Mohon tunggu...
Rusdiana Yusuf
Rusdiana Yusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Sebagai Alat dan Perlawanan Kekuasaan

27 Desember 2024   13:18 Diperbarui: 27 Desember 2024   13:18 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan telah lama dipandang sebagai salah satu instrumen utama dalam pembentukan dan pembaruan sosial, tidak hanya dalam konteks individual tetapi juga kolektif. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan sering kali digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan dominasi kelompok tertentu. Pendidikan, dalam berbagai bentuk, dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik, ekonomi, dan ideologi yang ingin mempertahankan status quo. Di sisi lain, pendidikan juga berpotensi menjadi alat perlawanan terhadap kekuasaan yang menindas, menyediakan ruang bagi individu dan kelompok untuk memperjuangkan perubahan sosial dan politik.
Sejarah panjang pendidikan sebagai alat kekuasaan dapat ditemukan dalam banyak sistem kolonial. Dalam konteks penjajahan, misalnya, pendidikan sering digunakan sebagai sarana untuk menciptakan hierarki sosial dan ekonomi yang mendukung dominasi penjajah. Sistem pendidikan kolonial di Indonesia, misalnya, dirancang untuk membatasi akses masyarakat pribumi terhadap pengetahuan, sementara penjajah mendapatkan kontrol atas pendidikan yang lebih tinggi dan peluang ekonomi. Dalam hal ini, pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mendidik, tetapi untuk mengukuhkan kedudukan kolonial yang tidak setara.
Namun, meskipun pendidikan digunakan sebagai alat kekuasaan, ia juga memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan. Banyak gerakan sosial yang lahir dari kesadaran yang dibangkitkan melalui pendidikan. Salah satu contohnya adalah peran pendidikan dalam gerakan kemerdekaan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, para pejuang kemerdekaan banyak yang memperoleh kesadaran akan ketidakadilan melalui pendidikan. Misalnya, organisasi-organisasi seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam mengedepankan pendidikan sebagai alat untuk memberdayakan rakyat, mempersiapkan mereka untuk melawan penjajahan dengan pemahaman yang lebih luas tentang hak dan kebebasan.
Pendidikan sebagai alat perlawanan juga sangat terkait dengan ide-ide kritis yang berkembang dalam ranah teori pendidikan. Paulo Freire, dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed, mengemukakan gagasan tentang pendidikan yang tidak hanya berfungsi sebagai transfer pengetahuan dari penguasa kepada yang terjajah, tetapi sebagai sarana untuk membebaskan individu dari struktur kekuasaan yang menindas. Freire menekankan pentingnya dialog dalam pendidikan, di mana guru dan murid bersama-sama menciptakan pengetahuan yang dapat membuka mata terhadap ketidakadilan sosial dan mengarahkan pada tindakan kolektif untuk perubahan.
Namun, dalam kenyataannya, pendidikan seringkali masih dikendalikan oleh kekuatan politik dan ekonomi yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan oleh Noam Chomsky menunjukkan bagaimana pendidikan sering kali digunakan untuk membentuk pola pikir dan kepatuhan individu terhadap sistem yang ada. Dalam bukunya Manufacturing Consent, Chomsky mengemukakan bahwa media dan sistem pendidikan di negara-negara maju sering kali berfungsi untuk melayani kepentingan elit ekonomi dan politik. Dengan kata lain, pendidikan dapat berfungsi untuk menciptakan “kelas” yang pasif yang tidak banyak mempertanyakan atau melawan sistem kekuasaan yang ada.
Namun demikian, terdapat bukti empiris bahwa pendidikan dapat menjadi alat pemberdayaan yang kuat bagi masyarakat yang tertindas. Penelitian yang dilakukan oleh UNESCO menunjukkan bahwa akses yang lebih besar terhadap pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, dapat meningkatkan tingkat kesadaran politik dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Di negara-negara dengan tingkat pendidikan yang tinggi, seperti Finlandia dan Kanada, masyarakat cenderung lebih terlibat dalam pengambilan keputusan politik dan sosial, yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap penguasa.
Selain itu, pendidikan juga dapat memperkenalkan ide-ide baru yang menantang struktur kekuasaan yang ada. Misalnya, pendidikan dalam ilmu sosial dan humaniora dapat memperkenalkan individu pada teori-teori kritis yang mengajarkan mereka untuk mempertanyakan otoritas dan struktur sosial yang ada. Dalam banyak kasus, pengetahuan ini menjadi dasar bagi gerakan-gerakan sosial yang menuntut perubahan, seperti gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat pada tahun 1960-an dan gerakan #MeToo di seluruh dunia.
Pendidikan juga memiliki dampak positif dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan ras. Dalam banyak penelitian yang dilakukan di negara-negara berkembang, perempuan yang memiliki akses terhadap pendidikan lebih cenderung terlibat dalam kegiatan politik dan ekonomi, serta memiliki peluang untuk melawan struktur patriarkal yang ada. Sebagai contoh, menurut laporan World Bank, setiap tambahan tahun pendidikan bagi perempuan dapat meningkatkan pendapatan mereka hingga 10%, yang tidak hanya memberi dampak ekonomi tetapi juga memberdayakan mereka untuk menuntut hak-hak mereka di ruang publik.
Secara keseluruhan, pendidikan merupakan kekuatan ganda. Ia bisa digunakan sebagai alat kekuasaan oleh penguasa untuk mengendalikan masyarakat, tetapi juga bisa berfungsi sebagai sarana perlawanan untuk menciptakan perubahan sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, penting bagi pendidikan untuk terus-menerus dievaluasi dan diperbarui, agar ia dapat menjadi instrumen yang efektif dalam memberdayakan individu untuk berpikir kritis, melawan ketidakadilan, dan membangun masyarakat yang lebih egaliter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun