ATM diserbu dan teller bank antri hingga berpuluh puluh meter.Suku bunga bank juga meroket, masuk dalam kategori abnormal, karena berupaya menarik minat nasabah tetap menyimpan uangnya di bank. Krisis likuiditas bank terjadi. Sebagian  bank mulai limbung, rasio kecukupan modal (CAR)  tergerus. Terjadilah penutupan bank oleh pemerintah. Keadaan nampak menjadi parah, karena uang nasabah jadi tak jelas siapa yang bertanggung jawab.
Terpaksa pemerintah turun tangan mengatasi. Padahal krisis terus menghantam. Saat itu ekonomi Indonesia berada dititik nadir. Nasabah yang kehilangan simpanannya di bank yang dilikuidasi membuat sebuah pemikiran untuk menyiapkan sebuah lembaga yang mampu menjamin uang nasabah. Karena pemerintah akhirnya kewalahan juga menangani uang nasabah bank yang jumlahnya sangat banyak.
Saat itu gelombang krisis ekonomi berubah menjadi krisis politik yang berakibat tumbangnya rezim ordebaru. Presiden Suharto mengundurkan diri pada Mei 1998. Keadaan belum menunjukkan perbaikan. Krisis masih terus menerpa. Bank nasional sakit parah.
Restrukturisasi keuangan terus dilakukan. Bank yang sakit masuk dalam penanganan bank sentral. Hingga akhirnya dibentuk badan penyehatan perbankan nasional (BPPN) yang bertanggung jawab mengurusi bank yang sakit yang hampir saja kolaps. BPPN merupakan badan adhoc yang dibentuk karena krisis perbankan yang parah.
Pada era reformasi, setelah krisis ekonomi dapat dilewati dengan segala pelajaran berharga yang didapat. Banyak hal yang bisa dipelajari ketika krisis keuangan menerpa. Pada sektor bank, diambil kesimpulan untuk menaikan rasio kecukupan modal pada batas aman. Menyuntikan dana segar (bailout) kepada bank yang masih mungkin diselamatkan.
Pada masa itupula dipikirkan untuk segera membuat payung hukum bagi keamanan uang simpanan nasabah.  Pasca krisis ekonomi yang berimbas pada  terganggunya sistem perbankan maka wacana membentuk lembaga penjamin simpanan semakin menguat.
Pembahasan pun dimulai, Pemerintah melalui  Kementrian Keuangan, Bank Indonesia dan para anggota legislatif di DPR mulai menggodok satu undang undang yang bisa memayungi lahirnya lembaga penjamin simpanan (LPS) .
Pada tahun 2004 lahirlah Undang undang nomor 24 yang merupakan payung hukum. Setahun kemudian lahirlah lembaga penjamin simpanan (LPS) . Kehadiran lembaga satu ini digadang gadang akan meningkatkan rasa percaya nasabah kepada bank. Selain itu LPS juga memberikan rasa aman karena uang yang disimpan di bank dalam bentuk tabungan, deposito  dan produk bank lainnya dijamin tak akan hilang selama memenuhi kriteria yang ditetapkan LPS.
Berdasarkan UU No.24 tahun 2004 yang mengatur fungsi dan tugas LPS. Sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab  langsung kepada  presiden . LPS memiliki kewenangan dalam fungsi : 1) Menjamin simpanan nasabah penyimpan. 2) Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Sementara tugas LPS ada tiga , 1) Menetapkan kebijakan pelaksanaan dan melaksanakan penjamin simpanan. LPS punya tugas membuat kebijakan (regulator) dan juga melaksanakan (operator) dalam penjaminan simpanan nasabah. 2) Menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan. LPS merupakan satu dari empat pilar Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK)  Bersama BI, OJK dan Kementrian keuangan, LPS bersinergi  dalam mengawal stabilitas keuangan di Indonesia. Keempat pilar ini bergabung dalam satu forum koordinasi sistem stabilitas keuangan (FKSSK). 3) menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (Bank Resolution). Bila ada permasalahan bank gagal yang terpaksa harus ditutup oleh OJK atas koordinasi FKSSK, maka LPS akan segera meng-inventarisasi jumlah simpanan nasabah pada bank tersebut. LPS bertugas membayarkan simpanan nasabah yang layak bayar setelah selesai melakukan verifikasi data.