Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kisahku Dihari Pertama Menjadi Guru

3 Agustus 2015   13:34 Diperbarui: 3 Agustus 2015   13:34 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hari senin (3/8/15) adalah hari pertama aku berdiri di depan kelas sebagai guru. Sebelumnya hari Rabu pekan kemarin aku mengisi motivasi pada masa orientasi siswa (MOS). Ada 28 siswa dengan wajah yang sulit aku tebak. Mereka datang dari 28 keluarga yang punya problem hampir sama. Kemiskinan. Ya, 28 orang anak yang dititipkan disekolah yang baru saja 'dihidupkan' kembali setelah mati suri karena salah mengelola. Cerita 'kematian' sekolah itu memang getir kudengar.

Keadaan sekolah itupun nyaris saja membuatkan air mataku tumpah. Kelas kelas kosong tak terawat. Seperti bangunan tua yang tidak berpenghuni. Kumuh, tak terawat. Disana sini coretan siswa terdahulu yang kurang bahagia. Bahasanya tak jelas tapi aku yakin itu adalah jeritan mereka yang paling jujur. Coretan itu menempel di dinding kelas, tangga, kamar mandi hingga dekat tembok gerbang sekolah. Ada yang bernada kotor dan seronok , ada yang bernada sastra penuh emosi jiwa, ada ungkapam cinta yang tak jelas ditujukan untuk siapa. Ah, aku kadang tersenyum sendiri. Inilah sekolah yang kini menjadi tempatku berbagi ilmu.

Aku memasuki ruangan yang masih nampak berantakan. Seorang siswi sedang menyapu kelas. Beberapa siswa sibuk mengatur meja dan bangku yang nampaknya tak cukup. Mereka langsung mengadu meja dan bangku kurang. Aku segera menelpon kepala sekolah, sayang tak diangkat. Kuputuskan untuk menyelesaikan masalah kelas terlebih dahulu. Mencari meja dan bangku ke ruangan sebelah yang mungkin saja ada meja dan bangku lebih. Beruntung ada beberapa meja dan bangku yang bisa diambil. Jadilah siswaku genap duduk di meja dan kursinya masing masing.

Melihat komposisi yang kurang ideal aku meminta seluruh siswaku untuk memajukan meja mereka kearah depan beberapa meter agar aku tak harus repot repot berteriak agar suaraku terdengar. Sebagai guru baru yang kurang berpangalaman aku segera belajar manangani kelas. Melihat suasana psikologi siswa yang nampaknya kurang kondusif. Tugasku adalah  memastikan mereka siap menerima pelajaranku pagi ini.

Baru saja aku akan memulai , spidol dan penghapus ternyata tak tersedia. Kembali aku harus menemui kepala sekolah dilantai bawah. Meminta peralatan mengajar yang kubutuhkan. Diruang guru yang menjadi markas para guru tak tersedia yang kubutuhkan. Maka solusinya adalah kanibalisme. Aku meminjam dari kelas lain yang memiliki spidol dan penghapus. Beruntung peralatan yang kubutuhkan tersedia. Aku kembali ke kelas dan memulai pelajaran pertama.

Karena hari pertama. Belum ada ketua kelas. Aku pun segera mengadakan pemilu super cepat. Kutawarkan jabatan bagi yang ingin. Ada dua kandidat mengajukan diri. Cahya dan Elis. Sepasang calon itu kusuruh berdiri didepan kelas lalu mengenalkan diri dan menyampaikan visi misi. Beruntung, walau hanya dua calon tidak terjadi gesekan seperti peristiwa Pilpres tahun 2014.  Cara memilihnyapun tak perlu bilik tertutup cukup acungkan tangan tinggi tinggi. Terpilihlah Cahya, siswa yang kulihat cukup aktif dan punya motivasi belajar yang lebih dibanding temannya yang lain. Aku  memilih Elis menjadi wakil ketua kelas. Ini hak prerogatif guru untuk mengangkat wakil ketua kelas.

Nah, setelah perangkat ketua dan wakil ketua kelas terpilih. Dimulailah tugas pertama ketua kelas yaitu menyiapkan kelas dan memimpin berdoa diawal pelajaran. Karena aku mengajar bahasa Indonesia. Hal pertama yang kuberikan adalah apa pentingnya berbahasa Indonesia, fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia hingga beberapa ketrampilan yang harus dimiliki siswa. Ketrampilan yang akan kuajarkan adalah Teknik  Membaca Cepat dan Asertivitas. Tentu aku baru mengajarkan pembukaan awal yang pendalaman teori dan aplikasinya akan kuajarkan beberapa waktu yang akan datang.

Beberapa siswa masih terlihat pasif. Masih ada barrier psikologis. Karena sekolahku ini adalah sekolah asrama. Dimana setiap siswa tinggal diareal lingkungan sekolah. Mereka baru saja terpisah dari keluarga masing masing sehingga perasaan rindu itu mungkin masih mengganggu. Proses adaptasi itu memnag butuh waktu yang berbeda bagi setiap siswa.

Hari pertama  memang selalu punya cerita tersendiri. Aku akan menyimpannya sebagai kenangan. Kenangan menjadi guru pertama kali . Bertemu siswa yang datang dari sisi kemiskinan . Sekolah yang membebaskan hampir semua biaya. Mereka mungkin berasal dari keluarga miskin tapi aku yakin mereka kaya akan semangat untuk berubah. Mereka datang dengan kekurangan tapi mereka tak boleh kekurangan ilmu dan tak boleh kekurangan semangat untuk belajar. Dan akulah orang yang akan menjadi bagian dalam berbagi agar kekurangan itu tercukupi.

Salam berbagi, salam Indonesia .

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun