Prof. Dr. S. Nasution dalam bukunya yang berjudul Kurikulum dan Pengajaran menyatakan, kurikulum adalah serangkaian penyusunan rencana untuk melancarkan proses belajar mengajar. Adapun rencana yang disusun tersebut berada di bawah tanggung jawab lembaga pendidikan dan parah pengajar di sana. Sedangkan Harold B. Alberty menyatakan bahwa kurikulum merupakan semua kegiatan yang diberikan kepada peserta didik atas tanggung jawab sekolah. Kurikulum ini tak hanya terbatas pada segala hal di dalam kelas saja, melainkan juga semua kegiatan di luar sekolah. Jadi, kurikulum adalah set plan atau rencana pasti yang dibuat oleh suatu lembaga pendidikan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan program pendidikan.
Dilansir dari laman Direktorat Sekolah Dasar, bahwa Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Jadi Kurikulum Merdeka memiliki karakteristik seperti 1) fokus pada materi esensial, 2) lebih fleksibel, dan 3) tersedia perangkat ajar yang banyak.
Problematika Kurikulum Merdeka
Pada pelaksanaannya, Kurikulum Merdeka tidak lapang-lapang saja. Akan tetapi mengalami persoalan dengan segala bentuk dan problemanya. Kali ini saya akan menceritakan bagaimana Kurikulum Merdeka menjadi problem dan bergerak di persimpangan jalan. Sejak awal, sekolah kami ---SMP Negeri 1 Batang-Batang--- sudah berusaha mengikuti prosedur pendaftaran sebagai sekolah yang sudah siap mengimplemintasikan kurikulum terbarukan ini. Namun, di tengah jalan mengalami masalah. Di laman Dapodik tidak ada pilihan Kurikulum Merdeka, kecuali hanya yang terekam Kurikulum 2013. Sehingga kami pun kelabakan dan berusaha mencari jalan keluar dengan berbagai upaya.
Pada awal Juli 2022 sekolah kami terpanggil untuk mengikuti Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka yang diadakan oleh Dinas Kabupaten. Bertempat di Hotel C-1, Kota Sumenep, dan saya sendiri adalah salah satu peserta dari SMPN 1 Batang-Batang. Kemudian di bulan Agustus 2022, semua perwakilan guru dari semua mata pelajaran terpanggil untuk mengikuti pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), yang semakin meyakinkan kami bahwa sekolah ini adalah peserta implementator Kurikulum Merdeka.
Akan tetapi yang terjadi selanjutnya adalah relitas di Dapodik yang kenyatannya tidak tercover sebagai sekolah yang mengimplementasi Kurikulum Merdeka. Di laman Dapodik tidak ada pilihan untuk mengaplikasikan kurikulum ini. Sejak saat itu kami sudah berusaha untuk mencari sebab dan musabab dari persoalan ini. Dari menghubungi kawan sejawat yang tidak bermasalah, hingga langsung ke Operator Dinas Pendidikan. Tetapi, dari semua ikhtiar yang dilakukan tidak ada satu pun yang mengantar kesuksesan. Kami masih dalam persoalan tidak dapat mengakses Kurikulum Merdeka di laman Dapodik. Dan terpaksa, hingga saat ini SMPN 1 Batang-Batang masih menggunakan kurikulum lama,yaitu Kurikulum 2013.
Di Persimpangan Jalan
Di lapangan, SMPN 1 Batang-Batang khusus kelas 7 menggunakan implementasi Kurikulum Merdeka. Sebagaimana dijelaskan di dalam pelatihan, bahwa Kurikulum Merdeka menerapkan pejaran TIK, maka mata pelajaran ini diajarkan di kelas 7, sebagai sasaran Kurikulum Merdeka. Sementara di dapodik masih tetap menggunakan kurikulum lama, Kurikulum 2013. Sehingga, apa yang terjadi di sekolah kami adalah kenyataan bahwa jalur K-13 dalam persimpangan Kurikulum Merdeka. Aneh kan? Tetapi itulah realitas yang ada, bahwa kami masih menunggu kepastian, hakikat dari penyelenggaraan kurikulum yang sebenarnya.
Menjadi penunggu jalur persimpangan bukan kemauan sekolah kami. Akan tetapi, regulasi yang mungkin masih perlu diperbaiki. Mengaspa setelah sekolah kami bersiap sedia untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka, kemudian terkendala dengan regulasi atau aturan yang tidak pada tempatnya. Atau jika pun kami melakukan suatu kehilafan, tentu harus ada pemberitahuan dan penjelasan agar kami tidak bingung, menggunkaan Kurikulum Merdeka atau kembali kepada Kurikulum 2013. Kejelesan ini akan menjadi alur pasti bahwa kami berjalan di jalur yang sebenarnya. Bukan digantung dalam persimpangan yang tidak pasti ke mana arah yang harus kami tempuh.
Itulah problem yang sampai saat ini masih belum ada kejelasan. Mungkin di antara pembaca ada yang mengalami hal yang sama. Maka perlu sharing pendapat jika mungkin kemudian menemukan solusi untuk jalan yang sesungguhnya. Karena jika tetap dalam "persimpangan jalan" maka sekolah kami akand mengalami kerugian. Tentu dalam hal ini, siswa akan mengalami dampak yang paling signifikan. Hal ini tidak kami inginkan dan secerpat mungkin ada kejelasan dan jalan keluar dari pihak yang berwenang. Wassalam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H