Mohon tunggu...
Rusdi Mustapa
Rusdi Mustapa Mohon Tunggu... Administrasi - Guru sejarah yang suka literasi, fotografi, dan eksplorasi

Guru sejarah yang menyukai literasi, fotografi dan eksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat Cinta Buat Eyang Habibie

21 Mei 2016   15:20 Diperbarui: 21 Mei 2016   15:30 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.tribunnews9.com

Buat yang tercinta,

Eyang Habibie

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebelumnya saya ucapkan selamat ulang tahun ke 80 buat Eyang, semoga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan lahir batin serta selalu menjadi inspirasi buat kami yang muda-muda. Eyang, di usiamu yang semakin senja, ternyata Eyang tidak berhenti berkiprah, menyumbangkan buah karyamu yang membuat kami bangga. Bangga karena Eyang selalu berfikir, bekerja dan menghasilkan sesuatu buat negaramu tercinta Indonesia.

Ingatan saya kembali ke tahun 1999, ketika Eyang dipaksa turun dari tampuk kepemimpinan nasional. Eyang dianggap bertanggungjawab atas lepasnya Timor Timur (sekarang Timor Leste) dari Indonesia. Saat itu Eyang memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur dengan mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Akhirnya sejarah mencatat Timor Timur terpisah dari Indonesia pada tanggal 30 Agustus 1999.

Menurut hemat saya, pelepasan Timor  Timur merupakan suatu keputusan yang sangat berani. Memang jika mengingat banyaknya korban yang berjatuhan dalam usaha mempertahankan Timor Timur maka kita akan benar-benar menyalahkan Eyang. Namun jika kita memandang ke masa depan, maka kita akan sadar bahwa itu adalah suatu keputusan dengan pertimbangan yang berat. Melepaskan Timor Timur memang merupakan suatu kerugian bagi bangsa ini karena kehilangan salah satu sukunya, wilayahnya yang berarti Indonesia menjadi tidak utuh. Tapi pernahkah terfikir dalam benak kita, apa yang akan terjadi pada bangsa ini jika tetap mempertahankannya? Kemungkinan besar korban akan semakin berjatuhan, dan Indonesia akan menjadi negara yang tidak menghargai HAM dan ingkar pada demokrasinya sendiri.

Selain itu, bisa dibayangkan bagaimana mengatur dan mempertahankan suatu daerah dimana masyarakatnya terpaksa tunduk pada pemerintahan RI, karena referendum yang dilaksanakan saat itu adalah bukti bahwa mereka benar-benar ingin berdiri sendiri. Selain itu, jika dipandang dari segi ekonomi, Timor Timur adalah daerah gersang yang hampir tidak ada sumber daya alamnya. Kecuali selat Timor yang ”katanya” merupakan sumber minyak bumi, mengandalkan sumber daya alam daerah lain. Namun selat Timor pun belum menjadi milik Timor Timur karena masih menjadi sengketa antara Timor Timur dan Australia.

Saya sangat paham, keputusan apapun yang diambil saat itu, telah melalui pertimbangan dan kajian yang mendalam. Tapi, Eyang khan tidak bisa  memuaskan semua pihak ?! Satu hal yang saya salut adalah Eyang tidak menunjukkan rasa dendam pada mereka yang telah menurunkan dari kekuasaan. Walau saya paham, Eyang pasti sedih karena apa yang telah dilakukan tidak dihargai hingga akhirnya memutuskan “pulang” ke rumah kedua Eyang di Jerman. Tiba-tiba saya teringat dengan salah satu adegan di film “Ainun dan Habibie”. Bagi saya pribadi, adegan paling mengharukan di film tersebut bukan saat pasang surut kisah asmara Eyang dan Ainun. Melainkan, ketika Eyang mengajak serta Ainun ke hanggar pesawat Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang terbengkalai.

Dengan bergetar dan kemudian tak sanggup menahan tangis, Eyang mengatakan, “Akusudah mengorbankan waktu untuk istri dan anak-anak demi membangun pesawat itu. Tapi kemudian, pesawatnya dibiarkan tak diurus hingga berdebu”.Betapa Eyang terlihat sangat sedih, karena apa yang telah diperjuangkan buat Indonesia tidak diapresiasi. Bagi saya, perasaan Eyang itu sangat manusiawi sekali. Ketika kita tidak dihargai, maka perasaan sedih dan kecewa akan menghinggapi. Namun, Eyang menunjukkan bahwa turun dari jabatan presiden bukanlah akhir dari pengabdian buat negara.

Tahun 1995, Eyang membuat dunia berdecak kagum. Kenapa ? Karena pada hari itu, tepatnya 10 Agustus, sejarah mencatat bahwa putra-putri Indonesia mampu membuat peswat terbang sendiri. Pesawat penumpang sipil yang Eyang beri nama “N-250 Gatotkaca”, pagi itu berhasil terbang untuk pertama kalinya di Bandara Husein Sastranegara. Padahal jauh hari sebelum penerbangan pertama “N-250 Gatotkaca”, banyak pengamat penerbangan memprediksi pesawat ini tidak mampu terbang dan bahkan akan jatuh saat lepas landas. Tapi ternyata mereka keliru, karena pagi itu “N-250 Gatotkaca” terbang tinggi di atas cakrawala. Sangat bangga ketika Eyang mengatakan bahwa pesawat “N-250 Gatotkaca” itu bukanlah buatan Eyang tapi hasil karya putra-putri Indonesia. Sungguh suatu sikap yang sangat low profile.

Saya bangga karena Eyang berhasil menjawab tantangan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto soal industri penerbangan yang bisa menyediakan pesawat untuk menghubungkan negara kepulauan. Selepas sukses menerbangkan “N-250 Gatotkaca”, lompatan Eyang berikutnya adalah membuat pesawat komuter berpenumpang 100 orang. Hanya berselang setahun setelah peluncuran “N-250 Gatotkaca”, IPTN mengumumkan proyek pesawat jet N-2130. Saya juga tahu saat ini Eyang sedang mengerjakan proyek besar, membuat pesawat bernama R80, yang saat ini masih dalam proses produksi dan insya Allah akan terbang tahun 2021. Ini adalah bukti tak terbantahkan bahwa Eyang memang belum “mati” berinovasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun