat nasabah tetap menyimpan uangnya di bank. Krisis likuiditas bank terjadi. Sebagian  bank mulai limbung, rasio kecukupan modal (CAR)  tergerus. Terjadilah penutupan bank oleh pemerintah. Keadaan nampak menjadi parah, karena uang nasabah jadi tak jelas siapa yang bertanggung jawab.

Terpaksa pemerintah turun tangan mengatasi. Padahal krisis terus menghantam. Saat itu ekonomi Indonesia berada dititik nadir. Nasabah yang kehilangan simpanannya di bank yang dilikuidasi membuat sebuah pemikiran untuk menyiapkan sebuah lembaga yang mampu menjamin uang nasabah. Karena pemerintah akhirnya kewalahan juga menangani uang nasabah bank yang jumlahnya sangat banyak.

Saat itu gelombang krisis ekonomi berubah menjadi krisis politik yang berakibat tumbangnya rezim ordebaru. Presiden Suharto mengundurkan diri pada Mei 1998. Keadaan belum menunjukkan perbaikan. Krisis masih terus menerpa. Bank nasional sakit parah.

Restrukturisasi keuangan terus dilakukan. Bank yang sakit masuk dalam penanganan bank sentral. Hingga akhirnya dibentuk badan penyehatan perbankan nasional (BPPN) yang bertanggung jawab mengurusi bank yang sakit yang hampir saja kolaps. BPPN merupakan badan adhoc yang dibentuk karena krisis perbankan yang parah.

Tips Aman Menabung (sumber:www.lps.go.id)
Tips Aman Menabung (sumber:www.lps.go.id)
Menyiapkan Lembaga Penjamin Simpanan

Pada era reformasi, setelah krisis ekonomi dapat dilewati dengan segala pelajaran berharga yang didapat. Banyak hal yang bisa dipelajari ketika krisis keuangan menerpa. Pada sektor bank, diambil kesimpulan untuk menaikan rasio kecukupan modal pada batas aman. Menyuntikan dana segar (bailout) kepada bank yang masih mungkin diselamatkan.

Pada masa itupula dipikirkan untuk segera membuat payung hukum bagi keamanan uang simpanan nasabah.  Pasca krisis ekonomi yang berimbas pada  terganggunya sistem perbankan maka wacana membentuk lembaga penjamin simpanan semakin menguat.

Pembahasan pun dimulai, Pemerintah melalui  Kementrian Keuangan, Bank Indonesia dan para anggota legislatif di DPR mulai menggodok satu undang undang yang bisa memayungi lahirnya lembaga penjamin simpanan (LPS) .

Pada tahun 2004 lahirlah Undang undang nomor 24 yang merupakan payung hukum. Setahun kemudian lahirlah lembaga penjamin simpanan (LPS) . Kehadiran lembaga satu ini digadang gadang akan meningkatkan rasa percaya nasabah kepada bank. Selain itu LPS juga memberikan rasa aman karena uang yang disimpan di bank dalam bentuk tabungan, deposito  dan produk bank lainnya dijamin tak akan hilang selama memenuhi kriteria yang ditetapkan LPS.

Berdasarkan UU No.24 tahun 2004 yang mengatur fungsi dan tugas LPS. Sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab  langsung kepada  presiden . LPS memiliki kewenangan dalam fungsi : 1) Menjamin simpanan nasabah penyimpan. 2) Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

Sementara tugas LPS ada tiga , 1) Menetapkan kebijakan pelaksanaan dan melaksanakan penjamin simpanan. LPS punya tugas membuat kebijakan (regulator) dan juga melaksanakan (operator) dalam penjaminan simpanan nasabah. 2) Menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. LPS merupakan satu dari empat pilar Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK)  Bersama BI, OJK dan Kementrian keuangan, LPS bersinergi  dalam mengawal stabilitas keuangan di Indonesia. Keempat pilar ini bergabung dalam satu forum koordinasi sistem stabilitas keuangan (FKSSK). 3) menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (Bank Resolution). Bila ada permasalahan bank gagal yang terpaksa harus ditutup oleh OJK atas koordinasi FKSSK, maka LPS akan segera meng-inventarisasi jumlah simpanan nasabah pada bank tersebut. LPS bertugas membayarkan simpanan nasabah yang layak bayar setelah selesai melakukan verifikasi data.

lps2-jpg-5737f7de8d7a61100fd4453b.jpg
lps2-jpg-5737f7de8d7a61100fd4453b.jpg
Bagaimana LPS Bekerja  

LPSmerupakan lembaga independen yang saat ini telah bergabung dalam International Association of Deposit Insurance (IADI) , sebuah asosiasi internasional yang terdiri dari 79 anggota lembaga sejenis . IADI sendiri memiliki Core Principal yang merupakan pedoman dalam pembentukan dan pengelolaan Deposit Insurance yang profesional.

Kehadiran LPS merupakan lembaga yang turut serta dalam menjaga stabilitas keuangan. Sejak tahun 2005 , LPS sudah melakukan penanganan klaim terhadap 68 bank beku operasi . Dari 68 bank yang dilikuidasi ini ada Rp 1.289 Milyar total simpanan. Setelah dilakukan rekonver ada Rp 1.013 Milyar yang layak dibayar sedang Rp 276 Milyar tidak layak dibayar.

LPS bekerja sebagai deposit insurance, yang artinya setiap bank yang beroperai baik bank konvensional maupun bank syariah wajib ikut serta dalam program penjaminan. Bank diwajibkan melaporkan jumlah simpanan nasabah dan membayarkan sejumlah premi yang ditetapkan LPS.

Bila terjadi problem bank, dimana indikator keuangan bank dinyatakan tidak sehat maka bank akan masuk dalam pengawasan otoritas jasa keuangan (OJK) . Bank masuk dalam kategori DPK (Dalam Pengawasan Khusus) . Selama bank berstatus DPK , OJK akan berusaha memberikan bantuan manajemen dan pengawasan yang lebih ketat (NET 1). Bank Indonesia sebagai bank sentral juga akan membantu dengan penyuntikan dana sebagai fungsi  Lender of Last Resort (NET 2) .

Namun, bila usaha tersebut juga tidak membuahkan hasil . Bank tetap mengalami tekanan yang berat , kekurangan kecukupan modal, NPL yang membengkak tak terkendali maka   bank akan dimasukkan kedalam kondisi NET 3, dimana LPS akan bersiap melakukan rekonver terhadap jumlah simpanan nasabah. Bank sudah dalam kategori bank gagal yang dicabut izin operasionalnya.  Untuk menghindari bank gagal mempengaruhi sistem perbankan secara nasional maka otoritas fiskal yang dipimpin kementrian keuangan melakukan manajemen krisis (NET 4).

LPS segera bekerja  setelah bank selesai dalam penangan OJK. LPS segera melakukan persiapan pembayaran tahap satu pada lima hari kerja sejak rekonver, lalu dilanjutkan hingga 90 hari kerja pada masa akhir pembayaran klaim nasabah. Bila terjadi perbedaan dan perselisihan maka ditetapkan masa penanganan keberatan hingga masa lima tahun. Masa lima tahun ini digunakan bila ada pihak yang mengajukan gugatan melalui sistem peradilan perdata atau peradilan tata usaha negara (PTUN) .

Pembayaran klaim simpanan nasabah ditetapkan oleh LPS, maksimum pembayaran simpanan per nasabah per bank adalah Rp 2 Milyar. Simpanan nasabah harus tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat suku bunga penjamin (bank syariah dikecualikan) , dan yang terakhir tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, jadi bila memiliki tunggakan hutang maka pembayaran hutang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum simpanan dibayarkan LPS.

Menabung di Bank dan Peran Dalam Merencanakan Keuangan

Perencanaan keuangan didalam keluarga mutlak dilakukan. Dengan sumber pemasukan yang terbatas, sementara pengeluaran bisa tak terbatas bila tak dikontrol dengan baik. Maka peribahasa besar pasak daripada tiang benar adanya.

Dalam  cara Kompasiana Nangkring bersama LPS  yang diadakan pada 29 April 2016 di Midtown Cafe, Satrio Wicaksono dari Tatadana Consulting  membeberkan arus pengeluaran bulanan yang ideal adalah : Tabungan (minamal 10 %), cicilan hutang ( maksimal 30%), Kebutuhan keluarga ( 40%), kebutuhan pribadi (20%) .

Bila melihat urutan, nampaknya menabung mendapat porsi utama alias pertama yang harus disisihkan. Memang sih, untuk urutan bisa jadi perdebatan. Yang penting, uang bulanan yang diterima diawal bulan (bagi orang gajian) harus cukup hingga bulan berikutnya.

Bagaimana mengaturnya, tentu mengikuti berapa uang yang kita punya. Gaya hiduplah yang bisa merusak perencanaan keuangan. Gaya hidup yang tidak sesuai dengan uang yang dipunyai adalah biang dari keruwetan mengatur uang bulanan.

Saya, sendiri sering meihat beberapa teman yang hidup tidak sesuai dengan ‘gaya hidup’ sehingga belum pertengahan bulan sudah kehabisan uang. Saya pernah bertemu seorang OB yang memaksakan membeli smartphone premium yang menurut saya tidak sesuai dengan ‘gaya hidupnya’. Memang sih, keren ,tapi ujungnya malah mendapat cemoohan teman sejawatnya sendiri. Malah ada gosip kurang sedap yang berkembang.

Bukannya tak boleh menikmati hidup. Membeli barang incaran. Memiliki perangkat canggih yang diidam idamkan. Tapi ingat, ada harga yang harus dibayar. Jangan sampai harga yang dibayar malah membuat rencana keuangan kita jadi amburadul. Aturlah keinginan dan batasi agar tidak merusak seluruh kehidupan normal. Jangan sampai memaksakan kehendak dengan cara berhutang tanpa terkendali. Awas , waspadalah.

Saya sih setuju dengan apa yang dipresentasikan  Satrio Wicaksono. Siapkan tabungan untuk dana darurat. Siapkan dana untuk memiliki asuransi. Karena, ada hal yang tidak terduga . Ada yang tidak bisa diprediksi . Bisa saja, musibah datang, bisa saja penyakit hinggap, bisa saja orang terkasih kita membutuhkan bantuan dana secara tiba tiba. Itu yang tak terduga.

Bagaimana bila dana masadepan yang harus kita siapkan , karena dimasa depan ada biaya yang harus kita keluarkan. Seperti dana menikah (khusus bagi para jomblo), dana pendidikan, dana liburan, dana perayaan (khitan, ulang tahun,dll) .

Nah, semuanya perlu pengaturan. Dana harus disiapkan. Seperti kisah ibu saya yang menabung untuk membeli baju lebaran. Sekarang, tentu tak harus menabung didalam celengan atau  bambu yang rentan hilang. Menabunglah di bank, banyak pilihan bank. Mau bank konvensional maupun bank syariah. Sesuai keinginan masing masing.

Hampir disetiap sudut sudah banyak sekali cabang layanan bank. Baik kantor kas, kantor cabang hingga teras bank. Hampir disetiap pasar tradisional ada bank yang bisa melayani tabungan. Untuk membuka tabungan juga tak perlu repot, hanya perlu fotocopy identitas diri (KTP/SIM/Dll) dan membawa setoran awal yang jumlahnya ditentukan masing masing bank. Setoran awal tidak terlalu besar hanya berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu. Malah ada yang kurang dari Rp 100 ribu.

Trik Menyimpan Uang di Bank ala Saya.

Jujur saja trik ini adalah apa yang saya lakukan. Bukan trik para ahli keuangan. Jadi bila tak sesuai , ya jangan ditiru. Namanya juga blogger yang mencoba mengatur keuangan secara mandiri.

Pertama, saya  membatasi membuka rekening tabungan. Hanya ada satu rekening bank yang saya miliki secara pribadi. Karena memang saya tak terlalu membutuhkan banyak rekening bank. Tapi, bila membutuhkan lebih dari satu rekening bank ya harus disesuaikan dengan kebutuhan. Ingat , bank menerapkan biaya administrasi bulanan dan biaya pengelolaan kartu ATM/Debit. Dan harus diingat pula bunga yang diterapkan bank sangatlah kecil. Jangan sampai uang tabungan kita malah berkurang dimakan biaya administrasi dan biaya kartu ATM. Apalagi dimakan sipencuri ‘gaib’ bernama : inflasi.

Kedua, saya menyimpan satu rekening penampungan secara khusus untuk menyimpan dana darurat dan dana pendidikan. Rekening ini tidak disimpan didalam dompet. Karena rekening ini hanya penampungan yang sifatnya menampung dan tidak diambil kecuali memang diperlukan sekali sesuai dengan peruntukannya saja.

Ketiga, Pelajari dan pilih bank yang menerapkan biaya adminsitrasi yang paling ringan. Malah ada bank yang tidak menerapkan biaya administrasi bulanan. Tentu dengan syarat dan ketentuan. Tapi perlu diingat pula kemudahan mengakses bank tersebut.

Keempat. Jangan percaya pada bank yang memberikan bunga tinggi tidak wajar. Pastikan bank tersebut sudah dijamin LPS dan diawasi OJK. Karena bank harus mematuhi bunga acuan BI .

Kelima, pastikan menabung uang dengan jumlah yang cukup untuk masadepan .Menunda memulai menabung akan membuat biaya masadepan menjadi lebih mahal. Simpan di bank, jangan di celengan ayam jago seperti saya kecil dahulu.

Keenam, menabung di bank itu baik dan harus. Tapi memiliki investasi itu juga wajib. Pilih investasi keuangan yang cocok dengan pribadi kita. Jangan mudah terpengaruh dengan ajakan pihak lain sebelum mempelajari dengan baik dan bertanya pada orang yang memiliki ilmu tentang investasi.

Nah, mengatur keuangan itu mudah asal disiplin mematuhi apa yang kita rencanakan sebelumnya. Banyak orang gagal karena melanggar dan terpengaruh dengan ‘gaya hidup’ yang kadang menipu. Jadi diri sendiri itu keren. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun