Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Memilih Sarinah?

15 Januari 2016   04:42 Diperbarui: 15 Januari 2016   07:27 1281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sarinah memang bersinar ketika itu. Presiden Barack Obama saja masih ingat masa kecilnya sering diajak berbelanja di kawasan Sarinah. Sebuah kenangan masakecil Barak Obama tentang Indonesia adalah Sarinah.

Saat ini pamor Sarinah tidak secemerlang saat era tahun enam puluhan dan awal tahun tujuh puluhan. Dimana pusat perbelanjaan belum menjamur seperti saat ini. Sarinah tak ada lawan ketika itu. Paling banter Pusat belanja di Pasar baru dan kawasan pecinan glodok, Pusat grosir Tanah abang sendiri belum sebesar saat ini. Tanah abang masih berupa pasar tradisional malah menjadi pasar hewan pusat penjualan kambing .

Seiring waktu pamor Sarinah tergeser dengan berdirinya mal dan pusat belanja modern di seantero Jakarta. Sarinah tidak lagi menjadi tujuan utama para penggila belanja. Walau begitu Sarinah tetap memiliki magnet tersendiri. Lokasi yang strategis diapit kawasan bisnis utama Jakarta menjadikan kawasan ini tak lantas sepi pengunjung. Sarinah menjadi tempat hang out paling keren . Pusat kuliner, ngopi, sekedar melepaskan lelah sehabis bekerja. Sarinah menjadi shelter orang yang menunda pulang ke rumah karena alasan macet atau alasan three in one.

Maka Sarinah masih menyimpan kilaunya sebagai tempat bersantai sesaat , bertemu klien, berduaan dengan pasangan, mengadakan acara gathering hingga sekedar cuci mata. Sarinah masih menjadi tempat berkumpul para sosialita hingga artis papan atas.

Inilah salah satu alasan kenapa teror dilakukan di Sarinah. Sebagai tempat berkumpul para eksekutif dikala weekdays. Banyak ekspatriat yang berseliweran. Karena bila bergeser sedikit kearah timur ada Jalan KH Wachid Hasyim dan kawasan jalan Jaksa yang selalu ramai oleh para pemburu kuliner Jakarta. Kawasan ini sejatinya ramai pengunjung. Tempat berkumpulnya para pekerja disekitaran Jalan MH Thamrin . Sarinah adalah pusat keramaian yang pasti memancing berita besar.

Tujuan utama teroris adalah efek berita yang menakutkan. Kengerian yang ditimbulkan. Efek ini bisa dipastikan akan menyeret sentimen pasar , bursa efek terkoreksi negarif, nilai tukar melemah, investasi terhambat, kunjungan wisata mengempis, pembatalan nilai transaksi hingga berbagai macam sentimen negatif lainnya.

Ledakan bom, penembakan massal secara acak adalah metode lama yang dipakai teroris di dunia. Dengan efek kengerian itulah tujuan kemenangan para teroris tercapai dengan sukses. Hingga banyak ketakutan berlebihan yang mengkristal menjadi paranoid. Kecurigaan berlebihan hingga timbul saling fitnah dan saling tuduh tanpa dasar yang jelas.

Bila itu terjadi timbul perasaan saling tidak percaya. Rakyat tak percaya lagi dengan aparat keamanan. Tidak percaya lagi terhadap pemerintahan yang dianggap gagal menjaga keamanan. Para investor tak percaya lagi keamanan yang kondusif untuk berinvestasi. Pemain di pasar uang menarik modalnya keluar Indonesia. Dan wisatawan mempercepat atau membatalkan masa liburannya di Indonesia karena pengaruh travel warning dari negara asalnya.

Bijak Dalam Pemberitaan

Beberapa menit pasca serangan bom di Sarinah seluruh stasiun TV, Radio, media cetak hingga media sosial ramai ramai memberitakan suasana ter-update dari lokasi kejadian. Traffic portal berita online melejit hingga ratusan ribu , youtube diakses hingga puluhan ribu orang dalam waktu hampir bersamaan. Lalu para netizen ramai ramai berkomentar bersahut sahutan. Menautkan berita, men-tag, me-reply belum lagi para blogger aktif turut menurunkan berita kejadian. Dunia maya riuh dan ‘bising’ .

Sayangnya diantara berita yang terus mengalir bagai tsunami masih ada saja berita yang tak pantas. Baik berita candaan dan guyonan atau memajang foto korban secara vulgar. Bahkan ada juga yang malah membuat analisa yang kelewat ‘cerdas’ sehingga seperti paling mengerti tentang kejadian dilapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun