Mohon tunggu...
Rusdi Mustapa
Rusdi Mustapa Mohon Tunggu... Administrasi - Guru sejarah yang suka literasi, fotografi, dan eksplorasi

Guru sejarah yang menyukai literasi, fotografi dan eksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SBMPTN Pengobat Luka

12 Juli 2015   09:05 Diperbarui: 12 Juli 2015   10:13 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Gelaran Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2015 telah berakhir, ditandai dengan diumumkan nama-nama siswa yang dinyatakan diterima pada 9 Juli 2015 di laman www.sbmptn.or.id. Menurut Ketua Umum SBMPTN 2015 Rochmat Wahab, sebanyak total 121.653 peserta dinyatakan lolos Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SBMPTN) 2015. Jumlah tersebut dari total pendaftar 602.499 peserta yang mengikuti SBMPTN. Namun sebanyak 4.311 kuota diketahui tidak terpenuhi. Jumlah tersebut tersebar di 207 prodi yang ada di 74 perguruan tinggi di Indonesia ( Suara Merdeka, 11 Juli 2015)

Ratusan bahkan ribuan siswa/siswi setingkat sekolah menengah di seluruh Indonesia berlomba-lomba membuka laman tersebut untuk mengetahui apakah namanya masuk diantara sekian ratus calon mahasiswa yang diterima. Dengan memasukkan nomor peserta serta informasi tanggal lahir, maka mereka bisa melihat apakah namanya termasuk nama-nama yang diterima. Ekspresi kebahagiaan akan terlihat ketika namanya tercatat DITERIMA sebagai mahasiswa/mahasiswi di PTN yang diimpikan. Tapi ekspresi kesedihan juga terlihat ketika namanya tercatat TIDAK DITERIMA di PTN yang didam-idamkan.

Dari sekian ribu siswa/siswi yang dinyatakan diterima tersebut, beberapa berasal dari sekolah dimana penulis mengajar yaitu MAN 1 Surakarta. Dari update data yang dilakukan sejak pukul 00.00 9 Juli 2015, tercatat telah ada 24 siswa/siswi MAN 1 Surakarta yang berhasil menembus bangku perguruan tinggi negeri (PTN). Data ini adalah data sementara yang penulis terima dari informasi siswa/siswi yang diterima melalui SMS. Walau baru "beberapa" yang diterima, namun berita ini sungguh menyejukkan. Karena 24 siswa/siswi MAN 1 Surakarta tersebut adalah nama-nama diantara 121.653 siswa/siswi yang dinyatakan diterima SBMPTN. Mengingat mereka mampu "mengalahkan" hampir  602.499 peserta yang mengikuti SBMPTN. Dan yang sangat membahagiakan PTN yang diterima adalah PTN-PTN yang termasuk favorit. Sebagai salah satu orang yang menjadi penanggungjawab pendaftaran SNMPTN Undangan dan SBMPTN di sekolah, penulis sangat mensyukuri pencapaian ini. Mengapa ?? Jujur bahwa tahun ini pencapaian MAN 1 Surakarta di SNMPTN Undangan sangat menurun. Tahun yang lalu banyak siswa/siswi MAN 1 Surakarta yang diterima dengan jumlah diatas 20 orang. Namun tahun ini "hanya" 11 orang. Alhamdulillah...namun tidak bisa ditutupi, sedih tentu saja...karena jumlahnya menurun sangat drastis. Evaluasi dan introspeksi pasti dilakukan demi perbaikan tahun depan.  

SNMPTN undangan  mendasarkan pada prestasi akademik siswa sejak kelas X hingga XII semester ganjil (5). Sehingga yang "diadu" dalam hal ini adalah nilai-nilai yang sudah jadi. Di samping itu ada unsur tambahan yang bisa menambah bobot nilai calon mahasiswa yaitu prestasi non akademik. Itulah yang akan di jadikan acuan bagi panitia SNMPTN Undangan untuk menentukan nama-nama yang akan diterima. 11 nama siswa/siswi penulis yang diterima tentu dianggap memenuhi kriteria yang ditentukan oleh panitia SNMPTN Undangan di masing-masing PTN yang menerima. 

PENGOBAT LUKA

24 siswa/siswi  yang lolos SBMPTN tersebar di beberapa PTN, seperti ITB, IPB, UNNES,UNY, UNS, dan beberapa PTN lainnya. Penilaian SBMPTN berdasarkan hasil tes tertulis. Beda dengan SNMPTN Undangan yang menitikberatkan pada prestasi akademik yang berupa raport. SBMPTN menitikberatkan pada kualitas individu siswa saat "menaklukkan" soal-soal yang dihadapi. Maka kalau boleh dikatakan, bobot siswa yang diterima di SNMPTN Undangan dengan SBMPTN "agak" lebih tinggi yang SBMPTN, karena kualitas penguasaan materi dan kesiapan teknis cara mengerjakan soal, akan menjadi kunci sukses lolos SBMPTN.

Tahun ini ada prestasi yang terbilang fenomenal karena salah satu siswa penulis bisa menjejakkan kakinya di kampus ITB. Adalah Muhammad Abdul Hafizh Ilmawan yang diterima di sekolah Farmasi ITB. Prestasi ini terbilang fenomenal. Kenapa fenomenal ? Karena mengingat nama besar ITB yang terkenal sangat ketat dalam menerima calon mahasiswa, ternyata siswa penulis bisa merebut salah satunya. Tentu hal ini bukan suatu hal yang mudah. Perlu kesabaran dan dedikasi tinggi untuk mempersiapkan siswa/siswi MAN 1 Surakarta agar bisa lolos di ITB. Tanpa bermaksud mengecilkan siswa/siswi lain yang diterima, dengan diterima di ITB akan menjadi pintu pembuka bagi adik-adik kelasnya yang akan datang.

Prestasi fenomenal yang lain adalah ada siswi penulis yang bisa diterima di dua PTN terkemuka sekaligus. Adalah Almas Nabila Ulayya yang diterima di Statistik STIS ( Sekolah Tinggi Ilmu Statistik) dan di Matematika MIPA UNS. Almas diterima di STIS melalui jalur tes mandiri sedangkan Matematika MIPA UNS melalui jalur SBMPTN. Tentu hal ini patut disyukuri. Prestasi ini mengulang kembali prestasi yang pernah ditorehkan oleh kakak kelasnya dulu yaitu Nofa Zahrohtussurur, yang juga diterima di dua PTN yaitu STIS dan IPB. Namun saat ini Nofa memilih mengambil pendidikan di ITB.

Di atas semua prestasi tahun ini, ucapan syukur kepada Allah SWT pantas disanjungkan karena semua ini tidak mungkin bisa terjadi tanpa ijin dan ridhoNYA. Pencapaian ini tentu saja tidak membuat civitas MAN 1 Surakarta larut dalam euforia yang berkepanjangan, karena sebenarnya esensinya ini merupakan "ujian" apakah tahun depan MAN 1 Surakarta bisa lebih baik atau malah sebaliknya. Maka tidaklah mengherankan jika pencapaian SBMPTN tahun ini dikatakan sebagai "pengobat luka" dari hasil SNMPTN Undangan yang menurun. Segala usaha dan kerja keras dari guru-guru MAN 1 Surakarta yang dengan penuh dedikasi tinggi dan keikhlasan mempersiapkan siswa/siswi terbaiknya agar bisa bersaing di kancah SNMPTN Undangan maupun SBMPTN. Pencapaian ini juga sebagai bukti bahwa siswa/siswi MAN tidak kalah dengan siswa/siswi sekolah negeri sehingga penyebutan MAN sebagai sekolah "kelas dua" yang dulu sering di dengar sudah tidak relevan lagi. Karena MAN atau pun sekolah negeri hanya sarana namun yang lebih penting adalah kualitas dari masing-masing siswa. Sehingga motto  "Madrasah Lebih Baik, Lebih Baik Madrasah" bisa tercapai. Semoga kita tetap berfastabiqul khoirot.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun