Perayaan Idul Fitri menjadi ajang silaturahmi antar sesama untuk saling memaafkan, setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Namun, momen suci ini juga menjadi penghormatan bagi tokoh penyebar agama Islam, seperti di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
Satu tradisi dan budaya Islam Jawa yang masih terpelihara hingga saat ini adalah adanya penghormatan kepada makam-makam para Aulia atau Ulama. Salah satu bentuk penghormatan terhadap makam orang-orang saleh itu di Kaliwungu dikenal dengan tradisi syawalan.Â
Tradisi tahunan ini memperingati wafatnya ulama, serta wali penyebar agama Islam di pesisir Pulau Jawa , haul ini diadakan seminggu setelah hari raya Idul Fitri yang biasa di sebut juga dengan"Bodo kupat".
Jamaah dari berbagai daerah di sekitar Kaliwungu  memanjatkan doa di depan makan Kyai Asy'ari atau yang dikenal dengan "Kyai Guru" serta makam ulama lainnya seperti Sunan Katong dan Wali Musyafa.
Haul rutin setiap tahun ini mengingatkan warga untuk selalu mengenang pengabdian para Kyai. "Mikul Dhuwur Mendem Jero" (berusaha menanamkan nilai betapa pentingnya menjaga nama baik keluarga, kelompok, atau pun bangsanya) dengan menghormati jasa-jasa, kebaikan para pendahulu kita yang telah menyebarkan Islam di masyarakat.
Kiai Asyari yang juga dikenal sebagai Kyai Guru, mulai menyebarkan agama Islam di Kaliwungu Kendal dan sekitarnya, sekitar tahun 1.700 M. Sementara Sunan Katong menyebarkan agama Islam pada tahun 1.400-an.
Untuk menempuh makam  para Aulia ini sebagian warga harus berjalan kaki lima kilometer menaiki bukit. Bahkan saking banyaknya peziarah, warga harus bergantian untuk mendapatkan kesempatan mendoakan langsung di depan makam Kyai Asy'ari.
Peringatan haul tersebut adalah tradisi keagamaan yang begitu mengakar, mengingat Kaliwungu merupakan basis NU dan pesantren yang besar. Oleh karenanya, peringatan Haul Wali maupun Ulama selalu diikuti seluruh masyarakat Kendal dan sekitarnya dengan antusias.