Hari ini pancaran mentari begitu indah, sungguh dia menampakkan cintanya pada alam raya, seakan memberi isyarat untuk bersegera tunaikan niat di hati. Pagi itu aku pun bersiap diri dan berjalan menuju tempat istirahat panjang Lelaki yang ku panggil Bapak. Makam yang baru berusia enam bulan itu bersebelahan dengan makam nenek, disamping kanan ada makam adik perempuannya. Ini untuk kedua kalinya saya datang ziarah ke makam keluarga setelah meninggalnya Bapak, Januari 2016 lalu.
Dan besok, 6 Juli 2016 adalah Lebaran Idul Fitri, hari dimana umat Islam diseluruh pelosok bumi ini merayakan kemenangan setelah sebulan penuh menahan haus dan dahaga. Berkumpul bersama sanak keluarga, menikmati hari yang suci dan fitri.
Pada saat saya buat tulisan ini, sebenarnya ada rasa rindu, sedih, pilu bercampur jadi satu. Kemenganan nan suci tidak bisa dirayakan dengan kebahagiaan, sungguh saya tidak bisa paksakan diri untuk bersemangat, entahlah betapa mendungnya hati ini, tak bisa terrangkai dalam kata secara struktur, yang pastinya semua dirumah ini terasa beda sejak kepergian Bapak. Lebaran tahun lalu pun demikian, kami sekeluarga tidak bisa merayakan dengan suka cita, sebab tepat suara takbir berkumandang di masjid, saat itulah puncaknya Bapak sakit keras, sungguh ujian besar saat itu.
Hingga lebaran kali ini dan untuk seterusnya kami tidak akan bersama lagi, hanya kenangan saja yang jadi pengobat rindu. Ya hanya tinggal kenangan, sebab Bapak sudah tiada lagi. Semoga Allah SWT menempatkannya di Syurga, Aamiin.
Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar
Suara takbir berkumandan diseluruh jagad raya
Kemenangan sejati akhirnya diraih oleh setiap insan yang meyakininya
Di depan sana kulihat gemerlap warna-warni lampu hias di jalanan
Sementara anak-anak menyorak kebahagiaan dengan kembang api di tangannya
Itulah separuh bukti kemenangan, kebahagian dan cinta yang ditunjukkan
Sedang aku hanya berdiam diri disini