Mohon tunggu...
Rusdi Mustapa
Rusdi Mustapa Mohon Tunggu... Administrasi - Guru sejarah yang suka literasi, fotografi, dan eksplorasi

Guru sejarah yang menyukai literasi, fotografi dan eksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menelusuri Jejak-Jejak "Kota Belanda" di Solo

13 Januari 2025   14:38 Diperbarui: 13 Januari 2025   14:38 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Benteng Vastenburg, Solo ( Sumber : Koleksi Penulis ) 

Pada masa kolonial, Kota Solo menjadi salah satu pusat pemerintahan di Jawa yang ramai. Pengaruh politik dari pemerintah kolonial membawa dampak terhadap perubahan sosial dan pendidikan. Salah satunya adalah dalam hal tata kota. Untuk mengetahui lebih mendalam terkait pengaruh pemerintah kolonial, khususnya Belanda, dalam hal tata kota, komunitas Solosocieteit bersama Temu Sejarah mengadakan kegiatan penelusuran sejarah bertajuk "Kutho Walanda ing Sala", minggu (12/1/2025). Kegiatan bertujuan mengetahui jejak-jejak "kota Belanda" di Solo. Diikuti sekira 50 orang dari berbagai latar belakang profesi. Titik kumpul awal  di Benteng Vastenburg sekaligus menjadi obyek pertama. 

Dibangun pada tahun 1745 atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff, Benteng Vastenburg berfungsi untuk mengawasi Kraton Solo. Konon, antara Belanda dan Kraton saling mengawasi satu sama lain. Belanda mengawasi lewat Benteng Vastenburg, Kraton Solo  mengawasi Belanda lewat Panggung Songgobuwono. Bisa dibayangkan bagaimana seru dan mencekamnya suasana masa itu. Benteng Vastenburg dilengkapi dengan parit di sepanjang dindingnya berfungsi sebagai perlindungan dengan jembatan di pintu depan dan belakangnya. Posisinya sangat strategis berada tepat di depan kediaman Gubernur Belanda yang kini menjadi kantor Balaikota. Di tengah bangunan, terdapat lapangan sebagai tempat upacara bendera sebelum menjalankan tugas. Tahun 1861, Kota Solo mengalami banjir besar dimana kawasan Benteng Vastenburg tidak luput dari terjangan banjir. Sebagai 'tetenger' peristiwa tersebut, terdapat plakat pembatas banjir Solo yang ada di dinding Benteng Vastenburg.

Plakat batas banjir Solo tahun 1861 di benteng Vastenburg ( Sumber : Koleksi Penulis)
Plakat batas banjir Solo tahun 1861 di benteng Vastenburg ( Sumber : Koleksi Penulis)

Penelusuran berlanjut di Gedung Djoeang 45 Solo yang berada di sebelah selatan Benteng Vastenburg. Gedung Djoeang 45 Solo Didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1876 dan selesai dibangun pada 1880. Awalnya gedung ini dikenal sebagai 'Cantienstraat' yang berarti "jalan kantin", karena digunakan sebagai fasilitas untuk melayani tentara Belanda. Perannya sangat penting mendukung keberadaan Benteng Vastenburg, pada saat sudah tak mampu lagi menampung seluruh pasukan Belanda, maka Gedung Djoeang difungsikan sebagai asrama militer untuk pasukan tambahan. 

Peserta berfoto di depan Gedung Djoeang 45 (Sumber : Tim Media Solosocieteit ) 
Peserta berfoto di depan Gedung Djoeang 45 (Sumber : Tim Media Solosocieteit ) 

Setelah puas mengulik fakta-fakta sejarah di Gedung Djoeang 45, perjalanan berlanjut dengan berjalan kaki sepanjang lebih kurang 500 meter menuju ke Loji Wetan. Konon, merupakan kampung Eropa mewah di Solo pada masanya. 'Loji'  berasal dari Bahasa Belanda artinya 'tempat tinggal dan pusat perdagangan' sedang 'Wetan' merujuk pada lokasi kampung ini, berada di timur Benteng Vastenburg. 'Wetan' dalam Bahasa Jawa artinya 'timur'. Berawal dari tinggal di dalam benteng, orang Eropa  mendirikan permukiman di luar benteng setelah Perang Diponegoro usai. Ketika kampung lain belum mempunyai akses air bersih apalagi dialiri listrik, Loji Wetan mendapatkan dua privilese itu. Faktor inilah yang membuat Loji Wetan sebagai perkampungan mewah.

Bekas Bioskop
Bekas Bioskop "Alhambra Theatre" (Sumber : Koleksi Penulis ) 

Perjalanan kami berhenti di depan sebuah bangunan besar nan kokoh berwarna putih yang tertutup semak belukar. Di depannya terdapat banner berwarna merah  bertuliskan " Warung Sate Kambing Muda Pak Wawan Loji Wetan". Menurut Fauzi Ichwani, salah satu pegiat Solosocieteit, inilah tempat hiburan orang Eropa, bioskop yang bernama "Alhambra Theatre".  Saat ini menjadi milik pribadi dan telah menjadi gudang. Konon, bukan cuma bangunan ini, melainkan banyak bangunan di Loji Wetan yang dibeli pribadi kemudian dijadikan gudang.

Tak jauh dari bekas bioskop "Alhambra", ada bangunan memanjang ke samping. Tampak ada satu pintu putih kusam dilengkapi dengan dua jendela kayu lebar di kanan dan kirinya. Atap bangunan sepertinya terbuat dari seng yang sudah karatan.  Terasnya masih terlihat dari jalan. Namun, tak bisa diakses karena ditutup dengan pagar kayu putih yang bagian bawahnya sudah menghitam. Kondisinya terlihat tak terawat, namun tahukah kita, dulu inilah toko barang mewah di Loji Wetan. Pemiliknya Haye Bersaudara. Tempat ini menjual berbagai keperluan rumah tangga, seperti senter dan lampu, dan tentu hanya orang yang rumahnya dialiri listrik yang dapat membeli barang ini. Dijual pula kertas kartu pos yang kala itu pun terbilang mewah serta barang rumahan lain. 

Bekas bangunan toko barang mewah di Loji Wetan (Sumber : Koleksi Penulis ) 
Bekas bangunan toko barang mewah di Loji Wetan (Sumber : Koleksi Penulis ) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun