To travel is to live
Bepergian melakukan perjalanan ke tempat yang indah memang menyenangkan. Apalagi ke daerah yang sudah lama ada di itinerary namun belum terealisasi, pastinya menjadi kebahagiaan tersendiri.
Tidak semua orang mempunyai minat dan kesempatan berkunjung ke tempat atau daerah untuk observasi. Selain alasan dana dan waktu, stigma pemborosan menjadi penyebab bagi sebagian orang untuk enggan melakukan.
Padahal kalau mau menggali lebih dalam, melakukan traveling menurut saya bukan hanya untuk kesenangan semata. Tidak cuma masalah keindahan dan keunikan yang ada di suatu daerah. Menjadikan momen untuk mempertajam kepekaan yang mungkin sulit terasah selama ini karena terlalu asyik dalam zona nyaman.
Sebelum tiba di tujuan, seorang traveler tentu melewati  banyak proses perjalanan. Step-step yang dilalui menyuguhkan fenomena dan ragam kejadian yang mungkin perlu diingat juga dicatat. Sayangnya, hal ini jarang sekali dilihat dan hanya sia-sia terlewat.
Bagi saya, traveler adalah pejalan pencari makna, lebih-lebih yang melakukan perjalanan 'solo'. Selain membutuhkan persiapan yang matang, mesti ada jiwa eksploratif. Sebab, di luar destinasi yang di tuju, sebenarnya terdapat hal yang tidak kalah menarik dan perlu untuk diulik.
Terkadang pemandangan itu hanya bisa dilihat dan dirasa oleh hati. Belajar bagaimana cara mengapresiasi keindahan dan menghargai ragam perbedaan.
Tidak hanya intelektual, sisi spiritual pun akan terasah
Tidak banyak orang yang rela mengalokasikan dana dan waktu untuk melakukan kegiatan yang sebenarnya sarat akan manfaat bagi pengembangan diri ini.Â
Saya memandang dan merasakan sendiri bagaimana efek positif dari sehabis melancong dari sebuah tempat. Mengasah rasa syukur dan rasa empati. Dua unsur penting dalam hidup yang harus terus dipelihara.