Mohon tunggu...
Roesda Leikawa
Roesda Leikawa Mohon Tunggu... Editor - Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

"Menulis adalah terapi hati dan pikiran, Kopi adalah vitamin untuk berimajinasi dan Pantai adalah lumbung inspirasi" -Roesda Leikawa-

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Wadir Polair Polda Sumut Budi Daya Belangkas di Belawan

15 Juli 2019   13:25 Diperbarui: 19 Juli 2019   11:17 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa Telur Belangkas yang terdapat pada lubang hasil galiang betina. Dok Pribadi Untung Sangaji

Mengingat begitu pentingnya keberadaan belangkas, Polairud Polda Sumatera Utara membuat program pelestarian dan budi daya Belangkas, hal ini dikarenakan populasi Belangkas mulai menurun.

Wadir Polairud Polda Sumatera Utara, AKBP. Ir. Untung Sangaji, M. Hum., terus berupaya untuk melestarikannya. Upaya ini sudah dilakukan sejak dirinya ditugaskan ke Medan.  Dengan memelihara belangkas di belakang kantor Polair Polda Sumut, supaya dapat memudahkan dirinya untuk mengontrol hewan itu setiap saat.

Polisi berpangkat perwira ini, bahkan sudah melepaskan 600.000 belangkas ke pantai sejak 2018 hingga juli 2019. Ia menyediakan tempat sterilisasi air untuk belangkas. Saat ini,  yang tersisa hanyalah 72 ekor dan sudah melakukan perkawinan. Belangkas yang sudah bertelur sejak dua minggu sebelumnya, pada Kamis (11/7) lalu, sudah bisa menetaskan telurnya. Menurut Untung Sangaji, ada sekitar 500 telur belangkas yang baru menetas.

 "Belangkas yang dibagian kanan mulai menetas dan ratusan anak Belangkas saya amankan ke kolam di mana dulu induknya saya tangkar dan beri makan spesial kemudian kawin dan bertelur banyak", ujarnya.

Telur Belangkas. Dok Pribadi Untung Sangaji
Telur Belangkas. Dok Pribadi Untung Sangaji
Pria berdarah Maluku ini, selain menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Polisi, Ia kerap bersentuhan dengan kegiatan sosial, maupun yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Salah satunya adalah dengan membudidayakan belangkas, sebagai bentuk dan kepeduliannya terhadap hewan yang hampir punah, agar terus terjaga dan berkembang biak dengan baik di kawasan Sumatera Utara.

Hal ini, diketahui karena belangkas memiliki banyak manfaat penting bagi manusia, salah satunya adalah darah belangkas yang mengandung tembaga, digunakan oleh industri farmasi untuk membuat Limulus Amebocyte Lysate (LAL), senyawa yang berguna untuk mendeteksi toksin yang dihasilkan oleh bakteri.

Di luar negeri, belangkas sering dipanggil dengan nama "kepiting tapal kuda" (horseshoe crab). Bentuknya seperti ikan pari dengan kulitnya keras, sekilas dilihat dari jauh seperti helem.  Belangkas termasuk dalam Filum arthropoda atau hewan beruas dan juga memiliki 6 pasang kaki.

Beberapa Telur Belangkas yang terdapat pada lubang hasil galiang betina. Dok Pribadi Untung Sangaji
Beberapa Telur Belangkas yang terdapat pada lubang hasil galiang betina. Dok Pribadi Untung Sangaji
Seperti yang dilansir dari Cakaplah.com bahwa darah belangkas ternyata di hargai USD 5.000 untuk per liternya. Disebutkan pula bahwa Amerika Serikat mencari penjual darah belangkas yang ternyata berwarna biru. Namun, untuk mendapatkan seliter darah hewan ini, setidaknya harus menangkap sekitar 115 ekor belangkas ukuran kecil atau 45 Belangas yang berukuran besar. 

Saat ini, harga darah Belangkas atau Mimi Hitam berkisar:

- Rp. 206.050/mililiter

- Rp. 206.050.000/liter (US$ 15.850/liter)

- Rp. 780 juta/galon (US$ 60.000/galon)

Begitu bernilainya darah biru dari Belangkas ini, karena mengandung kekayaan protein dan sel amebocyte,  diketahui dapat melawan bakteria yang menyerang darah kita. Bahkan para ilmuwan di Jepang telah merancang sebuah tes untuk infeksi jamur dengan darah ini.

Tempat asli habitat belangkas ini adalah pesisir Asia Pasifik, termasuk Indonesia, Asia Selatan dan Amerika Utara bagian Tenggara.  Di Indonesia, belangkas lebih banyak ditemui di pulau Sumatera, seperti Aceh, Jambi, Riau maupun Medan.

Hewan yang sering disebut fosil hidup ini sudah hampir punah, karena populasinya terus berkurang, sehingga hewan ini dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7/1999. 

Untuk membudidayakan jenis hewan yang satu ini, memang diperlukan pengetahuan khusus dalam menanganinya. Semoga dengan tersisa 72 ekor yang masih dipelihara oleh Polairud Polda Sumatera Utara dapat menghasilkan ribuan telur lagi, sehingga dapat dilepaskan kembali ke pantai. (RL)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun