Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Sawang-sinawang" Bentuk Komunikasi Dua Arah yang Tidak Komunikatif

14 Juni 2017   19:20 Diperbarui: 30 Januari 2018   18:58 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Mommies Daily

Sawang-sinawang. Itu adalah bahasa jawa yang artinya saling melihat. Kita terkadang melihat orang lain enak. Mungkin gajinya besar, hidupnya berkecukupan, segala kebutuhan terpenuhi dan sebagainya. Sebaliknya melihat diri kita sendiri menjadi orang yang kurang beruntung. Mungkin punya gaji kecil, banyak kebutuhan, hidup selalu dalam kekurangan dan lain-lain.

Berhenti untuk sawang-sinawang, Coba kita nyawang (melihat) ke bawah kita. Masih banyak orang yang jauh lebih kurang beruntung dibanding kita. Masih banyak orabg yang miskin, menderita, tak ada pekerjaan, makan sehari-hari cuma satu kali, sakit-sakitan, cacat, buta, dan penderitaan lain. Kita wajib bersyukur.

Sawang-sinawang berarti kecenderungan kita untuk melihat kekurangan pada diri sendiri dan melihat kelebihan pada orang lain. Ungkapan yang hampir mirip adalah rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri. Hanya saja istilah sawang-sinawang ada penekanan ketimbalbalikan, artinya saling merasa. Sawang-sinawang adalah bentuk komunikasi dua arah yang tidak komunikatif. Dalam arti, kedua pihak saling merasa kurang, mengacu pada kelebihan yang dimiliki lawan komunikasinya, tanpa berpikir bahwa mungkin saja (dan sangat mungkin) bahwa lawan komunikasinya itu juga merasakan kekurangan yang juga ingin dimiliki.

Yang harus menjadi catatan ialah, apa yang kita punyai yangbkita anggap biasa (karena telah terbiasa) sangat mungkin diinginkan oleh orang lain yang sebenarnya kita iri terhadapnya. Yakinlah pada satu titik bahwa Tuhan menciptakan kita semua dengan kekurangan, dan itulah yang menjadikan kita manusia seutuhnya.

Dari uraian di atas, ada hal penting yang perlu kita ingat bahwa setiap orang mempunyai sifat yang berbeda. Ada yang mudah berpikir positif, ada yang sulit. Hal ini disebabkan karena sejak lahir kita mempunyai kepribadian yang berbeda. yang satu mudah tersenyum, yang lain mudah mengeluh. Selain faktor bawaan sejak lahir, pengalaman hidup juga sangat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap kehidupan ini.

Jika demikian sebenarnya enak tidaknya hidup itu selalu sawang-sinawang saja. Pada umumnya, memandang keluarga lain itu sama memandang sri gunung, artinya dari jauh tampak indah, jika dilihat dari dekat belum tentu demikian. Oleh karena itu, penguasaan budaya sawang-sinawang, akan mempertebal rasa percaya diri. Yang sering terjadi, adanya ungkapan rumput tetangga lebih hijau, ini mungkin juga sekedar sawang-sinawang. Pandangan mata sering kali dapat dibohongi oleh realitas. Oleh sebab itu, yang paling penting dapat berpikir positif ketika menyikapi sebuah fenomena.

 

Ahmad Rury

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun